2 Alasan Jepang Terobsesi dengan Kebersihan dan Kerapian

2 Alasan Jepang Terobsesi dengan Kebersihan dan Kerapian

alasan jepang terobsesi dengan kebersihan

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Ketika menyebut negara Jepang, salah satu hal pertama yang terlintas di kepala pasti soal kebersihan dan kerapian. 

Semua ini dicapai tentunya oleh warganya yang punya kesadaran untuk terus menjaga kebersihan dan melestarikan budaya tersebut.

Benar, menjaga kebersihan dan kerapian baik diri sendiri maupun lingkungan sekitar menjadi budaya yang dilakukan secara kolektif di Jepang, dan sudah berlangsung untuk waktu yang sangat lama.

Lebih jauh lagi, ada beberapa alasan yang mendasari budaya bersih dan rapi Jepang bisa bertahan lama hingga membuatnya terlihat seperti obsesi di mata negara lain yang kurang menjaga kebersihan. 

Apa sajakah alasan-alasan tersebut? Simak artikel berikut ini.

Filosofi Shinto dan Budha

2 Alasan Jepang Terobsesi dengan Kebersihan dan Kerapian - Oscar Espinosa Shutterstock.com 1920x1280 1
Orang Jepang sedang menjalankan ritual penyucian menggunakan onesa (shutterstock/oscar espinosa)

Shinto, kepercayaan yang berasal dari Jepang, merupakan keyakinan pertama yang dianut oleh orang Jepang. Jauh sebelum kepercayaan lain masuk, termasuk Budha.

Makna Shinto adalah ‘jalan para dewa’ yang mengajak orang Jepang untuk mengabadikan jati diri mereka. 

Kebersihan, merupakan inti dari Shinto. Sehingga menjaga kebersihan dinilai sebagai bentuk kepatuhan terhadap ajaran Shinto.

Agama Budha juga mengajarkan hal yang serupa. Ketika Budha masuk pada abad ke-6, pesan menjaga kebersihan yang diajarkan dalam agama ini hanya bersifat untuk memperkuat ajaran yang sudah dipraktikkan oleh orang Jepang.

Meski diyakini sudah dipraktikkan lebih lama, Shinto baru ditetapkan sebagai agama nasional Jepang pada Periode Meiji (1868–1912). 

Aspek spiritual inilah yang mendasari bertahannya budaya menjaga kebersihan di Jepang. Dengan memiliki keyakinan ini, setiap individunya akan terdorong untuk mematuhi ajaran tersebut. Sehingga kebersihan di Jepang pun selalu terjaga.

Konsep utama dari Shinto adalah kegare (kotor) yang merupakan lawan dari suci. Maka ritual penyucian/pemurnian harus sering-sering dilakukan untuk menangkal kegare ini.

Kemudian hal-hal yang dianggap kegare bisa beragam. Mulai dari kematian, penyakit, sampai dengan segala sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan. 

Mereka meyakini bahwa dengan rajin melakukan ritual menyucikan diri dan lingkungan, bisa membantu menghindarkan masyarakat dari bencana. 

Begitulah yang disampaikan oleh Noriaki Ikeda, asisten pendeta Shinto di Kuil Kanda di Hiroshima ketika diwawancarai oleh BBC Travel. 

Bentuk ritual penyucian ini bisa melimpah dan selalu ada di aktivitas sehari-hari. Apa saja di antaranya?

  • Pengunjung membilas tangan dan mulut di baskom air batu sebelum masuk kuil Shinto
  • Ritual penyucian yang dilakukan oleh pendeta menggunakan onusa, alat yang menyerupai kemoceng. Objek yang paling sering disucikan di antaranya mobil baru, manusia, dan benda-benda lain
  • Tidak menggunakan kata-kata kasar
  • Terhubung dengan alam yang bisa dilakukan dengan cara menyempatkan waktu untuk jalan-jalan di lingkungan terbuka
  • Mandi sebelum tidur. Di jepang, mandi malam sebelum tidur adalah kegiatan sehari-hari yang umum. Tujuannya untuk membersihkan diri secara jasmani maupun rohani
  • Mengekspresikan rasa syukur. Misalnya mengucapkan itadakimasu sebelum makan, yang bisa diartikan sebagai rasa terima kasih kepada siapapun yang berperan dalam menyajikan makanan tersebut ke meja.

Kebersihan dan kesehatan

2 Alasan Jepang Terobsesi dengan Kebersihan dan Kerapian - kyodo news
Shohei Ohtani, atlet bisbol dari Jepang yang sudah bergabung dengan Major League Baseball (MLB), liga bisbol tertinggi di Amerika, masih mempertahankan budaya membuang sampah pada tempatnya (kyodo news)

Memahami alasan lain Jepang terobsesi pada kebersihan dan kerapian tidak perlu dipikir terlalu rumit.

Sesederhana karena orang Jepang meyakini pentingnya menjaga kebersihan, kesehatan, dan higienitas. 

Sehingga menjaga kebersihan dan kerapian bukan hanya untuk alasan spiritual, tapi juga praktis. 

Kebiasaan bersih-bersih ini membantu mencegah penyebaran bakteri dan penyakit, yang menjadi perhatian utama bagi negara lembab seperti Jepang misalnya.

Kondisi ini juga yang membuat umum sekali melihat orang di Jepang mengenakan masker di tempat umum, terutama bagi orang yang sedang merasa tidak sehat.

Jepang juga melestarikan budaya ohsoji, kebiasaan bersih-bersih total yang dilaksanakan setiap tahun pada akhir bulan Desember untuk menyambut Tahun Baru.

Meskipun praktik budaya ini sebenarnya semakin menurun yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan demografi masyarakat Jepang modern. 

Tapi, Jepang masih mempertahankan prinsip bersih-bersih dimana mereka  terbiasa membuang sampah pada tempatnya, sekalipun sampah itu bukan miliknya.

Banyak sekolah di Jepang bahkan memasukkan prinsip ini di kurikulum atau peraturan sekolah sebagai bentuk pendisiplinan kepada muridnya.

Selain aspek praktis, banyak orang Jepang meyakini bahwa meninggalkan sampah di bukan tempatnya bisa menyebabkan masalah untuk orang lain.

Penilaian ini bisa dikembalikan pada kebanyakan orang Jepang yang menjunjung rasa tenggang hati terhadap orang lain.

Bahwa dengan memungut sampah orang lain dan membuang sampah pada tempatnya, karma baik akan kembali padanya. 

Keyakinan ini mendorong mereka untuk rajin dan tekun menjaga kebersihan serta kerapian. Hingga ke hal-hal spesifik yang mungkin tidak terlalu diperhatikan oleh kebanyakan orang lainnya.

Pada poin tersebut, bisa dikatakan bahwa prinsip ini sebenarnya masih beririsan dengan ajaran Shinto. 

Itu dia dua alasan Jepang terkesan memiliki obsesi kepada kebersihan dan kerapian. Yang ternyata memang sudah menjadi prinsip mereka sejak lama, dan menjadi Prinsip mereka untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungannya sangat didasarkan pada keyakinan mereka. 

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel