Selain Prabowo, Tiongkok Juga Pernah Bikin Proposal Damai untuk Perang Rusia-Ukraina

Selain Prabowo, Tiongkok Juga Pernah Bikin Proposal Damai untuk Perang Rusia-Ukraina

xi jingping mengunjungi vladimir putin di rusia Usulan Prabowo proposal damai perang Rusia-Ukraina

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Proposal damai yang disampaikan Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan Indonesia, untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina ditolak dengan tegas oleh Oleksii Reznikov, Menteri Pertahanan Ukraina.

Menurut Reznikov, proposal untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina dari Prabowo adalah rencana aneh. Ia menambahkan proposal damai itu terdengar bukan seperti usulan Indonesia.

Prabowo menyampaikan proposal damai tersebut saat menghadiri Shangri-La Dialogue, konferensi tahunan yang mendatangkan para menteri pertahanan dari negara-negara Asia-Pasifik. Forum ini bertujuan untuk menghasilkan gagasan yang fresh terkait isu keamanan dan diselenggarakan di Hotel Shangri-La, Singapura. 

Tiga poin proposal damai

prabowo subianto
Prabowo Subianto sedang menyampaikan pidato di Shangri-La Dialogue, (Vincent Thian/AP)

Dalam pidato Prabowo yang disampaikan pada 3 Juni 2023, ketiga poin usulan tersebut di antaranya melakukan gencatan senjata, penarikan pasukan lalu pembentukan wilayah demiliterisasi, dan menggelar referendum untuk menentukan warga di zona demiliterisasi tersebut akan bergabung dengan Rusia atau Ukraina. 

“Saya mengusulkan agar dialog Shangri-La menemukan modus deklarasi sukarela,” tambah Prabowo yang juga mendesak Ukraina dan Rusia untuk memulai negosiasi perdamaian

Proposal damai ini ditolak dengan tegas oleh Menteri Pertahanan Ukraina tersebut.

“Terdengar seperti usulan Rusia, bukan usulan Indonesia. Kami tidak butuh mediator seperti ini datang ke kami [dengan] rencana aneh ini,” ucapnya sebagaimana dikutip AFP.

Sebelum proposal ini, Joko Widodo, Presiden Indonesia yang pada saat itu juga pemimpin G20 melakukan kunjungan ke Moskow dan Kyiv di tahun 2022 untuk menawarkan diri sebagai perantara perdamaian.

Kunjungan tersebut tidak menghasilkan yang diharapkan selain perjanjian bebas visa di mana warga berpaspor Indonesia bisa mengunjungi Ukraina tanpa visa selama 30 hari dan begitu pula sebaliknya.

Tiongkok juga sudah mengajukan proposal damai

Bulan Februari lalu, Menteri Luar Negeri Tiongkok merilis dokumen berisi 12 poin usulan untuk mengakhiri perang Ukraina dan Rusia, sekaligus menjadi negara pertama yang melakukannya untuk perang ini.

Dua belas poin usulan tersebut kemudian disambut baik oleh Vladimir Putin, Presiden Rusia ketika Xi Jinping mengunjunginya Maret lalu di Istana Kremlin, Rusia.  

“Proposal damai Beijing tersebut cocok dengan sudut pandang Federasi Rusia,” ucap Putin.

Adapun 12 poin usulan damai oleh Tiongkok berkaitan dengan mendorong Ukraina dan Rusia untuk bernegosiasi, menghormati kedaulatan teritorial semua negara, dan mengakhiri sanksi ekonomi, khususnya terhadap Rusia.

Kemudian Tiongkok juga menekankan agar semua pihak menghindari potensi eskalasi perang nuklir. Namun Tiongkok juga menyarankan Rusia untuk tidak menarik pasukannya. Setelah mendapatkan respon positif dari Rusia, nada yang sama juga didapat dari pihak Ukraina.

“Kami menyambut inisiatif apapun yang memang ditujukan untuk menemukan perdamaian dan menyelesaikan perang,” kata Emine Dzhaparova, Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina diwawancarai Al Jazeera bulan Februari lalu. 

Meski begitu, lebih banyak pihak yang meragukan proposal damai tersebut. Diplomat negara-negara Barat utamanya, skeptis dan kecewa terhadap Tiongkok karena Tiongkok sama sekali tidak netral, dan lebih buruknya lagi, Tiongkok tidak menyebutkan akan mengutuk invasi yang dilakukan oleh Rusia.

“Tiongkok tidak memiliki kredibilitas karena tidak mengutuk invasi Rusia terhadap Ukraina itu sendiri,” ucap Jens Stoltenberg, Sekretaris Jenderal NATO  kepada wartawan sekaligus menyebutkan Beijing bahkan sempat menyetujui sebuah perjanjian dengan Putin beberapa hari sebelum invasi.

Lagipula, Beijing sendiri tidak dalam posisi yang tepat untuk menjadi perantara perdamaian.

Pembentukan ‘koalisi perdamaian’’

Ide proposal damai untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina tidak hanya berasal dari Indonesia dan Tiongkok. 

Luiz Inácio Lula da Silva, Presiden Brazil juga mempunyai ide membentuk ‘koalisi perdamaian’ atau yang ingin diberi nama ‘G20 untuk perdamaian’ dan disampaikan dalam pertemuan bilateral dengan Olaf Scholz, Kanselir Jerman di Istana Kepresidenan Planalto, Brazil pada 30 Januari lalu.

Presiden Luiz ingin menciptakan koalisi perdamaian tersebut bersama Indonesia, Tiongkok, dan India beberapa negara yang menurutnya sangat dihormati di meja perundingan. Menurutnya, negara-negara itu masih dianggap netral terhadap konflik, berani melakukan intervensi, serta berani bertindak untuk mewujudkan perdamaian di Ukraina.

Beberapa bulan berlalu, tidak ada kabar lagi tentang ide tersebut dari Presiden Luiz. Ketika Kanselir Jerman mendorong Presiden Luiz untuk mengekspor senjata demi menambah pertahanan Ukraina April lalu pun, Presiden Brazil tersebut tidak memberikan respon yang tegas. 

Di satu sisi, Brazil tidak pernah mengekspor senjata ke Ukraina atau terlibat dalam perang yang tidak berkaitan dengan Brazil, dimana hal ini sesuai dengan prinsip non blok Brazil. 

Di sisi lain, sekalinya Brazil memiliki ide menciptakan ‘koalisi perdamaian’ untuk mengakhiri perang Ukraina dan Rusia, sayangnya tidak diikuti dengan upaya untuk betul-betul merealisasikan ide tersebut.

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel