Adalah Falcon Pictures yang bisa dibilang memulai trendnya: mengangkat kembali serta memproduksi karakter-karakter film era lama untuk kemudian disesuaikan dengan selera millenial. Yang pertama kali adalah karakter ikonik Warkop DKI. Dibantu salah satu personel trio Warkop yang masih tersisa, Falcon menyelesaikan terlebih dahulu masalah hak cipta karakter tokoh Kasino dan Dono. Setelah dipastikan tidak akan ada tuntutan dari keluarga mendiang Kasino dan Dono, barulah proses produksi film dimulai. Hasilnya adalah ‘Warkop DKI Reborn’ (2016) yang kemasannya (katanya) disesuaikan dengan selera kekinian dan dibintangi aktor-aktor muda macam Vino G. Bastian, Abimana serta Tora Sudiro.
Tentu saja yang diincar Falcon tidak melulu penonton generasi Millenial, tapi juga generasi-generasi sebelumnya. Falcon juga menjual nostalgia bagi generasi yang dulunya pernah menonton film-film warkop di bioskop, layar misbar atau televisi.
Kemudian sineas dan rumah produksi film lainnya menyusul langkah Falcon. Yang sukses misalnya, ‘Pengabdi Setan’ (2017) yang dinahkodai Joko Anwar dan rumah produksi Rapi Film. Ada juga Soraya Intercine Films yang ikut memproduksi ikon film lawas: Suzanna. Beberapa foto produksi film ini bahkan sudah bocor di dunia maya. Yang akan memerankan Suzanna adalah Luna Maya.
Dengan teknik make up yang mumpuni, Luna Maya dalam foto tersebut memang sekilas tampak mirip (menurut saya) dengan Suzanna. Padahal, jika kita bandingkan muka Suzanna dan Luna Maya, tak ada kemiripan. Bentuk pipinya saja beda. Tepuk tangan untuk divisi tata riasnya. Tapi saya tidak tahu nanti apakah Luna Maya bisa menyamai aura intimidatif Suzanna apa tidak.
Lalu ada ‘Si Doel The Movie’ (2018), yang setidaknya sukses dari segi pendapatan. Karakter Si Doel memang tidak berangkat dari film layar lebar, melainkan serial televisi. Filmnya hanya meneruskan cerita dari serial dengan tetap mempertahankan aktor dan aktris aslinya. Rano Karno tetap begitu-begitu saja. Mandra ya juga begitu-begitu saja. Sukses membangkitkan nostalgia generasi bapak ibu milenial, namun dari segi kualitas: entahlah.
Yang dianggap gagal dan bahkan dicaci maki misalnya, ‘Benyamin Biang Kerok’ (2018) yang diproduksi oleh Falcon sendiri dengan menggandeng dua nama besar di industri film: Hanung Bramantyo dan Reza Rahadian.
Kemudian timbul pertanyaan. Pertama, Falcon pegang hak cipta karakter ikon lawas apa lagi? Hanya Tuhan dan orang-orang Falcon yang tahu. Atau mungkin sudah ada yang tahu, tapi sayanya saja yang ketinggalan berita. Tolong beritahu saya jika saudara-saudara tahu, biar saya yang tidak tahu ini bisa tahu setelah sebelumnya saya tidak tahu dan tidak tahu bahwa saya ini tidak tahu. Plak! Teleq!
Kemudian (kedua) apakah hak cipta karakter Rhoma Irama sudah dimiliki Falcon? Kenapa saya menanyakan hal ini? Berikut penjabarannya. Sila geser ke bawah:
Rhoma Irama. Kalau Anda, para pembaca yang budiman, tak tahu nama ini, keterlaluan sekali. Anda boleh tidak menyukai musik dangdut, bahkan bersikap antipati pada musik dangdut pun tak apa. Tapi jika anda tidak tahu nama Rhoma Irama, ya, ya sudahlah.
Rhoma Irama saat ini mungkin jarang tampil di televisi. Tapi saya yakin, ia masih sering tampil off air (sekaligus berdakwah dan mungkin juga menghimpun kekuatan politik) di kota-kota seluruh Indonesia bersama Soneta Groupnya atau Partai Idaman miliknya. Kiprahnya di industri film juga tidak bisa diragukan.
Sebelum era reformasi, setidaknya ada 26 (saya ulang dan saya eja sekaligus saya tebalkan, DUA PULUH ENAM) film yang dibintangi olehnya mulai tahun 1975 hingga 1993. Tentu saja sebagai tokoh utama. Setelah reformasi, ada 3 film yang dibintanginya, yakni ‘Dawai 2 Asmara’ (2010), ‘Sajadah Ka’bah’ (2011) dan ‘Sajadah Ka’bah 2’ (2014).
Saya pikir Falcon perlu mempertimbangkan untuk membuatkan ulang film Rhoma Irama dan mengemas karakter ini agar sesuai dengan selera kekinian (selera generasi millenial tentunya, karena setelah menonton 3 film terakhir Rhoma Irama, saya menilai film-film itu masih tidak sesuai kekinian. “Halah!”).
Mungkin memproduksi film biografinya (seperti film Chrisye) yang mengisahkan perjalanan hidupnya sejak ia berjuang mempopulerkan dangdut hingga dangdut bisa menggeser popularitas musik rock yang populer sebelumnya. Pemerannya tidak harus Rhoma Irama sendiri. Mungkin ia bisa tampil sebagai tokoh lain atau setidaknya sebagai cameo.
Mungkin juga bisa meniru pola peran Indro di film ‘Warkop DKI Reborn’. Tapi Falcon pertama-pertama harus membeli hak ciptanya pada rumah produksi milik Rhoma Irama sendiri dan meyakinkan sang Raja Dangdut bahwa Falcon bisa mengemas filmnya dengan selera kekinian.
Apa keuntungannya bagi Rhoma Irama? Selain keuntungan finansial, tentunya ia bisa semakin memperkokoh popularitas dirinya di mata generasi millenial, yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan elektabilitas partainya di Pemilu 2024 (karena partai Idaman tak lolos di Pemilu 2019).
Lalu siapa kira-kira aktor yang pantas memerankah tokoh sekaliber Rhoma Irama? Reza Rahadian. Serius. Saya tidak bercanda. Anda mungkin akan berujar “Dia lagi! Dia lagi!”. Atau mungkin ada yang berujar, “Kan dia sudah meranin tokoh ikonik lainnya. Benyamin Sueb itu!”. Ya, tapi gagal kan? Karena gagal. Sebaiknya dianggap tidak pernah ada. Seperti film ‘Green Lantern’ (2011) yang dianggap aib oleh aktor pemerannya sendiri.
Tapi mari pikir ulang dan masak-masak sampai matang. Rhoma Irama, dengan segala kontroversinya, adalah seorang tokoh besar. Biar bagaimanapun, dia adalah seorang raja dangdut yang tidak akan bisa digantikan oleh siapapun, bahkan oleh anaknya sendiri, Ridho Rhoma. Ketika musik rock berkuasa, Rhoma Irama sukses merebut pasar musik dengan cara tidak melalui musik saja, tapi melalui film.
Bagi saya, Rhoma Irama adalah tokoh yang jenius dalam hal mempopulerkan aliran musik dangdut. Ialah yang mengangkat dangdut menjadi musik yang lebih berkelas dengan mengakulturasikannya dengan musik lainnya, dari rock hingga jazz. Jadi, siapa lagi yang bisa memerankan tokoh sekaliber ini selain Reza Rahadian yang kebesaran nama dan kompetensi aktingnya sudah tidak perlu diragukan lagi?
Mari lihat ulang akting Reza Rahadian sebagai Habibie. Tak ada kemiripan fisik, tapi orang banyak mengakui bahwa mereka menyukai penampilannya sebagai Habibie di beberapa film. Saya rasa bukan sesuatu yang sulit bagi Reza Rahadian untuk meniru bahasa tubuh Rhoma Irama. Penampilan fisik? Ah coba lihat itu Luna Maya sebagai Suzanna. Bisa kan? Mirip kan?
Reza Rahadian dipermak fisik dan penampilannya seperti Rhoma Irama, itu bukan hal muskil. Mata sendu Rhoma Irama bisa ditiru oleh Reza Rahadian. Yang agak berat mungkin, Reza Rahadian harus les vokal dulu untuk menyetel cengkok dangdutnya dan menyesuaikan suaranya sebagai penyanyi dangdut (ngomong-ngomong, bagi yang belum tahu, Reza Rahadian juga bisa nyanyi dan pernah tampil sebagai penyanyi. Sila cari di youtube).
So, kalau bukan Reza Rahadian, siapa lagi? Anaknya Rhoma Irama? Beuh.
Kalau ini terlalu rumit, ada lagi tokoh ikonik film lawas yang mungkin perlu difilmkan ulang. Eva Arnaz. Siapa aktris muda saat ini yang cocok memerankannya? Cari saja bintang film perempuan yang keteknya berbulu lebat.