Sediksi – Pengemudi ojek online (ojol) tolak wacana Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) yang akan mengatur jam kerja driver melalui Peraturan Kemnaker tentang kemitraan atau Tenaga Luar Hubungan Kerja (TLHK) pada layanan angkutan berbasis aplikasi.
Untuk menolak peraturan Kemnaker yang masih dalam tahap sosialisasi tersebut sekitar 1.500 pengemudi ojol dari berbagai komunitas berdemo di depan Gedung Kemnaker, Jakarta, Selasa 10 Oktober 2023.
Dalam demo tersebut, pengemudi ojol mempunyai beberapa tuntutan diantaranya:
- Menolak rencana peraturan Kemnaker mengenai batasan 12 jam kerja bagi pengemudi ojol.
- Menolak rencana peraturan Kemnaker mematikan aplikasi ojol selama satu hari dalam sepekan.
- Menolak rencana peraturan Kemnaker mematikan aplikasi ojol selama 30 menit setelah dua jam mengantar penumpang dengan tujuan agar pengemudi istirahat.
Pembatasan jam ganggu fleksibilitas kerja ojol
Ketua Umum Gograber Indonesia Ferry Budhi mengatakan, pembatasan jam kerja yang diatur Kemnaker tersebut akan membuat pendapatan pengemudi ojol berkurang.
“Jika jam kerja dibatasi, pasti pendapatan kami akan berkurang,” kata Ferry.
Ia juga menambahkan jika peraturan jam operasi ojol tersebut membuat pengemudi tidak lagi fleksibel dalam bekerja.
Padahal fleksibilitas kerja adalah salah satu alasan sebagian besar pengemudi memilih bekerja di sektor ini.
“Sekarang kalau ojol diatur sedemikian ketat jadi tidak ada bedanya dengan orang kantoran,” ujar Ferry.
Di sisi lain, status pengemudi ojol saat ini merupakan mitra dan bukan karyawan yang mendapat gaji tetap, sehingga pembatasan jam kerja tersebut terasa memberatkan.
Ada tuntutan ubah status pengemudi ojol dari mitra jadi karyawan
Sementara itu, jika regulasi jam kerja pengemudi ojol tersebut disahkan, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menuntut agar status pengemudi ojol dan taksi online diubah dari mitra menjadi karyawan.
Hal itu diungkapkan Ketua SPAI Lily Pujiati saat ikut berdemo menolak rencana peraturan Kemnaker tentang TLHK atau kemitraan pada layanan angkutan berbasis aplikasi.
“Dengan perubahan status itu kami bisa mendapatkan kepastian pendapatan dengan adanya upah minimum, kondisi kerja yang layak delapan jam kerja, empat jam lembur dalam enam hari kerja, dan hak-hak sebagai pekerja sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan,” kata Lily dikutip dari Katadata.
Menurut Lily, di peraturan Kemnaker yang saat ini sedang dibahas masih menempatkan pengemudi ojol maupun taksi online dengan status mitra, bukan karyawan.
Oleh karena itu, SPAI ikut menolak regulasi pengaturan jam kerja ojol karena membuat pendapatan pengemudi menjadi tidak pasti.
Tujuan Kemnaker atur jam kerja ojol
Pada bulan Agustus lalu, Kemnaker mengungkapkan tengah mengkaji peraturan baru untuk pengemudi ojol dan taksi online.
Ada empat hal utama yang menjadi perhatian Kemnaker terkait pengemudi ojol yaitu masalah kejelasan status hubungan kerja, lama jam kerja, upah, dan jaminan sosial.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Kemnaker berencana mengeluarkan Peraturan Kemnaker tentang kemitraan atau Tenaga Luar Hubungan Kerja (TLHK) pada layanan angkutan berbasis aplikasi.
Kepala Biro Humas Kemnaker Chairul Fadli Harhap mengatakan jika pembahasan tersebut masih dikaji secara internal.
“Kami masih melakukan dialog untuk menyerap aspirasi seluruh pihak terkait hal-hal yang perlu diatur,” ujar Chairul.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja Dita Indah Sari mengatakan saat ini peraturan tersebut sedang dalam tahap sosialisasi ke aplikator dan pengemudi ojol.
Beberapa poin yang rencananya akan diatur Peraturan Kemnaker tentang kemitraan atau TLHK pada layanan angkutan berbasis aplikasi antara lain:
- Usia minimal pengemudi ojol yaitu 18 tahun dan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang didaftarkan pada aplikasi ojol.
- Jam kerja tidak boleh lebih dari 12 jam per hari, termasuk waktu menunggu order dari penumpang. Aplikator atau operator aplikasi seperti Gojek, Grab, Maxim, dan sejenisnya harus menonaktifkan aplikasi pengemudi ojol jika lama jam kerja telah mencapai 12 jam.
- Imbal hasil yang terdiri dari komisi, bonus, dan insentif harus disepakati oleh perusahaan aplikator dengan pengemudi ojol.
- Adanya jaminan sosial untuk pengemudi ojol maupun kurir online yang wajib didaftarkan oleh perusahaan transportasi berbasis aplikasi online sebagai peserta bukan penerima upah.
- Perusahaan aplikasi juga harus mengatur mengenai Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) kepada mitra pengemudi ojol pada syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja.