Tragedi Jonestown 1978 Bunuh Diri Massal: ‘Surga’ yang Berubah Menjadi Neraka

Tragedi Jonestown 1978 Bunuh Diri Massal: ‘Surga’ yang Berubah Menjadi Neraka

Tragedi Jonestown 1978 Bunuh Diri Massal

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Jika sedang mencari contoh paling ekstrem dari fanatisme agama/kepercayaan dan manipulasi psikologis, Anda mungkin tidak akan menemukan yang lebih mengerikan daripada Tragedi Jonestown 1978 bunuh diri massal.

Pada tanggal 18 November 1978, lebih dari 900 orang, termasuk anak-anak, tewas dalam aksi bunuh diri massal di sebuah komune pertanian di Guyana, Amerika Selatan.

Mereka adalah anggota dari sekte People Temple atau Kuil Rakyat yang dipimpin oleh Jim Jones, seorang pendeta karismatik yang mengklaim dirinya sebagai nabi dan mesias.

Sebagai catatan, konten ini mengandung banyak deskripsi tentang kekerasan, manipulasi psikologi dan bunuh diri, jadi bijak dalam membacanya.

Tragedi Jonestown 1978 bunuh diri massal

Tragedi Jonestown 1978 Bunuh Diri Massal: ‘Surga’ yang Berubah Menjadi Neraka - Jim Jones
Sosok Jim Jones – Image from Vocal Media

Cerita yang tragis dan melegenda tentang tragedi Jonestown 1978 bunuh diri massal ini dimulai dengan mimpi Jones untuk menciptakan sebuah masyarakat yang ideal, tanpa rasisme, kelas sosial, atau ketidakadilan.

Jones mendirikan Kuil Rakyat, sebuah sekte Kristen pada tahun 1950-an di Indianapolis, Amerika Serikat, dan menarik banyak pengikut dari kalangan orang kulit hitam dengan khotbahnya yang berapi-api, karena ia memang dikenal karena keterampilan pidatonya.

Pesan Jones tentang inklusivitas dan komunitas bergema dengan banyak orang yang merasa terpinggirkan dalam masyarakat.

Di bawah sebuah kedok gerakan keagamaan yang progresif, Kuil Rakyat berkembang pesat, dan mendirikan cabang-cabang di California dan lokasi lainnya.

Pengaruh Jones terhadap pengikutnya semakin kuat, dan kelompok yang didirikannya ini berevolusi menjadi sebuah komunitas yang sangat erat yang mengaburkan batas antara pengabdian agama dan kepatuhan seperti pemujaan.

Penyebab dari kenapa ada tragedi Jonestown 1978 bunuh diri massal ini intinya ada di Jim Jones itu sendiri yang penuh misteri dan manipulatif.

Ia mempunyai kontrol penuh terhadap pengikutnya. Dia menggunakan taktik manipulasi psikologis, mengeksploitasi kerentanan mereka dan menanamkan rasa takut dan ketergantungan dengannya.

Pada tahun 1965, ia memindahkan kelompoknya ke California Utara, dan kemudian ke San Francisco pada tahun 1971.

Di San Francisco, Jones mendapatkan pengaruh politik dan dukungan dari tokoh-tokoh penting, seperti Walikota George Moscone dan Anggota Kongres Harvey Milk.

Namun, ia juga mendapat sorotan media yang mengungkap berbagai skandal yang melibatkan Kuil Rakyat, seperti penipuan keuangan, pelecehan seksual, penganiayaan fisik, dan penyiksaan anak-anak.

Jones yang semakin paranoid dan kecanduan obat-obatan, merasa terancam oleh pemerintah AS dan musuh-musuhnya. Ia pun mengajak para pengikutnya untuk pindah ke Guyana, sebuah negara terpencil di Amerika Selatan, di mana ia telah membeli sebidang tanah seluas 3.800 hektar untuk mendirikan Jonestown, sebuah komune pertanian yang ia sebut sebagai surga di bumi.

Namun, Jonestown ternyata bukan surga yang dijanjikan Jones. Para pengikutnya yang tinggal di sana dipaksa untuk bekerja keras di ladang, hidup dalam kondisi yang buruk, dan menerima makanan yang minim.

Mereka juga diawasi ketat oleh penjaga bersenjata, dilarang berkomunikasi dengan dunia luar, dan didoktrin dengan propaganda Jones yang disiarkan melalui pengeras suara sepanjang hari.

Jones juga sering mengadakan latihan bunuh diri, di mana ia menyuruh para pengikutnya untuk minum minuman yang diklaim mengandung racun, untuk menguji kesetiaan dan kesiapan mereka menghadapi serangan musuh.

Puncak Tragedi

Tragedi Jonestown 1978 Bunuh Diri Massal: ‘Surga’ yang Berubah Menjadi Neraka - jonestown massacre 1
Image from Vintag

Puncak tragedi Jonestown 1978 bunuh diri massal ini terjadi pada tanggal 18 November 1978, ketika Anggota Kongres AS Leo Ryan datang ke Jonestown bersama sejumlah wartawan dan pengamat untuk menyelidiki kondisi sekte tersebut.

Ryan yang mendengar adanya laporan dari mantan anggota Kuil Rakyat tentang kekejaman yang terjadi di Jonestown, ingin membantu para pengikut yang ingin keluar dari sana.

Pada awalnya, kunjungan berjalan lancar, tetapi keesokan harinya, ketika Ryan dan rombongannya hendak kembali ke bandara, beberapa anggota Kuil Rakyat menembaki mereka. Ryan dan empat orang lainnya tewas, sementara beberapa lainnya terluka.

Jones yang mengetahui insiden tersebut, merasa bahwa ini adalah saatnya untuk melakukan “revolusi putih”, yaitu bunuh diri massal sebagai bentuk protes terhadap dunia yang jahat.

Ia memerintahkan para pengikutnya untuk berkumpul di paviliun utama, dan menyajikan minuman yang dicampur dengan sianida, obat penenang, dan sirup. Ia juga menyuruh mereka untuk menyuntikkan racun ke mulut anak-anak mereka.

Mereka yang menolak atau mencoba melarikan diri, diancam atau ditembak mati oleh penjaga Jones. Dalam waktu kurang dari satu jam, lebih dari 900 orang tewas, termasuk Jones sendiri yang menembak kepalanya. Hanya sedikit yang berhasil selamat, insiden ini tetap menjadi salah satu bunuh diri massal terbesar dalam sejarah.

Lalu ketika para pejabat Guyana tiba di Jonestown esok harinya, mereka menemukan ada ratusan mayat yang memenuhi tempat tersebut. Banyak yang tewas dengan tangan merangkul satu sama lainnya.

Hanya beberapa yang berhasil merikan diri ke hutan, termasuk beberapa putra Jones sendiri, yang selamat karena mereka berada di bagian lain Guyana pada saat itu.

Dan itulah tragedi Jonestown 1978 bunuh diri massal, kejadian ini tentu waktu itu mengguncang dunia, dan menimbulkan pertanyaan mendalam tentang sebesar apa kekuatan manipulasi dan bahaya kepemimpinan yang tidak terkendali.

Peristiwa ini mendorong perubahan signifikan dalam pemahaman dan regulasi tentang sekte, gerakan keagamaan dan manipulasi psikologi.

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel