Sediksi.com – Istilah budak korporat semakin umum digunakan dalam percakapan sehari-hari. Tapi, apa itu budak korporat sebenarnya?
Apakah seperti yang kita semua bayangkan? Bahwa budak korporat adalah jongos perusahaan elit. Meski ada benarnya, definisi budak korporat ternyata lebih dari itu.
Apa itu budak korporat?
Apa itu budak korporat adalah istilah yang dipopulerkan oleh generasi z dan milenial untuk merujuk pada individu atau kelompok orang yang bekerja di perusahaan, tidak harus perusahaan besar atau elit.
Sebab, istilah budak korporat ini lebih menekankan pada budaya kerja yang menuntut karyawan bukan hanya mengabdikan waktu dan tenaganya untuk pekerjaan, tapi bahkan hidupnya.
Oleh karena budak korporat adalah istilah populer, tidak ada definisi universal yang disepakati bersama untuk istilah tersebut.
Menurut Urban Dictionary sendiri, budak korporat bisa dikenali dari tatapan kosong mata mereka karena selalu punya beban kerja yang besar, gaji rendah, dan tidak cukup dihargai.
Mereka yang disebut budak korporat cenderung siap pulang terlambat, sering lembur, sangat atau bahkan terlalu patuh pada atasan, dan masih banyak lagi. Tidak jarang, mereka siap menerima panggilan pekerjaan meskipun di luar jam kerjanya.
Semua ini dilakukan demi mempertahankan pekerjaannya di perusahaan. Bukan karena cinta dengan pekerjaannya, tapi justru takut kehilangan pekerjaannya.
Seperti kutipan populer Patrick Henry, salah satu pendiri Amerika Serikat “rasa takut adalah motivasi utama budak”.
Siapa saja yang termasuk budak korporat?
Siapapun yang bekerja di perusahaan bisa disebut sebagai budak korporat. Terutama apabila beban kerja mereka tidak setara dan lebih rendah dari gaji dan fasilitas yang semestinya mereka dapatkan dari perusahaan.
Sejarah istilah budak korporat
Istilah budak korporat berasal dari Jepang. Berdasarkan sejarahnya, istilah ini merujuk pada karyawan yang tenaga dan waktunya diperas oleh perusahaan seperti hewan ternak.
Ketika istilah ini menyebar luas dan menjadi populer seperti sekarang sekalipun, makanya tidak terlalu berubah. Artinya istilah budak korporat ini masih memiliki relevansi yang kuat di berbagai belahan dunia meskipun kata ini sudah muncul di Jepang sejak 1980-an.
Pada tahun 1970-an, populasi usia pekerja di Jepang sangat besar. Mereka punya kemauan yang besar untuk bekerja keras, pulang terlambat, dan lembur.
Dengan kebiasaan dan kultur yang sudah terbentuk seperti itu, mereka bisa mengabaikan semua urusan kehidupannya demi pekerjaan. Termasuk mengabaikan keluarga, teman, atau hal apapun yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.
Kultur ini tidak terpisah dengan tiga prinsip manajemen kerja di Jepang: sistem kerja seumur hidup, sistem penghargaan tahunan, dan siklus kerja dalam satu payung perusahaan besar. Ketiga prinsip itulah yang menyebabkan terbentuknya kultur kerja yang keras di Jepang.
Hingga kemudian terjadilah inflasi properti dan pasar saham besar-besaran pada tahun 1980-an yang juga disebut sebagai fenomena gelembung ekonomi. Secara umum, Jepang mengalami kemerosotan ekonomi.
Sehingga banyak perusahaan mulai bangkrut, krisis keuangan terus mengalir, disusul dengan mulai munculnya masalah sosial akibat kultur bekerja terlalu keras yang telah dilestarikan selama setidaknya satu dekade terakhir.
Dari masalah sosial ini menjadi fenomena yang kemudian disebut sebagai “mati karena terlalu banyak kerja.”
Ketika situasi ini terus berlangsung di Jepang dan semakin kritis, pada saat itulah istilah ‘budak korporat’ diciptakan.
Istilah ini digunakan untuk mengekspresikan rasa lelah dan jenuh pekerja Jepang terhadap perusahaan tempatnya bekerja.
Internet berperan penting dalam memperluas penyebaran istilah budak korporat ini. Sebagaimana istilah ini menjadi sebuah fenomena setelah masuk ke masyarakat dari berbagai belahan dunia di waktu yang hampir bersamaan melalui media sosial pada tahun 2018, sehingga menaikkan popularitas istilah budak korporat ini sekaligus.
Jauh sebelum itu, tentunya sudah banyak juga yang mengetahui istilah budak korporat ini.
Alasan menjadi budak korporat tidak untuk diromantisasi
Di satu sisi, banyak gen z yang saat ini dikatakan mengimpikan dan ingin tahu cara menjadi budak korporat. Sebetulnya, yang mereka impikan adalah bekerja di perusahaan yang sehat.
Perusahaan punya peran penting dalam menciptakan kultur dan lingkungan kerja yang sehat bagi perusahaan sendiri dan utamanya, karyawan. Agar para karyawan ini tidak jatuh pada kultur budak korporat.
Kultur budak korporat ini berarti melestarikan budaya yang tidak baik karena perusahaan gagal memanusiakan karyawannya. Makanya, menjadi budak korporat bukanlah kultur yang patut diromantisasi dan dilestarikan.
Semisal kalian adalah salah satu budak korporat yang dimaksud atau hampir terjerumus ke dalamnya, pikirkan matang-matang solusi yang tepat karena menjadi budak korporat adalah sebuah masalah.
Tips agar tidak terjebak sebagai budak korporat
Capai kemandirian finansial
Salah satu standar mandiri secara finansial adalah kalian bisa memenuhi kebutuhan hidup dengan passive income atau pekerjaan sampingan.
Artinya untuk memenuhi kebutuhan, kalian tidak bergantung pada penghasilan dari pekerjaan utama.
Pekerjaan sampingan ini bisa dilakukan dengan memulai bisnis, kerja lepas, dan lain sebagainya. Semakin awal kalian memulai dan tidak berhenti berproses, portofolio kalian akan terus berkembang.
Sehingga meningkatkan value kalian di bidang tersebut dan pada akhirnya, menaikkan nominal bayaran kalian juga.
Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mencapai kemandirian finansial dengan efektif.
- Pilih jenis kemandirian finansial yang sesuai dengan gaya hidup kalian
- Kurangi tiga pengeluaran terbesar: hunian, transportasi, biaya makan
- Tekuni pekerjaan sampingan
- Menyederhanakan rencana investasi
Menetapkan batasan dan menghormati waktu untuk diri sendiri
Kebanyakan budak korporat kesulitan dengan urusan menetapkan batasan dan menghormati waktu untuk diri sendiri. Jika dilakukan untuk waktu yang lama, mereka akan kesulitan untuk memahami apalagi menyeimbangkan waktu yang dihabiskan untuk kerja dan urusan lainnya.
Untuk menghindarkan diri dari menjadi budak korporat kalian perlu untuk membiasakan:
- Pulang tepat waktu
- Belajar untuk berani mengatakan ‘tidak’
- Istirahat yang berkualitas
- Memaksimalkan waktu luang untuk mengembangkan diri sebagai manusia, di luar urusan kerja
Prioritaskan kesehatan mental, bukan uang
Prinsip ini berlaku jika kalian sudah punya cukup tabungan. Ketika seseorang benar-benar membutuhkan pekerjaan dan uang, mereka cenderung mengabaikan kesehatan mental.
Meskipun sering terjadi, jika kalian bisa menghindari pekerjaan yang menguras batin, sebaiknya hindari. Jangan diteruskan.
Pepatah populer mengatakan “uang bukan segalanya” memang benar, bagi orang yang sudah punya tabungan berlimpah tentunya. Sebab orang yang belum punya tabungan tidak akan relate dengan pepatah tersebut.
Tapi jika ingin menjadi manusia yang terus sehat jasmani dan rohani, kita mesti menyadari batasan kita sebagai individu.
Benar jika uang bisa membuat kita bahagia, tapi juga jangan abaikan pentingnya menjaga kesehatan mental.
Sudah mengenal apa itu budak korporat? Sebaiknya tidak jadi salah satunya, ya!