Ironi Pembangunan Box Culvert di Surabaya, Malah Bikin Masalah Baru!

Ironi Pembangunan Box Culvert di Surabaya, Malah Bikin Masalah Baru!

Ironi Pembangunan Box Culvert di Surabaya, Malah Bikin Masalah Baru!
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

Kami marah dan jengkel bukan karena tidak mau menerima resiko dari proses pembangunan. Kami marah lantaran merasa jika proyek drainase tersebut kesannya dikerjakan secara asal-asalan sehingga dampak buruk yang seharusnya bisa diminimalisir malah seperti dimaksimalkan.

Ada satu masalah di Surabaya yang selalu datang setiap tahun dan belum bisa diatasi, meski Surabaya sudah berganti walikota berkali-kali. Masalah itu bernama banjir. Berharap Surabaya bebas banjir sama seperti mengharapkan Arsenal juara UCL; berat dan belum pernah terjadi.

Demi menyelesaikan permasalahan yang berat tersebut, tahun ini Pemkot Surabaya melakukan proyek pembangunan saluran air (drainase) dengan membuat bozem dan memasang box culvert. Upaya itu dilakukan guna menampung debit air saat curah hujan tinggi dengan mengalirkannya ke sungai terdekat.

Proyek drainase pun dibangun di 35 lokasi yang tersebar di seluruh Kota Surabaya dengan anggaran yang cukup fantastis.

Pada 22 Februari 2024 lalu, Suara Surabaya menerbitkan berita berjudul Pemkot Surabaya Siapkan Rp776 M untuk Tangani Banjir, Separuhnya Khusus Wilayah Surabaya Barat.

Proyek yang menelan anggaran Rp 776 Miliar itu sebenarnya sudah dikerjakan sejak awal tahun 2024. Namun, terpaksa dihentikan lantaran pemasangan box culvert justru menyebabkan banjir makin parah seperti yang terjadi di Dukuh Kupang.

Pembangunan yang sempat terhenti ini akhirnya dilanjutkan kembali pada bulan April dan masih berlangsung hingga hari ini.

Ironinya, proyek yang selalu dikampanyekan oleh Pemkot Surabaya sebagai solusi mengatasi banjir ini bukannya menyelesaikan masalah, tetapi malah membuat masalah baru.

Baca Juga: Jurus Anti-Mainstream Mengatasi Banjir di Kota Malang!

Kurangnya Sosialisasi ke Warga

Warga Surabaya sebenarnya tidak bodoh. Kami tahu, jika pembangunan drainase dilakukan demi kebaikan bersama dan bukannya tanpa resiko.

Akan tetapi, mbok ya, pekerjaanya dilakukan dengan benar. Kalau bisa, ya, dirampungkan secepatnya. Kalaupun tidak bisa cepat, minimal diberi durasi waktu pengerjaan dan diinformasikan kepada warga.

Pemkot Surabaya melalui Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga memang menginformasikan adanya pemasangan box culvert di laman Instagram @dsdabmsby pada 2 April 2024.

Di postingan itu tertulis: “ada pembangunan box culvert di Jl. HR Muhammad, gunakan jalan alternatif tanggal 2 April hingga selesai.”

Lalu, yang menjadi pertanyaan, kapan selesainya? Hanya Pemkot Surabaya dan Tuhan yang tahu.

Mengirim tulisan di media saja ada informasi dan batas waktunya, lho! Masa Pemkot Surabaya membangun saluran air di 35 lokasi tidak ada batas waktunya. Kan lucu.

Boro-boro memberikan sosialisasi ke warga soal proyeknya, memberi informasi durasi pekerjaanya berapa lama saja tidak ada.

Selain itu, di lokasi pemasangan box culvert juga hampir tidak pernah saya temukan adanya papan proyek. Padahal papan proyek adalah syarat wajib dalam setiap proyek pembangunan yang sumber dananya berasal dari APBN ataupun APBD.

Fungsi papan proyek ini untuk transparansi anggaran dan memberikan informasi kepada publik terkait pembangunan di daerahnya. Papan proyek berisi tentang nama proyek, nomor kontrak, tanggal kontrak, nilai kontrak, dan nama penyedia, termasuk juga masa pelaksanaan.

Pemasangan Box Culvert Mengganggu Aktivitas Warga

Durasi atau waktu pekerjaan sangat penting bagi warga Surabaya agar kami bisa mengantisipasi permasalahan hidup akibat adanya pembangunan drainase dan melakukan siasat selama proyek tersebut berlangsung. Jangan anggap sepele masalah yang dihadapi warga Surabaya imbas dari proyek drainase ini!

Sebagai contoh, pemasangan box culvert dapat menyebabkan saluran air PDAM di pemukiman warga mati.

Teman saya di Mulyorejo tidak bisa melakukan aktivitas MCK di rumahnya selama lebih dari tiga hari karena air PDAM-nya macet, imbas pemasangan box culvert.

Lainnya, dikutip dari laporan detikjatim pada 24 April 2024 berjudul Warga Dukuh Kupang Surabaya Mengais Air Bersih di Tengah Proyek Gorong-gorong, ada warga di Dukuh Kupang terpaksa ngangsu (mengambil air dari sumber mata air lainnya) di bocoran pipa PDAM lantaran saluran air di rumahnya mati total saat ada pembangunan bozem.

Ada juga informasi yang dibagikan oleh Instagram @lovesuroboyo pada 12 Mei 2024, yang menyebutkan warga di Gubeng kesulitan air bersih dan fasilitas umum di sekitarnya terganggu karena lokasi pemasangan box culvert ditinggalkan pekerja lapangannya sebelum proyek tersebut rampung.

Ternyata nggak hanya ditinggal pas sayang-sayange yang membuat hati terluka. Ditinggal mas-mas proyek saat pekerjaan belum selesai juga tak kalah menyakitkannya.

Hampir semua daerah yang sedang ada proyek drainase, kran PDAM-nya juga ikutan mati. Masalah tersebut tentu saja tidak akan terjadi sandainya Pemkot dan Dinas Swasembada Surabaya berkoordinasi.

Tidak harus menunggu viral di media sosial terlebih dahulu baru kebocoran pipa PDAM didatangi dan diperbaiki.

Pemasangan Box Culvert Membuat Jalanan Macet

Apakah permasalahan warga Surabaya sebatas PDAM mati dan kesulitan mendapatkan air bersih? Tentu saja tidak!

Pemasangan box culvert yang dikerjakan dalam waktu bersamaan juga membuat banyak jalan macet, pohon-pohon ditumbangi dan belum tau apakah akan ditanam kembali, dan jalan yang awalnya mulus menjadi hancur karena finishing yang buruk.

Di Jalan Ngagel yang setiap hari saya lalui misalnya, setelah adanya pemasangan box culvert posisi aspalnya malah tidak rata atau tinggi sebelah. Kondisi tersebut berbahaya kalau ada pengguna jalan yang akan berbelok arah.

Apesnya lagi, permasalahan warga kerap ditanggapi santai oleh pejabat dan pemimpin di Surabaya.

Saya beberapa kali mendengar warga mengeluh di radio Suara Surabaya dan Instagram terkait lamanya durasi waktu pekerjaan box culvert. Jawaban pemerintah selalu seperti ini: “sabar, semua ini, kan, demi warga Surabaya.”

Kalau urusan sabar, warga Surabaya ini kurang sabar bagaimana lagi? Pemerintah melalui Walikota Ery Cahyadi pernah berjanji menyelesaikan masalah banjir di tahun 2022 dan sekarang sudah tahun 2024. Kok, warga masih dibilang kurang sabar. Kami ini wes sabar puol!

Lagian ide siapa, sih, memasang box culvert secara bersamaan menjelang Pilkada 2024. Empat tahun kemarin ke mana saja?

Keseringan arak-arakan piala Adipura Kencana di jalan sampai lupa kalau rakyatnya masih sering kebanjiran.

Aturan tentang papan proyek sendiri ada dalam Perpres Nomor 54 tahun 2010 dan Perpres Nomor 70 tahun 2012. Perusahaan kontraktor profesional pasti paham hal ini, kecuali kalau Pemkot menunjuk pelaksana proyek dengan asas suka-suka mereka. 

Seharusnya Meminimalisir Dampak Buruk Pembangunan, bukan Sebaliknya!

Sebagai warga Surabaya, kami sebenarnya menerima kemacetan dan matinya PDAM sebagai resiko dari proses pembangunan. Kami tahu, selama proses pengerjaan box culvert, pasti ada dampak buruknya. Ada resiko yang mesti kami tanggung sebagai warga.  

Kami marah dan jengkel bukan karena tidak mau menerima resiko dari proses pembangunan. Kami marah lantaran merasa jika proyek drainase tersebut kesannya dikerjakan secara asal-asalan sehingga dampak buruk yang seharusnya bisa diminimalisir malah seperti dimaksimalkan.

Pemkot Surabaya bisa meminimalisir dampak kemacetan dengan cara meminta kontraktor pelaksananya untuk tidak sembarangan meninggalkan material proyek (box culvert) di pinggir jalan.

Beton berukuran satu mobil Wuling Ar Ev itu ditumpuk-tumpuk di ruas jalan raya setelah pekerjaan selesai. Bukannya dipindahkan ke lokasi lain, malah dibiarkan menumpuk begitu saja. Gimana tidak macet coba?

Bahkan, setelah pekerjaan drainase jalan selesai, jalan-jalan tetap macet lantaran sisa materialnya tidak kunjung dibersihkan atau ditinggal begitu saja.

Tidak hanya itu, jarak antara pekerjaan dan penumpukan material on site sangat lama. Seperti yang terjadi di Jalan Kebonsari, sampai hari ini belum ada tanda akan dimulai pekerjaan drainasenya, tapi u-ditch dan box culvert-nya sudah menumpuk sejak sebulan yang lalu. Akhirnya, jalan yang harusnya tidak macet menjadi macet.

Padahal masalah teknis seperti ini bisa diatasi kalau manajemen proyeknya serius. Nggak tau lagi kalau memang sengaja ditumpuk seperti itu demi terlihat ada progresnya dengan prinsip: bodo amat menyusahkan warga, yang penting terlihat bekerja.

Akhir kata, sebagai warga Surabaya, kami ini tidak anti pembangunan. Sebaliknya, kami ingin melihat Surabaya indah lagi. Kalau proyek drainasenya berjalan lambat, takutnya proyek belum selesai, keburu musim hujan dan Surabaya banjir lagi.

Penulis

Tiara Uci

Lulusan Teknik Mesin. Tinggal di Surabaya. Menulis di beberapa media online seperti Mojok.co dan Jurno,id
Opini Terkait
Mengkritisi Bimbel SKD CPNS
Anomali Bahasa dan Hiperkoreksi Orang Sunda
Freelancer dan Ilusi Work Life Balance
Menimbang Kembali Aksi Sosial ke Panti Asuhan
(Nyaris) Tiada Harapan Dari Merah Putih
Salah Kaprah Perihal Matematika

Cari Opini

Opini Terbaru
Artikel Pilihan

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel