Sediksi.com – Ratusan dokter muda dari rumah sakit terbesar di Korea Selatan meninggalkan pekerjaannya pada Selasa, yang mana aksi tersebut berdampak secara signifikan pada terganggunya pelayanan kesehatan di negara tersebut (20/2).
Para dokter tersebut mogok kerja dan turun ke jalan. Sehingga tenaga medis yang tersisa di rumah sakit saat pemogokan ini berlangsung berkurang secara drastis.Â
Demo ini terjadi karena pemerintah Korsel berencana mengatasi masalah kekurangan jumlah dokter di negara tersebut dengan menambah kuota sekolah kedokteran yang ternyata, ide ini ditolak oleh para dokter muda tersebut. Â
Penyebab dokter di Korsel demo
Para dokter di Seoul menolak rencana kebijakan tersebut karena masalah kurangnya jumlah dokter di Korea Selatan seharusnya tidak diselesaikan dengan cara seperti itu, yaitu menambah sekolah kedokteran.
Mereka berpendapat bahwa Korea Selatan tidak membutuhkan lebih banyak dokter karena jumlah dokter sudah mencukupi dan bahwa perubahan kebijakan tersebut justru akan menurunkan kualitas layanan medis di masa depan.
Lagipula, penambahan dokter melalui menambahkan kuota untuk sekolah kedokteran tidak diperlukan karena populasi di Korea Selatan menurun. Sehingga beban kerja dalam beberapa tahun ke depan tidak akan mengkhawatirkan seperti yang dibayangkan oleh pemerintah.
Selain itu, akses terhadap pelayanan kesehatan di negara tersebut dinilai sudah baik.
Sedangkan masalah sebenarnya yang tidak diperhatikan oleh pemerintah dan kerap menjadi keluhan dokter di Korea Selatan adalah soal jam kerja yang terlalu panjang dan sama sekali tidak sehat serta gaji yang tidak merata.
Maka dari itu, para dokter di Seoul menolak rencana penambahan kuota sekolah kedokteran. Dalam demo ini, mereka menuntut pemerintah untuk menggunakan cara yang lebih baik untuk mengalokasikan atau mengirim dokter ke departemen medis yang kurang populer seperti perawatan anak, kebidanan dan ginekologi, serta menaikkan gaji.
Alasan adanya departemen medis yang kurang populer
Di luar negeri, Korea Selatan populer dengan layanan operasi plastik dan dermatologi yang canggih. Sehingga banyak orang dari luar negeri yang berkunjung ke negara ini untuk menjalankan prosedur tersebut.
Di dalam negeri sendiri, tidak berbeda. Sehingga banyak orang Korea yang kuliah kedokteran, lebih memilih untuk menjadi dokter di kedua departemen tersebut karena lebih menjamin karier dan gaji.
Biaya medis departemen tersebut tidak diregulasi oleh sistem asuransi kesehatan, tapi ditentukan sendiri oleh dokter yang bersangkutan. Sehingga sangat mungkin bagi dokter di departemen ini untuk membuat biaya medis menjadi lebih mahal.
Di Korea Selatan, gaji untuk dokter kandungan yang membantu proses persalinan oleh jauh lebih rendah dibanding perawatan kulit laser sederhana yang dilakukan oleh dokter kulit.
Contoh tersebut menjadi salah satu alasan utama banyaknya calon dokter yang lebih memilih untuk bekerja di departemen kecantikan.
Respon pemerintah Korea Selatan terhadap tuntutan
Menanggapi tuntutan tersebut, pemerintah mengatakan departemen medis yang kurang populer dan terdampak oleh sistem biaya layanan (fee-for-service) nantinya akan mendapatkan keuntungan dari biaya polis publik berdasarkan polis asuransi kesehatan yang diumumkan awal bulan ini.
Sehingga departemen pediatri, perawatan kritis, kesehatan mental, dan penyakit menular akan menerima pembayaran tergantung pada urgensi prosedur dan kesulitan serta risiko layanan yang tidak tercermin dalam sistem biaya layanan.
Sebelumnya, pemerintah Korea Selatan menyatakan pada 6 Februari bahwa mereka akan meningkatkan kuota pendaftaran sekolah kedokteran sebanyak 2.000 mulai tahun 2025. Dari saat ini 3.058, di tengah kekhawatiran negara tersebut akan mengalami krisis dokter.
Terkait demo yang dilakukan oleh dokter muda ini sendiri, Perdana Menteri (PM) Korea Selatan Han Duck-soo mengkritik tindakan pemogokan kolektif para dokter, menggarisbawahi risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat dengan meninggalkan pekerjaan mereka.
Hasil polling dominan setuju menambah kuota untuk sekolah kedokteran
Sebelum terjadinya aksi mogok kerja, jajak pendapat Gallup Korea pada 16 Februari menunjukkan bahwa 76% responden mempunyai pandangan positif terhadap rencana pemerintah menambah kuota untuk sekolah kedokteran.Â
Sementara persentase pihak yang tidak setuju dan menganggapnya sebagai rencana negatif ada 16%.
Namun, lima rumah sakit terbesar di Korea Selatan yang terdiri dari Rumah Sakit Universitas Nasional Seoul, Rumah Sakit Severance, Rumah Sakit Samsung Seoul, Rumah Sakit Seoul Asan, dan Rumah Sakit Seoul Saint Mary berencana untuk mengundurkan diri jika kebijakan tersebut disahkan.
Yang apabila betul dilakukan, akan berdampak buruk pada jadwal operasi dan mengurangi kemampuan rumah sakit untuk memelihara ruang operasi. Dan pada jangka panjang, memengaruhi persepsi publik terhadap dokter dan pemerintah secara negatif.Â