Sediksi.com – Pembuangan sisa air limbah nuklir Fukushima ke laut sudah dimulai sejak 24 Agustus lalu. Sejak itu juga, protes terhadap limbah nuklir Jepang dibuang ke laut semakin naik hingga menyebabkan masalah-masalah lainnya.
Beberapa restoran di Jepang diteror oleh nomor ponsel asal Tiongkok, demo warga Korea Selatan (Korsel) di depan Kedutaan Jepang, penurunan penjualan makanan laut, dan melonjaknya harga garam.
Kendati pemerintah Jepang, Korsel, dan International Atomic Energy Agency (IAEA) sudah memastikan keamanan air yang dibuang ke Samudera Pasifik, kebanyakan warga masih meragukan klaim tersebut.
Presiden Korea Selatan sediakan seafood selama seminggu
Selama seminggu ke depan mulai 28 Agustus, Yoon Suk Yeol, Presiden Korsel menyediakan menu makanan laut di kafetaria Kantor Kepresidenan.
Inisiasi ini dibuka dengan diselenggarakannya makan siang bersama Yoon Suk Yeol dengan politikus Korsel lainnya.
Harapannya, bisa meyakinkan warga Korsel bahwa seafood yang mereka konsumsi aman dimakan dan tidak perlu khawatir dengan kandungan radioaktif di dalamnya.
Menurut siaran pers Kantor Presiden, pengunjung kafetaria sejak adanya inisiasi ini meningkat hingga 1,5 kali lebih banyak dari biasanya.
Mereka juga mengatakan bahwa menu seafood yang disediakan lebih cepat habis dibandingkan dengan menu lainnya.
Pedagang ikan di Seoul harus memasang bendera Korea Selatan
Pasar ikan Noryangjin yang terletak di Kota Seoul seketika sepi pelanggan pada hari pertama air sisa limbah nuklir Fukushima mulai dibuang ke laut.
Kondisi ini semakin tidak diduga-duga oleh para pedagang karena selama satu hari, hanya ada satu sampai dua pelanggan yang datang ke pasar ikan Noryangjin pada 24 Agustus.
Para pedagang kemudian berinisiasi untuk memasang bendera Korsel untuk meyakinkan pelanggan bahwa ikan-ikan yang mereka jual adalah ikan domestik, bukan ikan yang diimpor dari Jepang.
Sehingga diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan pelanggan kepada ikan yang mereka jual.
Upaya ini cukup berdampak positif karena lebih banyak pelanggan mulai mengunjungi pasar ikan ini lagi. Meskipun jumlah mereka masih tidak sebanyak sebelumnya.
Menurut pernyataan Yoo, pedagang yang sudah beroperasi di pasar ikan ini sejak 1994, penurunan penjualan sejak tanggal 24 Agustus sangat drastis, mencapai 40%.
Ia juga mengatakan bahwa penurunan drastis ini lebih buruk dari krisis International Monetary Fund (IMF) pada 1997. Karena bahkan saat krisis ekonomi terjadi di tahun tersebut, jumlah pengunjung yang datang ke pasar masih lebih banyak dibanding dengan yang terjadi sekarang.
Menteri Jepang pamer cicipi sashimi dari Fukushima
Yasutoshi Nishimura, Menteri Perekonomian, Perdagangan, dan Industri Jepang bersama timnya mendemonstrasikan makan sashimi yang dihasilkan dari ikan di Fukushima, lokasi infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yang mengalami kebocoran radioaktif akibat bencana gempa dan tsunami tahun 2011.
Aksi demonstrasi makan sashimi Fukushima yang diramaikan oleh media ini dilakukan untuk memperbaiki reputasi negatif perusahaan listrik Tokyo, yang bertanggung jawab atas pembuangan air radioaktif ke laut.
“Enak dan segar. Saya mengapresiasi semangat dan kebangaan para nelayan Fukushima,” ucap Nishimura kepada wartawan pada 28 Agustus.
Sebagai warga Jepang sendiri, mereka melakukan hal ini juga untuk meyakinkan warga Jepang lainnya dan di luar negeri akan keamanan ikan yang diproduksi pasca pembuangan air limbah nuklir ke laut.
Bahwa makanan laut yang dihasilkan dari Samudera Pasifik nanti tidak akan memiliki kadar radioaktif yang membahayakan.
Jepang yakin dengan keputusan ini karena sejak Juli lalu sudah mengantongi izin dari IAEA, organisasi yang mengawasi pengelolaan nuklir, yang posisinya diakui secara internasional.
Pemilik restoran di Jepang diteror oleh nomor ponsel asal Tiongkok
Warga Jepang yang tidak punya kuasa atas pengambilan keputusan terkait pembuangan air radioaktif ke laut pun tidak luput dari desakan warga negara lain.
Beberapa restoran di Jepang, terutama yang terletak di Kota Tokyo, beberapa waktu belakangan sering mendapat teror dari nomor ponsel asal Tiongkok.
Ancaman ini kemudian mengalami eskalasi ke masalah-masalah lainnya, termasuk Jepang yang tidak terima disalahkan oleh Tiongkok. Sedangkan kesalahan Tiongkok terhadap Jepang juga tidak sederhana.
Kejadian ini kemudian naik hingga mengganggu hubungan diplomasi Jepang-Tiongkok.
Karena dengan adanya teror ini, Jepang jadi bisa menempatkan dirinya sebagai korban dari reaksi berlebihan yang dilayangkan oleh Tiongkok.
Sedangkan bagi Tiongkok dan Korsel, jika Jepang tidak membuang air radioaktif ke laut, permasalahan ini tidak akan pernah ada.