Profil Salim Kancil, Aktivis yang Nyawanya Direnggut karena Tambang

Profil Salim Kancil, Aktivis yang Nyawanya Direnggut karena Tambang

Profil Salim Kancil

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Delapan tahun silam, Salim Kancil, seorang aktivis lingkungan hidup dibunuh secara keji pada 26 September 2015.

Sebagai seorang yang ingin mempertahankan hak penghidupannya, Salim Kancil direpresi oleh sejumlah pihak yang menghalanginya untuk menentang tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Di saat perjuangannya itu tak didengar, ia justru menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh aparat desa setempat.

Siapa sebenarnya Salim Kancil ini? Mengapa sosoknya menjadi ancaman bagi aktivitas tambang ilegal di desa tersebut?

Jelasnya, ayo simak profil Salim Kancil dan bagaimana ia bisa dibunuh secara tragis?

Profil Salim Kancil

Salim Kancil adalah seorang petani yang lahir pada 22 April 1959 di Lumajang. Sebenarnya, ia merupakan warga biasa sama seperti kebanyakan orang di desanya.

Sehari-hari, pria yang kerap disapa Salim ini menggarap area sawahnya yang hanya seluas delapan petak atau sekitar 1,5 hektar.

Lahan itulah satu-satunya sumber penghidupan Salim dan keluarga. Sawah itu berada tepat di sekitar lokasi penambangan pasir ilegal di pesisir pantai selatan Watu Pecak.

Sudah sejak 2013, dampak pertambangan pasir dirasakan petani desa Selok Awar-Awar.

Mulai dari irigasi pertaniaan yang rusak hingga aktivitas tambang yang menyebabkan air laut masuk ke daratan dan menggenangi area sawah.

Begitu juga dengan sawah milik Salim yang terkena imbas dari aktivitas tembang pasir ilegal tersebut.

Salim yang kemudian mendapati delapan petak sawah miliknya hancur dan menduga terjadi karena aktivitas tambang ilegal itu pun, mulai merasa kebingungan.

Ia bahkan mencoba beralih profesi menjadi nelayan.

Salim pun sadar, ia tak bisa mengandalkan profesinya sebagai nelayan dadakan itu. Lantas, ia mulai berinisiatif untuk mulai melakukan perlawanan terhadap praktik yang bisa merusak lingkungan itu dengan dibantu beberapa warga dan rekannya yang lain

Kegiatan tambang ilegal ini sudah mulai merusak wilayah Pantai Watu Pencak. Hal itu terlihat dari kondisi pantai yang menjadi berlubang dan sulit dilewati saat kegiatan budaya.

Aktivitas tambang pasir ilegal itu, juga sudah mengganggu hak warga untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan dari bertani.

Salim Kancil Lakukan Perlawanan

Salim Kancil mulai membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desas Selok Awar-Awar (FORUM) yang terdiri dari 12 warga yakni, Salim, Tosan, Iksan Sumar, Ansori, Sapari, Abdul Hamid, Turiman, Muhammad Hariyadi, Rosyid, Mohammad Imam, Ridwan dan Cokrowidodo.

Upaya advokasi mulai mereka lakukan dengan cara mengirimkan surat kepada Pemerintah Desa Selok Awar-Awar, Pemerintah Kecamatan Pasirian, dan Pemerintahan Kabupaten Lumajang.

Pada Juni 2015, forum juga menyurati Bupati Lumajang As’at Malik untuk meminta aaudiensi perihal penolakan tambang pasir ilegal. Namin, mereka tak ditanggapi.

Mulailah pada 9 September 2015, forum menggelar aksi damai di Balai Desa Selok Awar-Awar perihal meminta untuk penghentian aktivitas truk bermuatan pasir .

Kepala Desas Haryono pun bertindak menandatangani surat pernyatan untuk menghentikan aktivitas tambang.

Akan tetapi, Haryono justru berdalih dan menjadi pendukung adanya pertambangan ilegal tersebut.

Ia lalu menyuruh beberapa preman untuk mulai mengintimidasi warga yng menolak tambang pasir.

Dikarenakan mendapatkan ancaman dan intimidasi pembunuhan, Salim bersama warga lainnya meminta bantuan Polres Lumajang.

Kasat Reskrim menanggapi laporan tersebut dan menjamin keamanan anggota forum, mereka juga akan melakukan koordinasi dengan polsek Pasirian.

Pada 25 September 2015, warga kembali melakukan konsolidasi aksi menolak tambang pasir ilegal. Aksi itu kembali dilakukan usai mereka merasa aman dan percaya dengan Kasat Reskrim Polres Lumajang.

Tanpa sepengetahuan Salim dan warga, rupanya beberapa preman sebelumnya yang pernah menyerang mereka juga merencanakan sesuatu.

Para preman ini menargetkan Salim, karena ia dianggap orang yang paling banvokal dalam forum tersebut.

Pada 26 September 2015 pagi hari, para preman mendatangi rumah Tosan dan melakukan penganiayaan kepadanya. Tosan berhasil selamat usai warga setempat memisahkan tindakan sewenang-wenang preman tersebut.

Tak hanya sampai disitu, para preman pun datang ke rumah Salim dan langsung mengingkat kedua tangannya.

Ia dibawa ke Balai Desa dan selama diperjalanan, Salim terus dianiaya, dipukul dan dihantam dengan kayu dan batu.

Kemudian, Salim akhirnya tewas usai di digiring kembali di jalan sepi dekat pemakaman dengan kondisi tubuh tengkurap penuh bekas luka benda keras dengan posisi tangan masih terikat.

Pembunuhan Berencana Salim Kancil

Profil Salim Kancil, Aktivis yang Nyawanya Direnggut karena Tambang - Jepretan Layar 2023 09 07 pukul 21.25.48
RMOL

Sungguh keji para preman melakukan perbuatan biadab itu kepada Salim. Atas tewasnya Salim dan Tosan yang juga terluka itu, polisi pun mengusut kasus tersebut.

Polisi menetapkan 10 tersangka pada aksi pembunuhan terhadap Salim. Lemb

Lembaga Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) turut menduga adanya pembunuhan berencana dari tewasnya Salim.

Masalah ini juga sampai ke tangan Presiden Jokowi. Ia lalu, meminta Kapolri untuk mengusut kasus tersebut. Juga terbentuklah secara khusus tim yang akan mengusut kematian Salim oleh komisi hukum DPR RI.

Akhirnya, polisi menetapkan Kepala Desa Selok Awar-Awar sebagai tersangka. Kasus ini pun lalu berlanjut di pengadilan. Haryono terbukti menjadi dalang penganiayaan Tosan dan Salim.

Ada juga tersangka lain, Mad Dasir yang terbukti sebagai orang yang membawa puluhan preman melakukan aksi keji tersebut.

Hakim pun memvonis keduanya dengan hukuman 20 tahun penjara. Serta hukman 12 tahun penjara bagi 8 terdakwa lainnya dan hukuman penjara 3,6 tahun untuk 2 tersasngka yang masih di bawah umur.

Meski sudah diputuskan, pihak keluarga merasa tidak terima dengan putusan hakim. Mengingat, putusan itu ternyata lebih rendah dari tunttuan jaksas yang meminta kedua tersangka utama dipenjara seumur hidup karena melangga pasal 340 KUHP pasal 55 dan 170 ayat 2 yaitu penghilangan nyawa orang secara berencana.

Para tersangka ini juga akhirnya hanya dijerat pembunuhan biasa bukan pembunuhan berencana.

Sekali lagi, proses di pengadilan membuktikan kepada kita bahwa keadilan bagi rakyat biasa hanyalah ibarat peluru yang menghujam jantung karena amat menyakitkan dan jauh dari kata adil.

Sosok Salim Kancil akan terus dikenang sebagai pejuang lingkungan, sekaligus memberikan wawasan kepada kita akan bahayanya praktik tambang ilegal.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel