Sediksi.com – Media sosial kerap kali memunculkan tren unik yang menginspirasi banyak penggunanya. Mulai dari prank, social experiment, hingga vlog. Lantas, yang terbaru ini, kita juga kerap mendengar istilah flexing. Lalu, apa itu flexing?
Nah, sebelum masuk ke pembahasan apa itu flexing, mungkin kamu sudah mengetahui tren menunjukkan isi saldo rekening. Yap, selebriti-selebriti seperti Raffi Ahmad, Ruben Onsu, Ria Ricis, menjadi sorotan utama dalam tren tersebut.
Gimana, apakah jiwa miskinmu bergetar melihat isi saldo para sultan? Atau semakin termotivasi mencari cuan?
Trend-trend seperti itu merupakan bagian dari flexing. Nah, jadi sebenarnya apa itu flexing? Simak yuk pembahasan mengenai flexing.
Apa Itu Flexing?
Kok ada ya, orang yang dengan sadar melakukan flexing? Apakah mereka beneran tau apa itu flexing? Mikir…
Menurut Cambridge Dictionary, flexing adalah perilaku yang menunjukkan bahwa kita bangga dan senang dengan yang kita lakukan atau kita miliki. Nah, jika dipadankan dengan gaya hidup terkini, flexing bisa berarti aktivitas di dalam media sosial yang cenderung memamerkan harta kekayaannya sendiri.
Tindakan flexing bisa berupa macam-macam, seperti memamerkan isi saldo rekening, memamerkan slip gaji, memamerkan aset properti, atau memamerkan pasangan. hyaa.
Anehnya lagi, fenomena ini diikuti oleh banyak pengguna medsos karena memang meniru influencer yang turut menyemarakkan trend tersebut.
Beberapa kali, para pejabat juga kedapatan melakukan flexing. Bukannya menelusuri asal-usul kekayaan para pejabat, kadang-kadang negara cuma bisa menganjurkan pejabat tidak menunjukkan gaya hidup mewah mereka ke publik.
Fenomena ini ditanggapi pengguna medsos dengan macam-macam respon. Ada yang menganggap hal itu sebagai hiburan semata, namun tidak sedikit pula memandang fenomena tersebut sebagai hal negatif yang tidak patut dicontoh.
Mengapa orang melakukan flexing?
Ada berbagai alasan mengapa orang melakukan flexing. Biasanya, flexing dilakukan karena ingin memperoleh pengakuan atau perhatian dari orang lain, khususnya pengguna media sosial.
Media sosial memang ajaib. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal yang ada di dalam media sosial dapat mengubah dunia seseorang. Maka, dengan memamerkan kekayaan atau prestasi, pengguna dapat meningkatkan citra di dunia maya.
Tentu saja, saat flexing mulai dilakukan, notifikasi kamu akan dibanjiri like dan comment. Biasanya, di kolom komentar itu lah kita mendapati sanjungan atau apresiasi atas kemewahan yang dipunya. Itu kalau dipuji. Kalau apes ya dicaci netijen.
Dilansir dari situs UMSurabaya, dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya Dewi Ilma Antawati berpendapat bahwa flexing merupakan fenomena instingtif dalam menjalin relasi. Orang yang melakukan flexing ibarat seekor merak yang menunjukkan keindahan ekornya untuk menarik lawan jenis.
Ilma juga menyebutkan, alasan utama seorang melakukan flexing ialah menunjukkan status sosial dan agar pergaulannya bisa merambah luas.
Kendati demikian, ada juga loh yang melakukan flexing karena memang sekadar ikut-ikutan tren doang. Bagi kreator konten, mengikuti tren juga penting untuk menaikkan engagement. Kira-kira kamu tertarik gak ikut flexing? Tapi ingat ya, jangan terlalu berlebihan, soalnya bisa gawat.
Masih dari artikel di UMSurabaya, perilaku flexing dapat mengakibatkan perilaku konsumerisme, di mana seorang belanja hanya karena ingin flexing belaka, bukan didasarkan pada kebutuhan hidupnya.
Flexing menurut islam
Mungkin bagi yang beragama muslim, pasti kamu tahu riya’ toh? Nah, dalam konteks Islam, Tindakan flexing tidak lah dianjurkan karena itu hal yang sia-sia, bahkan bisa jadi terlarang mengingat mudharat yang ditimbulkannya. Flexing bisa menuimbulkan iri hati, dengki, riya’, sombong, dan yang terburuk tatanan sosial bisa jadi rusak loh.
Mengutip dari situs NU online, praktik flexing yang disertai kesombongan di hati bisa jadi penghalang dirimu menuju surga loh. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, Rasullullah SAW bersabda
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.”
Yap, flexing memang jauh dari nilai-nilai yang dibawa agama Islam, oleh karena itu sebagai umat Muslim sebaiknya kita menjauhi tindakan tersebut.
Tidak hanya di ajaran Islam, secara umum, memamerkan sesuatu rupanya juga bisa berarti buruk dan tak bertenggang rasa.
Penerapan Flexing untuk promosi
Flexing di dunia bisnis sudah dilakukan sejak zaman dahulu sih. Hal itu memang sangat berguna untuk branding produk dan menjaring pasar yang lebih luas. Terlebih, pada era digital, flexing di media sosial dapat bekerja dengan cepat dan mudah.
Perlu diingat, flexing tidak lah melulu tentang spill kekayaan. Di dunia bisnis, flexing bisa berupa jaringan franchise dan sebagainya. Pendeknya, flexing yang dilakukan pebisnis biasanya menunjukkan sisi kesuksesan.
Jadi, hati-hati menafsirkan flexing ya, siapa tahu itu sebenarnya strategi marketing!
Makanya tuh, kadang ada kan selebriti yang flexing sana-sini, eh ternyata produk yang di-spill brand pribadinya. Itu loh sebenarnya selebriti tersebut sedang membangun personal branding.
Itu lah pembahasan tentang flexing yang merupakan perangai memamerkan sesuatu, terutama harta. Tak melulu buruk dan tak selalu bagus. Ada beberapa sisi yang bisa diamati dan tiap pihak punya pembelaannya sendiri.
Sudahkah kamu memahami apa itu flexing? Pernahkah secara sadar, maupun tidak, melakukan apa itu flexing?