Efek TikTok Shop Ditutup, Pengguna Beralih ke E-Commerce

Efek TikTok Shop Ditutup, Pengguna Beralih ke E-Commerce

tiktok-solen-feyissa-unsplash

DAFTAR ISI

Sediksi – Efek TikTok Shop ditutup, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meminta penggunanya beralih ke e-commerce atau marketplace lain agar tetap bisa menjual produknya.

Zulkifli menegaskan akan memberi peringatan dan menindak tegas TikTok jika tetap mewadahi transaksi pembayaran jual-beli barang maupun jasa.   

Sepekan terakhir TikTok mendapat kelonggaran dari Kemendag untuk memberi kesempatan pedagang di TikTok Shop menyelesaikan keperluan jual-beli barang dengan pembelinya.

Untuk menghormati kebijakan Pemerintah Indonesia, TikTok memutuskan menghapus fitur TikTok Shop di aplikasinya per Rabu, 4 Oktober 2023 mulai pukul 17.00 WIB.

Namun, ditutupnya TikTok Shop menimbulkan efek dan mendapat tanggapan dari berbagai pihak.

Disyukuri tapi juga disayangkan oleh pedagang

Sebagian pedagang pasar tradisional menyambut baik revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 tahun 2020 menjadi Permendag No. 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Permendag tentang Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) tersebut diharapkan bisa membuat pembeli kembali berbelanja ke pasar tradisional.

Efek TikTok Shop Ditutup, Pengguna Beralih ke E-Commerce - pasar orkun azap unsplash
Orkun azap/unsplash

Pedagang pasar konvensional bersyukur ada perhatian dari pemerintah.

Mereka yang mendukung Permendag PPMSE tahun 2023 beranggapan harga barang yang sangat murah di TikTok Shop sungguh tidak masuk akal dan TikTok melakukan predatory pricing.

Wakil Mendag Jerry Sambuaga yakin jika TikTok Shop melakukan predatory pricing.

“Jelas, bisa dilihat ada barang impor kalau pakai prosedur normal bisa mencapai Rp 1 juta, bukan Rp 100 ribu. Apakah itu tidak predatory pricing?” kata Jerry dikutip dari Kompas.

TikTok sempat memberikan klarifikasi mengenai harga yang sangat jauh di bawah normal antara TikTok Shop dengan pasar ritel atau pasar tradisional.

Mengutip dari laman resmi TikTok, harga yang tertera di TikTok Shop merupakan harga yang diberikan penjual dan bukan diatur TikTok sebagai penyedia layanan.

Di sisi lain pelarangan social commerce disayangkan oleh beberapa penjual yang sudah memulai bisnis di TikTok Shop.

Mereka menganggap ditutupnya TikTok Shop dengan Permendag PPMSE 2023 merupakan langkah mundur seakan pemerintah menolak inovasi dalam dunia perdagangan elektronik.

Beberapa pedagang yang kontra dengan penutupan TikTok Shop mengaku mendapat manfaat dengan menawarkan barangnya di platform online.

Keberadaan social commerce dilihat sebagai pelengkap pasar atau toko fisik, bukan menghilangkan fungsi toko sebagai tempat display produk atau barang dagangan mereka.

Dikritik pengamat

Pengamat ekonomi menilai dilarangnya fitur TikTok Shop tidak terlalu signifikan efeknya terhadap jual-beli online di masyarakat, terutama untuk mencegah masuknya barang-barang impor.

Dilarangnya TikTok Shop membuat penggunanya beralih ke beberapa e-commerce.

Mengutip CNBC, Analis Philip Securities Reserch Jonatan Woo mengatakan Permendag tentang PPMSE 2023 telah memberi keuntungan untuk e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies Bima Yudistira mengatakan jika penutupan TikTok Shop tidak serta merta dapat mengurangi masuknya barang impor secara ilegal.

“Tidak cukup dengan melarang TikTok Shop saja. Banyak pintu masuk impor perlu dibenahi salah satunya platform cross border,” kata Bhima dikutip dari Kompas.

Menurut Bhima ada kemungkinan barang impor ilegal akan masuk lewat jasa titip alias jastip.

Permendag No. 31 tahun 2023

Pasal 21 ayat 3 dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31 Tahun 2023 menetapkan media sosial seperti TikTok, Facebook, dan Instagram dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran jual-beli produk di aplikasinya.

Namun, pemerintah memperbolehkan media sosial sebagai platform promosi barang atau jasa.

Selain itu, pemerintah juga menegaskan kembali Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang bersifat lintas batas negara harus mengikuti ketentuan ekspor dan impor serta peraturan perundang-undangan.

Pemerintah mengatur sanksi administratif jika media sosial masih melakukan transaksi jual-beli dan marketplace melanggar ketentuan ekspor-impor.

Sanksi administratif tersebut berjenjang dari tingkat yang paling ringan seperti peringatan tertulis, dimasukkan dalam daftar prioritas pengawasan, dan dimasukkan dalam daftar hitam.

Sanksi lain yang tergolong lebih berat dapat berupa pemblokiran sementara oleh pemerintah hingga pencabutan izin usaha.

Permendag PPMSE 2023 juga mendefinisikan kembali social commerce, platform pembanding harga, dan marketplace atau e-commerce.

Social commerce merupakan penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang atau merchant dapat memasang penawaran barang atau jasa.

Sedangkan marketplace atau e-commerce adalah penyedia sarana berupa situs web atau aplikasi secara komersial yang menjadi tempat bagi pedagang untuk menjual produknya.

Pemerintah berharap efek postif dari pengesahan Permendag ini yaitu menciptakan fair trade bagi pedagang yang berdagang online dan offline.

notix-artikel-retargeting-pixel