Apa itu Full Time Children: Fenomena “Beban Ortu” di Tiongkok

Apa itu Full Time Children: Fenomena “Beban Ortu” di Tiongkok

Apa itu Full Time Children

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Bayangkan sekarang kamu memutuskan berhenti dari pekerjaan dan kembali ke rumah orang tua, di mana kamu menghabiskan hari-hari melakukan pekerjaan rumah tangga, memasak makanan, dan pergi jalan-jalan bersama keluarga, dan bergantung biaya bulanan kepada orang tua.

Inilah fenomena yang menimpa sebagian besar anak usia kerja di Tiongkok, yang dinamakan sebagai kelompok full time children. Apa itu full time children?

Seperti yang telah dicontohkan tadi fenomena ini sedang marak di Tiongkok, dimana para anak lebih memilih kembali ke rumah orang tua mereka, dan bergantung uang bulanan dari mereka, padahal bisa untuk bekerja.

Mereka adalah bagian dari fenomena yang sedang berkembang yang mencerminkan tantangan dan tekanan yang dihadapi oleh generasi muda di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.

Selengkapnya tentang apa itu full time children akan dibahas di artikel ini, bagaimana ini bisa terjadi dan penyebab yang melatar belakanginya.

Apa itu Full Time Children?

Apa itu full time children adalah mengacu pada muda-dewasa yang, karena tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai, kembali tinggal bersama orang tua mereka untuk kembali menjadi anak.

Mereka tidak memiliki penghasilan sendiri, tetapi bergantung pada dukungan keuangan orang tua mereka. Mereka tidak memiliki aspirasi karier, tetapi fokus pada kesejahteraan dan kebahagiaan pribadi mereka.

Istilah “full time children” diciptakan oleh para netizen di platform media sosial Tiongkok, seperti Weibo dan Douban, di mana banyak pengguna yang berbagi pengalaman dan pendapat mereka tentang gaya hidup ini.

Beberapa dari mereka bahkan mengunggah foto dan video kegiatan sehari-hari mereka, seperti mencuci piring, menyiapkan makanan, dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Istilah ini juga telah menarik perhatian media arus utama, baik di Tiongkok maupun di luar negeri, yang telah melaporkan fenomena ini dan mewawancarai beberapa peserta.

Sebagai contoh, Melansir dari BBC, dari laporan berjudul Burnt out or jobless – meet China’s ‘full-time children’, di mana fenomena full time children sedang marak di Tiongkok.

“terlalu banyak bekerja dan kelelahan Julie melepaskan pekerjaannya sebagai pengembang game di Beijing pada April ini dan memutuskan menjadi full time children” tulis laporan tersebut.

Wanita yang telah berumur 29 tahun itu, kini menjalani harinya mencuci piring, menyiapkan makanan untuk orang tuanya, dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Orang tua Julie membayar sebagian besar pengeluaran kesehariannya, namun ia menolak tawaran upah bulanan sebesar 2000 yuan, atau sekitar 4,3 jt rupiah.

Dia mengatakan bahwa dia hidup seperti “mayat hidup” di pekerjaan sebelumnya, di mana dia harus bekerja 16 jam sehari. Dia sekarang menghabiskan waktunya untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan merawat orang tuanya.

Contoh lainnya, mengutip dari jak101fm, Li, mantan fotografer berusia 21 tahun yang meninggalkan pekerjaannya dan kembali ke rumah orang tuanya di Tiongkok selatan, di mana dia dibayar 6.000 yuan atau setara 12,6 jt rupiah per bulan untuk merawat neneknya.

Ia mengatakan bahwa ia tidak dapat mengatasi tekanan dan ekspektasi untuk bersekolah atau bekerja. Dia sekarang menjalani kehidupan yang santai dan nyaman, tanpa kekhawatiran atau stres.

Mengapa Fenomena Ini Bisa Terjadi?

Itulah penjelasan mengenai apa itu full time children ini, dari fenomena ini ada banyak faktor yang berkontribusi pada kemunculan dan popularitasnya di Tiongkok.

Beberapa di antaranya adalah:

Tingkat pengangguran kaum muda yang tinggi

Menurut statistik resmi, tingkat pengangguran kaum muda di Cina mencapai 21,3% pada Juli 2023, tertinggi sejak data dipublikasikan pada tahun 2018.

Ini berarti lebih dari satu dari lima anak muda berusia antara 16 dan 24 tahun menganggur di Tiongkok. Angka tersebut tidak memperhitungkan pasar tenaga kerja di pedesaan, di mana situasinya mungkin lebih buruk.

Kurangnya kesempatan kerja dan persaingan ketat untuk mendapatkan pekerjaan yang terbatas membuat banyak anak muda kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil dan memuaskan.

Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi yang buruk

Cina terkenal dengan jam kerja yang panjang dan menuntut, terutama di industri teknologi dan internet.

Budaya kerja di negara ini sering disebut sebagai “996” – di mana orang menganggap bekerja dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam, enam hari dalam seminggu adalah hal yang biasa.

Beberapa perusahaan bahkan mengharapkan karyawannya untuk bekerja lembur tanpa bayaran tambahan atau kompensasi.

Ini mengakibatkan banyak pekerja muda yang merasa kelelahan, kelelahan, dan kurang dihargai dalam pekerjaan mereka, dan menderita masalah kesehatan fisik dan mental.

Tingginya biaya hidup

Pesatnya perkembangan ekonomi dan urbanisasi di Tiongkok juga telah menyebabkan peningkatan biaya hidup, terutama di kota-kota besar.

Harga perumahan, makanan, transportasi, pendidikan, dan perawatan kesehatan semuanya naik, sehingga menyulitkan banyak anak muda untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan mandiri.

Banyak anak muda yang harus bergantung pada bantuan keuangan orang tua mereka, atau bahkan tinggal bersama mereka, untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Perubahan nilai dan ekspektasi sosial

Tiongkok sedang mengalami transformasi sosial dan budaya, karena generasi muda terpapar pada pengaruh yang lebih beragam dan global.

Banyak anak muda memiliki nilai dan harapan yang berbeda dari orang tua dan masyarakat, seperti mengejar hasrat, hobi, dan minat mereka, daripada mengikuti jalur tradisional untuk belajar dengan giat, mendapatkan pekerjaan yang baik, dan menetap.

Mereka juga lebih menghargai kebahagiaan dan kesejahteraan pribadi mereka daripada status sosial dan reputasi mereka. Mereka lebih bersedia untuk menantang norma dan konvensi, dan mencari gaya hidup alternatif yang sesuai dengan preferensi dan kepribadian mereka.

Sebagai kesimpulan dari ulasan apa itu full time children ini adalah tren baru dan menarik yang mencerminkan perubahan realitas dan tantangan yang dihadapi oleh generasi muda di Cina.

Ini adalah masalah yang kompleks dan kontroversial yang memiliki pro dan kontra bagi individu dan masyarakat. Tidak jelas apakah fenomena ini akan terus berlanjut atau memudar di masa depan, karena hal ini bergantung pada banyak faktor, seperti situasi ekonomi, lingkungan sosial, dan pilihan pribadi kaum muda.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena ini menunjukkan adanya kebutuhan dan keinginan kaum muda untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan lebih bahagia, serta kebutuhan dan tanggung jawab masyarakat untuk memberikan lebih banyak dukungan dan kesempatan bagi mereka.

Cari Opini

Opini Terbaru
Artikel Pilihan

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel