Tragedi Kelam: Pembersihan Etnis Selama Perang Bosnia

Tragedi Kelam: Pembersihan Etnis Selama Perang Bosnia

Pembersihan Etnis Selama Perang Bosnia

DAFTAR ISI

Sediksi – Perang Bosnia (1992-1995) adalah salah satu konflik paling brutal di Eropa sejak Perang Dunia II. Perang ini melibatkan tiga kelompok etnis utama: Bosnia (Muslim), Serbia (Kristen Ortodoks), dan Kroasia (Katolik).

Perang ini ditandai dengan kekejaman yang meluas, termasuk pembersihan etnis selama perang Bosnia, genosida, pemerkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan massal.

Pembersihan etnis selama perang Bosnia ini adalah pemindahan secara sistematis kelompok etnis atau agama tertentu dari suatu wilayah dengan paksaan atau intimidasi, yang sering disertai dengan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi penyebab, konsekuensi, dan pelajaran dari pembersihan etnis selama perang Bosnia.

Pembersihan etnis selama Perang Bosnia

Tragedi Kelam: Pembersihan Etnis Selama Perang Bosnia - Perang Bosnia
Pasukan penjaga perdamaian PBB Belanda duduk di atas pengangkut personel lapis baja saat pengungsi Bosniak dari Srebrenica berkumpul di desa terdekat Potocari pada 13 Juli 1995. (Image from Aljazeera)

Pembersihan etnis selama perang Bosnia terjadi terutama dilakukan oleh pasukan Serbia terhadap etnis Bosnia dan Kroasia.

Serbia ingin menciptakan “Serbia Raya” yang akan mencakup sebagian wilayah Bosnia dan Herzegovina, serta Kroasia dan Kosovo.

Mereka juga takut kehilangan dominasi politik dan budaya mereka di bekas Yugoslavia, yang telah hancur setelah runtuhnya komunisme.

Serbia menargetkan kota-kota dan desa-desa yang didominasi oleh orang Bosnia dan Kroasia di bagian timur dan utara Bosnia, seperti Zvornik, Foca, Visegrad, Prijedor, dan Srebrenica.

Mereka menggunakan berbagai cara untuk mengusir atau melenyapkan penduduk non-Serbia, seperti menembaki, membakar, menjarah, memperkosa, menahan di kamp konsentrasi, dan mengeksekusi.

Beberapa pembantaian yang paling terkenal terjadi di Srebrenica, di mana lebih dari 8.000 pria dan anak laki-laki Bosnia dibunuh oleh pasukan Serbia pada bulan Juli 1995; dan di Ahmici, di mana lebih dari 100 penduduk sipil Kroasia dibantai oleh pasukan Kroasia Bosnia yang bersekutu dengan Serbia pada bulan April 1993.

Orang Bosnia dan Kroasia juga melakukan beberapa tindakan pembersihan etnis terhadap orang Serbia, meskipun dalam skala yang lebih kecil dan sebagai pembalasan atas agresi Serbia.

Sebagai contoh, di Bosnia tengah, di mana orang Bosnia dan Kroasia pada awalnya bersekutu melawan Serbia, mereka berbalik melawan satu sama lain dan bertempur untuk menguasai wilayah.

Orang-orang Kroasia mengusir atau membunuh banyak orang Bosnia dari kota-kota seperti Vitez, Busovaca, dan Kiseljak; sementara orang-orang Bosnia melakukan hal yang sama terhadap orang-orang Kroasia di kota-kota seperti Travnik, Bugojno, dan Gornji Vakuf. 

Menurut berbagai perkiraan, antara 1 hingga 1,5 juta orang mengungsi atau dipindah secara paksa selama kampanye pembersihan etnis selama perang Bosnia, dan puluhan ribu orang terbunuh atau terluka. 

Mayoritas korban adalah orang Bosnia, yang merupakan sekitar 44% dari populasi Bosnia sebelum perang, namun hanya sekitar 31% dari populasi pascaperang. 

Orang-orang Serbia dan Kroasia juga mengalami kerugian dan pengungsian, tetapi mereka berhasil mempertahankan atau mendapatkan lebih banyak wilayah daripada orang-orang Bosnia.

Mengapa Pembersihan Etnis Terjadi?

Tragedi Kelam: Pembersihan Etnis Selama Perang Bosnia - sarajevo war 1024x695 1
Image from Srebrenica

Pembersihan etnis selama perang Bosnia bukanlah hasil yang tak terelakkan dari kebencian kuno atau perbedaan agama di antara masyarakatnya. Sebaliknya, hal ini merupakan hasil dari manipulasi politik, ideologi nasionalis, keluhan sejarah, dan intervensi dari luar.

Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap pembersihan etnis selama perang Bosnia adalah kebangkitan nasionalisme di antara orang-orang Serbia, Kroasia, dan Bosnia pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an.

Nasionalisme adalah ideologi politik yang menekankan kesetiaan dan solidaritas sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya, bahasa, agama, atau sejarah.

Nasionalisme dapat menjadi positif ketika menumbuhkan rasa identitas dan rasa memiliki; tetapi juga dapat menjadi negatif ketika mengarah pada intoleransi dan agresi terhadap kelompok lain.

Di Yugoslavia, nasionalisme dipicu oleh beberapa faktor:

  • Krisis ekonomi yang melanda negara ini pada tahun 1980-an, yang meningkatkan kesenjangan sosial dan ketidakpuasan di antara berbagai wilayah dan republik.
  • Munculnya Slobodan Milosevic, yang menjadi pemimpin Serbia pada tahun 1987 dan menjalankan agenda nasionalis yang bertujuan untuk menegaskan dominasi Serbia atas kelompok etnis lain di Yugoslavia.
  • Runtuhnya komunisme, yang melemahkan otoritas pusat Yugoslavia dan memungkinkan lebih banyak pluralisme politik dan otonomi untuk republik-republiknya.
  • Pengaruh aktor eksternal, seperti Jerman, yang mendukung kemerdekaan Kroasia; dan Rusia, yang mendukung kepentingan Serbia.

Ketika nasionalisme semakin kuat, begitu pula tuntutan kemerdekaan atau otonomi oleh republik Slovenia, Kroasia, dan Bosnia dan Herzegovina.

Republik-republik ini memiliki komposisi etnis dan aspirasi yang berbeda dengan Serbia, yang ingin mempertahankan Yugoslavia sebagai negara yang didominasi oleh etnis Serbia.

Ketegangan antara republik-republik tersebut dan Serbia meningkat menjadi serangkaian perang yang mencabik-cabik Yugoslavia pada awal 1990-an.

Faktor lain yang berkontribusi pada pembersihan etnis selama perang Bosnia adalah warisan sejarah dan trauma yang membentuk ingatan kolektif dan identitas masyarakat Bosnia.

Bosnia dan Herzegovina memiliki sejarah yang kaya dan beragam yang membentang selama lebih dari seribu tahun.

Negara ini merupakan bagian dari berbagai kekaisaran dan kerajaan, seperti Romawi, Bizantium, Ottoman, Austro-Hongaria, dan Yugoslavia. Tempat ini juga menjadi tempat terjadinya berbagai konflik dan kekejaman, seperti penaklukan Ottoman, Perang Balkan, Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan Perang Bosnia.

Peristiwa-peristiwa bersejarah ini meninggalkan jejak yang dalam pada masyarakat Bosnia, yang mengembangkan rasa bangga dan tangguh, tetapi juga rasa takut dan ketidakpercayaan terhadap tetangganya.

Masyarakat Bosnia memiliki interpretasi dan narasi yang berbeda tentang masa lalu mereka, tergantung pada afiliasi etnis dan agama mereka.

Sebagai contoh, orang Serbia memandang diri mereka sebagai pembela agama Kristen dan korban penindasan Ottoman; sementara orang Bosnia memandang diri mereka sebagai pewaris peradaban Islam yang toleran dan multikultural dan korban agresi Serbia.

Pandangan sejarah yang saling bertentangan ini mempengaruhi bagaimana masyarakat Bosnia memandang dan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa pada tahun 1990-an.

Orang-orang Serbia melihat pecahnya Yugoslavia sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup dan identitas mereka; sementara orang-orang Bosnia melihatnya sebagai peluang untuk menegaskan kedaulatan dan martabat mereka.

Orang-orang Kroasia terpecah antara mereka yang ingin bergabung dengan Kroasia dan mereka yang ingin tetap tinggal di Bosnia. Perang ini tidak hanya menjadi sebuah perjuangan untuk memperebutkan wilayah, tetapi juga untuk memori, keadilan, dan pengakuan.

Pembersihan etnis selama perang Bosnia merupakan sebuah episode tragis dan memalukan dalam sejarah manusia yang menyebabkan penderitaan dan kehilangan yang luar biasa bagi jutaan orang.

Hal ini juga merupakan kegagalan komunitas internasional, yang gagal mencegah atau menghentikan kekerasan pada waktunya.

Perang berakhir pada tahun 1995 dengan ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Dayton, yang membagi Bosnia menjadi dua entitas: Federasi Bosnia dan Herzegovina (sebagian besar orang Bosnia dan Kroasia) dan Republik Srpska (sebagian besar orang Serbia).

Perjanjian ini juga membentuk sistem politik yang kompleks yang bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan dan hak-hak ketiga kelompok etnis.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel