Sediksi.com – Sebanyak 50% Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di wilayah DKI Jakarta mulai melakukan work from home (WFH) pada hari ini, 21 Agustus 2023.
Keputusan tersebut diambil setelah Presiden Jokowi melakukan rapat terbatas merespon masalah polusi udara Jakarta di Istana Merdeka pekan lalu, (14/8).
Penerapan WFH untuk ASN di lingkup kerja DKI Jakarta sebenarnya direncanakan berlaku pada 28 Agustus- 7 September 2023. Namun, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono menyampaikan kebijakan WFH dipercepat mulai pekan ini.
Heru menegaskan kebijakan WFH untuk ASN adalah upaya untuk mengatasi kemacetan di wilayah ibu kota. Hal itu dilakukan mendekati persiapan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN di Jakarta.
Berdasarkan surat edaran dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), ASN yang berkantor di wilayah DKI Jakarta diminta melaksanakan hybrid working untuk mendukung kelancaran pelaksanaan KTT ASEAN. WFH berlaku untuk 50% ASN pada layanan administrasi pemerintahan dan layanan dukungan pimpinan.
Ketentuan WFH ini tidak berlaku untuk ASN yang bekerja di bidang layanan masyarakat seperti kesehatan, keamanan dan ketertiban, logistik, serta penanganan bencana. ASN pada bidang-bidang tersebut seluruhnya tetap melakukan work from office (WFO).
WFH untuk persiapan KTT ASEAN
Mengutip Kompas, Plt Gubernur Jakarta Heru Budi menyampaikan tujuan WFH ASN kali ini yaitu untuk mengatasi kemacetan di sebagian wilayah Jakarta. Dengan begitu, pemerintah berharap KTT ASEAN terlaksana dengan baik dan lancar.
Heru menjelaskan bahwa kebijakan WFH hanya bersifat himbauan untuk perusahaan maupun pegawai swasta. Kebijakan WFH selama pelaksanaan KTT ASEAN bagi perusahaan-perusahaan swasta di Jakarta bersifat opsional dan menjadi wewenang pemilik perusahaan.
Selain WFH untuk ASN, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk sekolah-sekolah di wilayah Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta rencananya akan menerapkan 50% PJJ dan 50% pembelajaran tatap muka untuk murid sekolah selama pelaksanaan KTT ASEAN di Jakarta.
WFH untuk menekan polusi udara
Presiden Jokowi pada rapat terbatas di Istana Negara pada 14 Agustus lalu menyampaikan agar pemerintah berani mendorong kantor-kantor di daerah Jabodetabek untuk melakukan hybrid working. Hal itu disampaikan merespon kualitas udara di wilayah Jabodetabek yang memburuk.
Tetapi agak berbeda dengan Presiden Jokowi, Plt Gubernur Jakarta Heru Budi justru mengatakan jika WFH bukan solusi untuk masalah polusi Jakarta. Heru menyampaikan bahwa WFH adalah cara mengurangi kemacetan, terutama menjelang pelaksanaan KTT ASEAN.
Sedangkan untuk mengatasi masalah polusi di Jakarta, Heru akan menetapkan beberapa aturan dan penertiban berkendara. Beberapa cara yang akan dilakukan antara lain dengan pengetatan kebijakan ganjil-genap, disinsentif tarif parkir, dan pemberlakuan 4 in 1.
Kebijakan Pemerintah DKI Jakarta tersebut secara garis besar lebih berfokus pada pengaturan kendaraan pribadi. Setelah mendengar arahan presiden untuk mengatasi polusi udara, Pemerintah DKI Jakarta tampaknya berkesimpulan bahwa banyaknya kendaraan pribadi menjadi faktor penyebab polusi udara sekaligus kemacetan di Jakarta.
Oleh karena itu, untuk mengurangi polusi dalam waktu singkat mendekati pelaksanaan KTT ASEAN, pemerintah berupaya menekan mobilitas kendaraan bermotor melalui WFH. Kebijakan ini sekaligus cara mengantisipasi kemacetan akibat banyaknya kendaraan pribadi saat KTT ASEAN berlangsung.
WFH hanya salah satu cara sementara untuk menekan polusi udara di Jakarta. Sebagian pihak berpendapat, jika pemerintah ingin serius mengatasi kualitas udara Jakarta yang mengalami perburukan, maka perlu dicari terlebih dahulu akar masalah polusi di Jakarta.
Pemerintah diminta meningkatkan cakupan uji emisi untuk kendaraan bermotor. Hal itu diikuti dengan peraturan melarang kendaraan yang tidak lolos uji emisi gas buang untuk beroperasi.
Selain gencar melakukan uji emisi kendaraan bermotor, pemerintah juga perlu mendorong penggunaan transportasi ramah lingkungan. Peningkatan fasilitas dan pelayanan trasnportasi publik juga harus dilakukan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Faktor penyebab polusi udara selain dari asap kendaraan bermotor harus lebih diperhatikan oleh pemerintah. Pabrik, industri, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di daerah sekitar Jakarta juga perlu lebih ketat diawasi, terutama dalam pengelolaan limbah gasnya.