Sediksi.com – Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia ke-78 tak lengkap rasanya bila kita tidak mengenang jasa para pahlawan. Berkat merekalah bangsa ini merdeka dari belenggu para penjajah.
Terutama, ada sosok perempuan-perempuan hebat di Indonesia yang berjuang di daerahnya masing-masing.
Selengkapnya, artikel akan mengulas mengenai 6 pahlawan perempuan Indonesia yang jarang diketahui. Siapa sajakah mereka?
Johanna Masdani
Pahlawan perempuan Indonesia yang jarang diketahui salah satunya ialah Johanna Masdani. Johanna lahir pada 29 November 1910. Ia merupakan tokoh perintis kemerdekaan Indonesia.
Dirinya turut berperan dalam peristiwa-peristiwa penting sejarah Indonesia seperti Kongres Pemuda Kedua tahun 1928. Ia termasuk satu diantara 71 pemuda yang hadir dalam Kongres Pemuda Kedua serta turut menjadi bagian dalam ikrar Sumpah Pemuda.
Menjelang Kemerdekaan, ia juga berjumpa dengan Mohammad Yamin, Rusmali, dan Assaat. Serta suaminya, Masdani yang juga seorang tokoh pergerakan kemerdekaan.
Johanna turut menjadi saksi sejarah di detik-detik Proklamasi Indonesia yang dilakukan Soekarno dan Moh. Hatta pada 17 Agustus 1945.
Perannya tak hanya di situ, ia turut dalam menyusun konsep pembangunan Tugu Proklamasi di depan rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, yang kini menjadi Jalan Proklamasi di Jakarta. Tugu tersebut sempat dibongkar oleh Soekarno tetapi, dibangun kembali pada tahun 1980-an.
Siti Manggopoh
Siti Manggopoh, seorang pejuang perempuan asal Manggopoh, Lubuk Basung, Agam. Ia dikenal sebagai pahlawan yang melakukan perlawanan pada kebijakan ekonomi belanda melalui pajak uang (belasting).
Adanya aturan belasting ini bertentangan dengan adat Minangkabau karena tanah adalah milik komunal atau kaum Minangkabau. Siti Manggopoh mengobarkan perlawanan ke kolonialis Belanda, dan Belanda merespon dengan meminta bantuan ke tentara Belanda di luar wilayah tersebut. Ini menyebabkan terjadinya Perang Belasting pada 16 Juni 1908.
Diketahui Siti Manggopoh pandai mengatur strategi dan siasat saat melawan Belanda, terbukti bersama pasukannya, mereka mampu menewaskan 53 orang serdadu penjaga benteng.
Maria Walanda Maramis
Maria Josephine Catherine Maramis atau dikenal dengan Maria Walanda Maramis ini lahir pada 1 Desember 1872. Ia merupakan pejuang perempuan yang berasal dari Minahasa. Dirinya dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan di permulaan abad ke-20.
Masyarakat Minahasa mengenangnya dengan memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis setiap tanggal 1 Desember. Dirinya juga dikenang dengan dibangunnya Patung Walansa Maramis di Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang, sekitar 15 menit dari pusat kota Manado.
Dewi Sartika
Berikutnya ada Dewi Sartika, lahir pada 4 Desember 1884. Ia dikenal sebagai advokat dan perintis pendidikan bagi kaum perempuan. Dewi Sartika diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah pada tahun 1966.
Semenjak kecil, Dewi diketahui sangat suka bermain peran sebagai guru bersama teman-temannya. Seusai ayahnya meninggal, ia menerima pendidikan dengan budaya Sunda dari pamannya.
Berkat dukungan sang kakek yang merupakan Bupati Bandung, Raden Adipati Aria Martanagara, dirinya mendirikan Sekolah Isteri di Pendopo Kabupaten Bandung. Tahun 1907, sekolah itu direlokasi ke Jalan Ciguriang dan berubah nama menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri.
Dewi sendiri banyak mengajarkan kaum perempuan membaca, menulis, berhitung, pendidikan agama dan berbagai keterampilan lainnya.
Sekolah miliknya ini juga terus berkembang pesat, hingga pada 1929, sekolah tersebut berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi.
Rasuna Said
Terakhir ada Hj. Rangkayo Rasuna Said yang lahir pada 14 September 1910. Rasuna Said dikenal sebagai seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia. Rasuna Said kerap kali menyuarakan tentang persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
Rasuna Said pernah menempuh pendidikan terkait aktivisme politik dan agama. Saat remaja, ia juga belajar di pesantren Ar-Rasyidiyah sebagai satu-satunya santri perempuan di sana.
Dirinya dikenal sosok perempuan yang cerdas dan pemberani. Ia pernah bergabung dengan Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI).
Dirinya juga kerap menyuarakan kesetaraan perempuan. Ia pernah mengajar untuk kaum perempuan. dan mendirikan sekolah demi kemajuan kaum perempuan. Akan tetapi, dirinya juga belajar politik karena berpandangan bahwa mendirikan sekolah saja tidak cukup untuk kemajuan kaum perempuan
Meski namanya tidak seterkenal RA Kartini atau Cut Nyak Dien, tetapi namanya tetap diabadikan sebagai jalan utama di Ibukota Jakarta.