Sediksi.com – Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sedang ramai lagi di Indonesia baru-baru ini.
Pemerintah sendiri bersama Polri sudah melakukan upaya mulai dari menyelematkan para korban TTPO hingga menangkap pelaku TPPO.
Kasus TPPO rupanya juga berkaitan dengan maraknya imigran gelap yang bisa menjadi pemicu perdagangan orang.
Menkopolhukam Mahfud MD mengungkapkan bahwa TPPO menjadi ancaman kejahatan transnasional.
“Pada pertemuan APAC 2023 yang saya pimpin bersama Bu Menlu di Labuan Bajo, Indonesia menyampaikan keprihatinannya mengenai maraknya kasus tindak pidana perdangan orang atau TPPO yang diakibatkan oleh penyalahgunaan teknologi informasi,” ujarnya dalam seminar nasional ASEAN 2023 yang disiarkan di YouTube Kemenko Polhukam, Kamis (13/7).
Peningkatan Kasus TPPO
Mahfud menyebutkan jenis kejahatannya berupa adanya imigran ilegal yang dijadikan budak di luar negeri.
“Misalnya kita ini selalu menerima mayat-mayat yang menjadi korban TPPO, orang dijadikan pekerja di luar negeri tau-tau dijadikan budak, orang dijanjikan kerja di luar negeri tau-tau passportnya ditahan, gajinya tidak dibayar alasan sudah kontrak,” katanya.
“Baru boleh pulang kalau kontraknya sudah habis dan siapa yang menandatangani kontrak itu, bukan yang bersangkutan, tapi agen di sini dan itu sulit diselesaikan,” imbuhnya.
Baca Juga: Perbedaan Diaspora, Imigran, dan Migran
Ia melanjutkan bahwa dalam waktu satu bulan saja, sudah banyak ribuan yang menjadi korban TPPO dan berhasil diselamatkan.
“Dimulai tanggal 5 Juni, seminggu kemudian sesudah Presiden memberi arahan, sampai 5 Juli, dalam satu bulan kita itu berhasil menyelamatkan 1.943 korban TPPO,” terangnya.
Sementara, tindakan mengirimkan, menjual dan menjadi agen pengiriman orang dengan TTPO sebanyak 658 orang sebagai tersangka.
Mahfud juga mengatakan saat ini pekerja migran Indonesia di luar negeri berdasarkan catatan BP2MI jumlahnya sebanyak 9,2 juta orang dan 4,6 juta diantaranya adalah pekerja ilegal.
Pekerja ilegal yang tersebar di berbagai negara diantaranya dengan modus seperti jalur berangkatan yang tidak benar, kontraknya disandera orang, paspornya palsu ketika berangkat karena melibatkan jaringan internasional. Mahfud lalu memberikan contoh mekanisme paspor palsu bisa berhasil lolos.
“Kok bisa paspor palsu lolos gitu, ya bisa saja disini mungkin lolos lalu disana ada yang menerima dan seterusnya,” terangnya.
Kasus-Kasus TPPO
Sebenarnya, jenis kasus-kasus TPPO tidak hanya mengenai imigran ilegal. Sebelumnya, Mahfud sudah menyebutkan ada beberapa jenis TPPO yang saat ini sedang marak di Indonesia.
“Jadi kalau jenis-jenis kejahatannya, orang itu ada yang online scammer, perjudian, prostitusi, ada juga pekerja-pekerja kasar di kapal-kapal, pekerja rumah tangga di berbagai tempat yang tidak digaji tapi tidak boleh pulang karena ada kontrak, ada penyiksaan juga di berbagai negara itu pada TKI kita,”jelasnya pada Konferensi Pers terkait TPPO pada Selasa, (4/7) lalu.
Ia juga menyebut ada jenis kejahatan baru TPPO yaitu berupa perdagangan organ tubuh.
“Coba sekarang orang dikirim di luar negeri, ginjalnya dijual ditampung di berbagai rumah sakit dan tidak mendapatkan perawatan yang memadai juga,” ungkapnya.
Ia sendiri mendapatkan laporan dari polri, bahwa ada 14 orang di suatu negara yang saat ini masih tertahan di rumah sakit dengan jual ginjal.
“Waktu berangkat dari sini bilang mau bekerja di restoran, sudah di sana kontrak jual ginjal itu jenisnya,” sambungnya.
Berdasarkan laporan dari Satgas TPPO, korban tersebut diantaranya ada pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal sebanyak 65,5%, pekerja seks komersial (PSK) berjumlah 26,5%, pekerja anak yang dieksploitasi jumlahnya mencapai 6,6% dan pekerja anak buah kapal (ABK) sebanyak 1,43%.
Mahfud menerangkan bahwa jumlah tersebut belum termasuk dari korban perdagangan organ tubuh.
Baca Juga: Antara Baboe dan Kicau Fahri Hamzah
Bentuk Satgas sebagai Upaya Pemerintah Mengatasi TPPO
Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan bahwa pemberantasan TPPO ini dilakukan oleh gugus tugas yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 22 Tahun 2021.
Ia juga menerangkan bahwa dalam perkembangannya, ketua tugas pelaksana dialihkan dari yang awalnya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) menjadi tugasnya diemban Kapolri.
“Ketua pelaksana ini dialihakan dari menteri PPA ke Kapolri dan bobot masalahnya lebih ditekankan pada aspek penegakan hukum tertutama dari sisi perkara pidananya, kalau dari sisi masalah penanganan secara sosial itu melekat dengan program yang lain terutama di Kementerian Sosial,” terangnya.
Penjelasan Muhadjir tersebut sejalan dengan keterangan Mahfud MD bahwa maraknya kasus TPPO tahun 2023 ini, Presiden Jokowi telah menginstruksikan agar diakukan langkah-langkah yang tegas.
“Presiden mengeluarkan instruksi pada tanggal 29 Mei tahun 2023 agar dilakukan langkah-langkah yang lebih tegas dengan mengangkat kapolri sebagai ketua pelaksana gugus tugas tim pemberantasan tindak pidana perdagangan orang,” katanya.
Rupanya satgas tersebut tidak hanya melibatkan jajaran Polri dan Kemenko Polhukam, tetapi juga dibantu oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kementerian PMK, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan unsur lainnya.