8 Alasan Mengapa Masyarakat Miskin Harus Ada dan Terpelihara

8 Alasan Mengapa Masyarakat Miskin Harus Ada dan Terpelihara

8 Alasan Masyarakat Miskin Harus Tetap Ada dan Terpelihara
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

Hingga detik ini nggak ada tuh negara yang nggak memiliki mayarakat miskin sama sekali.

Jika nanti ada politisi yang mau nyalon di tahun 2024 menjanjikan penghapusan kemiskinan hingga nol persen tanpa sedikit pun yang tersisa, maka dapat dipastikan dia sedang berdusta. Ganjaran yang tepat buat pendusta tentu saja jangan dipercaya. Fix jauhin.

Pasalnya, kemiskinan itu adalah sebuah keniscayaan. Tidak lah mungkin dihapus secara total. Masyarakat tanpa kelas yang diimajinasikan oleh Marx itu hanyalah mimpi siang bolong. Hingga detik ini nggak ada tuh negara yang nggak memiliki mayarakat miskin sama sekali.

Bank Dunia saja hanya mampu menarget angka kemiskin di bawah tiga persen di tahun 2030. Memusnahkan kemiskinan dari muka bumi nggak seperti Thanos yang, dengan kekuatan batu akiknya, tinggal menjetikkan jari buat melenyapkan populasi sekejap mata.

Mentok, kita hanya bisa meminimalisir kesenjangan antara si miskin dan si kaya, atau seenggaknya mengurangi kemiskinan agar tidak melampaui angka yang mengkhawatirkan. Sebab, kemiskinan memang kudu tetap terpelihara.

Meski punya impian untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar, kita tahu, negeri Wakanda sanggupnya hanya menganjurkan orang kaya nggak flexing lagi.

Saya sendiri memiliki beberapa alasan kuat mengapa kemiskinan harus tetap ada. Beberapa hal ini saya adopsi dari pemikiran Herbert Gans yang ia tuangkan dalam The Positive Functions of Poverty (1972), terlepas dari sebuah ketidakmungkinan untuk menghapus total suatu kemiskinan.

Dalam konteks tertentu kemiskinan itu memang harus ada, bahkan ia sangat bermanfaat. Sumbangsihnya teramat besar buat dunia ini.

Menumbuhkan Altruisme

Altruisme adalah nilai moral yang tumbuh atas dasar kepedulian tanpa pamrih terhadap orang lain yang membutuhkan. Altruisme ini bisa tumbuh dari realita bahwa masih banyak masyarakat yang hidup di bawah angka kemiskinan, bayi-bayi kurang gizi, atau menjamurnya perkampungan kumuh.

Bayangkan saja ketika semua itu tidak ada. Bisa jadi masyarakat kita akan tumbuh menjadi masyarakat yang individualis yang mementingkan diri sendiri. Kaya bareng memang sulit diwujudkan. Setidaknya jika kemiskinan tetap terpelihara, kita masih bisa mengasihi (atau mengasihani).

Munculnya Lembaga Sosial dan Penyalur Dana Sosial

Lanjut dari poin sebelumnya, ketika altruisme menguat, maka masyarakat akan tergerak untuk bersolidaritas dan membantu masyarakat miskin. Salah satu fenomenanya yakni munculnya lembaga penyalur dana sosial.

Tanpa orang miskin, nggak bakal ada lembaga sosial atau lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan. Tanpa lembaga pemberdayaan, juga nggak apa-apa karena tugas mereka yang satu itu sudah selesai.

Sebagai Bahan Refleksi dan Mawas Diri

Selain altruisme, manfaat dari kemiskinan adalah memunculkan rasa mawas diri, rasa syukur, intropeksi ataupun sejenisnya. Kesadaran akan adanya orang miskin akan meningkatkan perasaan bersyukur atas apa yang ada.

Ingat, syukuri apa yang ada. Kalau pun berpunya sebaiknya ikuti anjuran pemerintah negeri Wakanda buat hidup sederhana dan nggak pamer. Bisa celaka kalau kekayaan sampai diendus aparat pajak yang demen nantangin orang buat nunjukin rekening itu. Ingat, kalian sudah diingatkan.

Barang Bekas Jadi Nggak Mubazir

Sebelum anak-anak sok edgy mendewakan trend pakaian hasil thrifting, masyarakat miskin sebenarnya adalah trendsetter pakaian bekas yang paling duluan. Bedanya, yang satu ingin tampil keren dengan modal mepet yang beda tipis dengan pelit. Masyarakat miskin bodo amat perkara fesyen, masih syukur punya baju ganti walaupun bekas.

Ketimbang membuang barang bekas sampai jadi mubazir, serahkan saja pada mereka. Hitung-hitung terlibat dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Tolok Ukur Kesuksesan Kelas Sosial

Masyarakat satu kelas itu cuma mimpi. Kaya dan miskin itu hasil pembagian kelas yang sudah ada sejak zaman uang belum diciptakan. Nggak ada orang kaya tanpa ada “orang miskin”. Begitu pun sebaliknya. Oposisi biner ini yang saya maksud sebagai tolok ukur kesuksesan kelas sosial lain.

Tanpa ada pembedaan kaya dan miskin, kita nggak bakal menemui konten Youtuber yang pamer kesuksesan. Lha gimana, wong semua orang sama-sama sukses. Kalau situ bisa beli barang mahal, sini juga bisa bos.

Jualan motivasi-motivasi hidup sukses nggak bakalan laku. Keberadaan masyarakat miskin dalam hal ini berguna sebagai bahan jualan motivasi kerja, kerja, kerja! Itu!

Terisinya Sektor-Sektor Pekerja Kelas Bawah

Pekerja-pekerja kelas bawah yang didominasi oleh masyarakat miskin itu sangat diperlukan. Harus ada orang yang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tak tampak. Misalnya, gedung-gedung yang menjulang sombong itu tidak akan bersih dan tampak bagus tanpa adanya sobat misqueen ini.

Pekerjaan macam itu umumnya dilakoni karena nggak ada pilihan. Sebaliknya, banyak usaha memang memanfaatkan mereka buat melakukan pekerjaan yang nggak kelihatan. Sesuai dengan permintaan dan penawaran. Klop sudah!

Memangnya semua lembaga mau membayar pekerjaan yang nggak kelihatan macam itu dengan bayaran setara pegawai kemensultan?

Agar pemerintah punya kerjaan

Program utama, atau keriwehan utama pemerintah adalah mengurus masyarakat miskin, meminimalisir masyarakat miskin dan menipiskan kesenjangan di masyarakat. Bayangin saja, tanpa orang miskin, lantas pemerintah mau ngapain?

Lah, wong ada orang miskin saja, elit di parlemen masih sempat-sempatnya untuk tidur ketika rapat. Dulu, pernah ada presiden negeri Wakanda yang bilang parlemen itu macam taman kanak-kanak. Masih heran kalau siang hari waktunya kanak-kanak tidur?

Ketika orang miskin nggak ada sama sekali, ya bisa jadi elit malah nggak ada kerjaan sama sekali. Ya, memang nggak ngapa-ngapain. Negeri Wakanda toh emang dijalankan secara nggelundung saja. Gitu kok masih heran, macam nggak pernah tau saja!

Sebagai Bahan Kampanye Partai Politik

Meskipun hanya sekadar ajang eksis, kampanye cari muka, atau cuma promosi partai, namun pesta demokrasi tetaplah pesta demokrasi. Orang miskin adalah target jualan janji politik dan rasa iba.

Tanpa ada masyarakat miskin, tak ada lagi target kampanye ‘bagi partai politik’ yang mengekspolitasi masyarakat miskin dengan dalih partai merakyat. Tak ada lagi politisi yang blusukan ke kaum-kaum terprentah.

Itu bisa menyebabkan partai politik mengalihkan target kampanye ke kelas menengah yang katanya ngehek itu. Itu sih celaka dua belas.

Itulah beberapa alasan yang menunjukkan bahwa memang masyarakat miskin itu harus ada. Tanpa masyarakat miskin, dunia ini bakal berubah sampai tak bisa kita kenal lagi. Sekalipun kita inginnya kemiskinan itu lenyap, kenyataannya kemiskinan itu tetap ada dan harus ada, bahkan dalam koridor tertentu mesti dipelihara.

Editor: Rifky Pramadani J. W.
Penulis
Mohammad Maulana Iqbal

Mohammad Maulana Iqbal

Terkadang sedikit halu. Juru ketik tugas anak SD asal Gresik.
Opini Terkait
FOMO Isu Politik itu Baik, Tapi…
Kalimantan Tidak Melulu Tentang Kuyang!
Membela Gagasan Sistem Zonasi
Problematika Penghilangan Sistem Ranking dalam Agenda PPDB

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel