Apa Itu Penyakit Kuru: Manjangkit Orang yang Melakukan Praktik Kanibal

Apa Itu Penyakit Kuru: Manjangkit Orang yang Melakukan Praktik Kanibal

Apa Itu Penyakit Kuru

DAFTAR ISI

Sediksi – Bayangkan sebuah penyakit yang membuatmu kehilangan kendali atas tubuh, pikiran, dan emosimu. Penyakit yang membuatmu gemetar tak terkendali, tertawa atau menangis tanpa alasan, dan lupa diri .

Penyakit yang tidak ada obatnya dan menyebabkan kematian dalam waktu satu tahun. Ini bukan plot film horor, tapi kondisi nyata yang menimpa sebuah suku di Papua Nugini selama beberapa dekade.

Ini adalah kisah tentang kuru, apa itu penyakit kuru? penyakit misterius yang menjangkitipara kanibal.

Dalam artikel ini akan membahas mengenai apa itu penyakit kuru, mulai dari gejala, penyebab dan kenapa penyakit yang satu ini begitu unik, untuk mengetahuinya simak sampai selesai.

Apa itu Penyakit kuru?

Secara singkat apa itu penyakit kuru adalah penyakit sistem saraf yang langka dan fatal yang termasuk dalam kelas penyakit yang disebut transmissible spongiform encephalopathies (TSE), yang juga dikenal sebagai penyakit prion.

Prion adalah protein abnormal yang dapat menginfeksi otak dan menyebabkannya mengalami degenerasi, membentuk lubang seperti spons. Penyakit prion dapat menyerang manusia dan hewan, seperti penyakit sapi gila pada sapi dan kuru pada domba.

Kuru ini terutama menyerang otak kecil, bagian otak yang bertanggung jawab atas koordinasi dan keseimbangan.

Penyakit ini menyebabkan ataksia serebelar progresif, yang berarti hilangnya kontrol dan koordinasi otot. Penderita kuru mengalami kesulitan berjalan, berbicara, menelan, dan melakukan fungsi dasar lainnya.

Mereka yang terkena kuru juga mengalami tremor, gerakan yang tidak disengaja, perubahan suasana hati, demensia, dan akhirnya koma dan kematian.

gejala-gejala kuru

Dari penjelasan apa itu penyakit kuru di atas apakah sudah paham? Jika sudah, sekarang beralih ke gejalanya.

Gejala kuru bervariasi, tergantung pada stadium penyakit. Kuru memiliki masa inkubasi yang panjang, yang berarti dibutuhkan waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun untuk gejala muncul setelah infeksi.

Masa inkubasi rata-rata adalah 10 hingga 13 tahun, tetapi dapat berkisar antara 5 hingga lebih dari 50 tahun.

Tahap klinis kuru berlangsung sekitar 12 bulan dan dibagi menjadi tiga fase: ambulans, menetap, dan terminal. Fase ambulan ditandai dengan gaya berjalan yang tidak stabil, koordinasi yang buruk, kesulitan mengucapkan kata-kata, dan tremor.

Fase menetap ditandai dengan ketidakmampuan untuk berjalan, gerakan tak sadar yang parah, perubahan perilaku dan emosi, seperti tertawa atau menangis, dan tanda-tanda demensia.

Fase terminal adalah ketika orang tersebut terbaring di tempat tidur, mengompol, tidak dapat berbicara atau makan, dan akhirnya meninggal karena pneumonia atau kelaparan.

Sebelum timbulnya gejala klinis, beberapa orang mungkin mengalami gejala prodromal, seperti sakit kepala dan nyeri sendi pada kaki. Namun, gejala-gejala tersebut tidak spesifik untuk kuru dan mungkin diabaikan.

Apa yang menyebabkan kuru?

Kuru disebabkan oleh paparan prion dari jaringan manusia yang terinfeksi. Cara penularan yang paling umum adalah melalui kanibalisme, yang dipraktikkan oleh orang-orang Fore di dataran tinggi Papua Nugini hingga tahun 1960-an.

Suku Fore memiliki tradisi memakan kerabat mereka yang telah meninggal sebagai cara untuk menghormati mereka dan membebaskan roh mereka.

Wanita dan anak-anak biasanya memakan otak, di mana prion paling banyak terkonsentrasi, sementara pria memakan bagian tubuh lainnya. Hal ini menjelaskan mengapa kuru lebih banyak dikonsumsi oleh wanita dan anak-anak daripada pria.

Asal mula kuru tidak diketahui, tetapi ada kemungkinan bahwa kuru dimulai ketika seseorang meninggal akibat penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD) sporadis, penyakit prion lain yang terjadi secara acak pada sekitar satu dari sejuta orang di seluruh dunia.

Ketika orang Fore memakan otak orang tersebut, mereka tertular kuru dan kemudian menyebarkannya ke orang lain melalui kanibalisme.

Kuru tidak menular melalui kontak biasa atau cairan tubuh. Kuru hanya dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan jaringan yang terinfeksi atau instrumen yang terkontaminasi.

Sebagai contoh, beberapa kasus kuru dilaporkan terjadi pada staf medis yang melakukan otopsi pada korban kuru tanpa perlindungan yang memadai.

Bagaimana kuru didiagnosis dan diobati?

Kuru didiagnosis berdasarkan gejala klinis dan riwayat paparan terhadap jaringan manusia. Tidak ada tes khusus untuk kuru atau penyakit prion lainnya.

Namun, beberapa tes dapat membantu menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala yang sama, seperti tes darah, keran tulang belakang, elektroensefalogram (EEG), pencitraan resonansi magnetik (MRI), atau biopsi.

Tidak ada obat atau pengobatan untuk kuru atau penyakit prion. Satu-satunya cara untuk mencegah kuru adalah dengan menghindari memakan jaringan manusia atau bersentuhan dengan bahan yang terinfeksi.

Sejak orang-orang Fore berhenti mempraktikkan kanibalisme pada awal tahun 1960-an, setelah mengetahui hubungannya dengan kuru dari para peneliti dan misionaris, kejadian kuru telah menurun secara dramatis. Kasus kuru terakhir yang diketahui dilaporkan pada tahun 2009.

Itulah dia ulasan mengenai apa itu penyakit kuru. Ini adalah contoh yang luar biasa tentang bagaimana sebuah praktik budaya dapat memiliki konsekuensi yang tak terduga bagi kesehatan manusia.

Hal ini juga menunjukkan bagaimana penelitian ilmiah dapat membantu memahami dan mencegah penyakit-penyakit tersebut. Kuru adalah kisah tragis namun menarik tentang penyakit yang mengubah dunia.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel