Sediksi.com – Kalian mungkin sudah familiar dengan kata “woke” dan “wokeism” karena sering seliweran di media sosial.
Berdasarkan apa yang sering kita temukan di media sosial, istilah woke dan wokeism digunakan untuk menyebut sikap atau tindakan seseorang yang merasa dirinya melek terhadap isu sosial seperti ketidakadilan sosial, ketidaksetaraan, dan diskriminasi.
Misalnya, mendukung gerakan black lives matter, salah satu gerakan yang membuat istilah ‘wokeism’ dan ‘woke’ semakin populer.
Arti wokeism, dan hubungannya dengan woke
Apa yang kalian lihat tentang wokeism dan woke melalui media sosial mungkin berbeda dengan arti woke sebenarnya.
Di sisi lain, kebanyakan definisi dan arti wokeism yang disediakan oleh database kosakata Bahasa Inggris seperti Macmillan dan Collins cenderung memberikan konotasi negatif.
Wokeism diartikan sebagai perilaku dan tindakan seseorang yang sensitif terhadap isu-isu ketidakadilan sosial dan politik, serta merepresentasikan kelompok minoritas. Sayangnya, makna ini kerap digunakan untuk melabeli seseorang dengan merendahkan.
Pendefinisian arti wokeism yang lebih merepresentasikan maknanya dari masa ke masa bisa dilihat di Urbandictionary. Siapapun bisa meletakkan apa yang mereka pahami tentang wokeism sesuai perspektif mereka.
Dengan kata lain, definisi dan arti wokeism masih terus bergerak dan bergeser.
Salah satu definisi wokeism yang lebih bisa merepresentasikan maknanya di masa sekarang adalah seseorang yang sangat memiliki kesadaran sosial dan diri secara ekstrim, hingga membuat mereka sama sekali tidak sadar akan isu dan tujuan yang sebenarnya.
Berdasarkan definisi tersebut, contohnya adalah menggurui orang-orang tentang dampak buruk media sosial melalui media sosial.
Istilah ‘wokeism’ sendiri lebih ‘dimaknai’ sebagai ideologi karena ‘ism’ di sini bisa diartikan sebagai sebuah gerakan sosial atau filosofi. Sedangkan istilah ‘woke’ mengarah pada orang yang melakukan aksi atau tindakan wokeism tersebut.
Sejarah istilah ‘woke’
Salah satu penggunaan awal istilah ‘woke’ muncul sebagai headline di New York Times tahun 1962.
“If You Are Woke You Dig It.”
Judul tersebut berisi artikel tentang idiom yang digunakan oleh orang Afrika-Amerika dan ditulis oleh WIlliam Kelley, seorang penulis novel keturunan Afrika-Amerika.
Penciptaan istilah ini muncul setelah kejadian tahun 1860, gerakan penghapusan perbudakan bernama Wide Awake untuk mendukung Abraham Lincoln yang pada tahun tersebut mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat.
Semua yang mendukung gerakan ini akan muncul di rumah para politisi di tengah malam, menyenandungkan tuntutan penghapusan perbudakan, dan memanggil kerumunan anak muda untuk ‘bangun’ (wake up).
Kemudian memasuki akhir tahun 2010-an, istilah ‘woke’ semakin umum digunakan dan disandingkan dengan aktivisme. Mulai dari yang terkait keadilan sosial, politik sayap kiri, gerakan anti rasisme, LGBTQ, feminisme, dan aktivisme lingkungan.
Meski penggunaan istilah ‘woke’ sudah luas, pengaplikasiannya semakin umum lagi sejak 2014 dengan adanya gerakan Black Lives Matter.
Perkembangan istilah ‘woke’ ini sampai-sampai menjadi kosakata baru yang tercantum dalam Oxford English Dictionary (OED) sejak 2017.
Berdasarkan OED, arti woke adalah berpengetahuan luas, up-to-date, terutama yang berkaitan dengan diskriminasi ras dan sosial serta ketidakadilan. Akhirnya, sekarang ini istilah ‘woke’ secara umum lebih melekat pada definisi kegiatan aktivisme.
Mengapa banyak yang tersinggung disebut ‘woke’?
Saat ini semakin banyak yang menggunakan istilah ‘woke’ sebagai senjata.
Dari segi sejarah, woke memang berasal dari budaya kulit hitam. Namun seiring berjalannya waktu, penggunaan dan interpretasi arti woke terus bergeser hingga menjadi yang saat ini kita rasakan sendiri di pikiran masing-masing, utamanya jika melihat interpretasi orang-orang di media sosial.
Penggunaan istilah ‘woke’ sebagai senjata tidak heran membuat orang-orang tersinggung ketika dilabeli sebagai woke.
Sebab ketika seseorang dilabeli sebagai woke pada masa sekarang, itu berarti orang tersebut dilabeli sebagai orang yang sulit untuk ditolerir (insufferable).
Padahal, bukan maksudnya untuk menjadi seperti itu dan tentunya menyebabkan tujuan gerakannya menjadi dikesampingkan. Misalnya, mendukung gerakan feminisme agar setiap wanita memiliki kebebasan untuk memilih menjadi wanita karier atau ibu rumah tangga.
Lalu muncul gelombang orang yang melabeli pendukung gerakan feminisme tersebut sebagai woke dengan maksud meremehkan.
Sedangkan pelabelan tersebut sangat tidak produktif terhadap jalannya gerakan feminisme, tidak mengubah tujuan gerakan, tapi justru menyurutkan orang yang mendukung gerakan tersebut.
Contoh-contoh wokeism
Black Lives Matter
Gerakan yang berasal dari Amerika Serikat untuk mendukung agar tidak ada lagi kekerasan terhadap orang kulit hitam di Amerika Serikat karena perbedaan ras.
Istilah ‘woke’ sendiri berasal dari sejarah upaya penghapusan perbudakan di Amerika Serikat terhadap migran kulit hitam pada tahun 1800-an.
Sedangkan sampai sekarang, masih banyak orang Amerika Serikat keturunan kulit hitam yang masih saja mendapatkan perlakuan tidak adil di negara tersebut.
Stop Asian Hate
Gerakan protes dan demonstrasi yang menargetkan orang Asia, Asia-Amerika, dan keturunan Asia.
Gerakan ini semakin gencar setelah penembakan massal tahun 2021 di Atlanta, Amerika Serikat di mana enam dari delapan korbannya adalah keturunan Asia.
LGBTQ+
LGBTQ+ adalah singkatan dari lesbian, gay, bisexual, transgender, queer, dan seterusnya.
Gerakan ini bertujuan mendukung orang-orang yang masuk dalam identitas tersebut, identitas yang tergolong minoritas dan beresiko mendapatkan perlakuan tidak adil dari masyarakat.
#MeToo
Sebuah gerakan yang menentang perlakuan buruk laki-laki terhadap wanita di tempat kerja dan lebih populer sebagai slogan gerakan anti pelecehan seksual.
Sehingga akhirnya gerakan ini tidak terbatas pada wanita yang menjadi korban dalam kejahatan gender, tapi juga laki-laki.
Aksi berlutut sebelum pertandingan olahraga
Aksi berlutut dengan satu kaki yang dilakukan sebelum pertandingan olahraga.
Seperti ketika tim-tim sepak bola di Liga Premier Inggris melakukan aksi berlutut sebelum memulai pertandingan sebagai aksi solidaritas terkait dengan gerakan Black Lives Matter.
Aksi ini adalah aksi simbolik terhadap rasisme, ketidakadilan, dan kebrutalan polisi yang sering dialami oleh kelompok minoritas.