Sediksi.com – India mungkin saja mengganti nama negaranya menjadi “Bharat” di bawah masa pemerintahan Narendra Modi, Perdana Menteri (PM) India saat ini.
Meskipun rencana India ganti nama jadi Bharat ini bukan isu yang baru, tapi kembali mencuat setelah dipicu oleh undangan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang meminta para tamu untuk bergabung makan malam bersama “Presiden Bharat”.
8 fakta kontroversi India ganti nama jadi Bharat
Inisiasi ganti nama dimulai sejak 1949
Rencana penggantian nama ini dimulai pada 18 September 1949. Ketika di dalam rancangan Pasal 1 Konstitusi, menyebut Persatuan Negara-Negara sebagai “India, yaitu Bharat”. Rancangan tersebut kemudian diadopsi secara resmi oleh Majelis Konstituante.
Sejak saat itu, rencana ini menjadi salah satu topik yang diperdebatkan secara sengit oleh para perumus Konstitusi sebelum Pasal 1 ini ditetapkan.
Saat itu, amandemen ini berakhir tidak disetujui.
Nama “India” digunakan sejak abad ke-9 SM
Sejarah penamaan India dimulai dari Yunani pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM) yang menggunakan tata nama ini untuk merujuk pada tanah yang berada di seberang sungai.
Yang mana istilah “India” diambil dari nama kuno untuk Sungai Sindhu (Indus).
Kata “India” pertama kali disebutkan dalam literatur kuno Inggris pada abad ke-9 SM.
Kemudian pada abad ke-17, istilah ini mulai umum digunakan secara luas.
Ganti nama untuk menghapuskan sejarah kolonialisme
Salah satu alasan utama pemerintahan Modi mengangkat kembali rencana penggantian nama adalah untuk menjauhkan India modern dari masa lalu kolonial yang pernah dialami.
Hal ini disampaikan oleh Michael Kugelman, Direktur South Asia Institute untuk Wilson Center di Washington.
Sebab akhir-akhir ini terdapat tren menamai ulang nama jalan yang dianggap punya kaitan secara langsung dengan sejarah kolonialisme.
Dengan mengganti nama India menjadi Bharat, partai Bharatiya Janata Party (BJP) berpikir nama baru ini lebih cocok dan tepat bagi India.
Karena istilah Bharat berasal dari bahasa Sansekerta kuno, bahasa asli mereka. Sedangkan India diambil dari pilihan Inggris, negara yang menjajah India.
Memanfaatkan momen sebagai tuan rumah KTT G20
Di tengah sedang menjadi tuan rumah untuk KTT G20 tahun 2023, momen ini dianggap oleh pemerintah India sebagai waktu yang tepat untuk mengangkat isu ini dan memutuskan penggantian nama.
Jika India benar-benear berganti nama tahun ini, maka akan menandai perubahan signifikan dalam nomenklatur di panggung internasional.
Seiring dengan berlangsungnya persiapan negara dalam menyambut pemimpin dari berbagai negara, utamanya Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan tentunya, Perdana Menteri (PM) Inggris Rishi Sunak.
Juru bicara partai BJP sudah merujuk negaranya sebagai Bharat dalam forum internasional
Sambit Patra, Juru Bicara (Jubir) BJP, akhir-akhir ini baru saja membagikan dokumen berisi hasil kunjungan Modi ke Indonesia dimana menyebut dirinya sebagai PM Bharat, bukan India.
Keputusan ini membuat penggunaan istilah Bharat sebagai pengganti India sangat mungkin terjadi dalam waktu dekat.
KTT G20 di New Delhi akan mencetak sejarah baru
KTT G20 di New Delhi selanjutnya yang akan diselenggarakan pada 9–10 September 2023 akan menjadi kali pertama istilah Bharat digunakan dalam forum internasional bergengsi, menggantikan istilah India.
Jika rencana ini dilaksanakan, maka akan menciptakan sejarah baru bagi India dan pimpinan negara yang menghadiri forum ini.
Baca Juga: KTT ASEAN Ke-43 Hari Pertama Berjalan Lancar
KTT G20 dimanfaatkan untuk mendapatkan dukungan dari komunitas internasional
Ketika negara mengganti nama, mereka juga memerlukan pengakuan dari komunitas internasional.
Dengan mendapatkan pengakuan mereka, maka nama baru akan mulai digunakan dalam berbagai aspek. Mulai dari dokumen resmi, hingga istilah sehari-hari.
Jika India mulai menggunakan nama barunya dalam forum ini, maka India sebagai tuan rumah juga telah memanfaatkan KTT G20 demi mendapatkan dukungan dari komunitas internasional atas nama barunya.
Kritik terhadap upaya penggantian nama meningkat kembali dari pihak oposisi
Tindakan menaikkan isu penggantian nama bukan hanya di lingkungan domestik tapi juga internasional dinilai oleh pihak oposisi sebagai keputusan yang tidak baik.
Modi dan pemerintahannya mendapatkan kritik pedas atas rencana ini.
Pihak oposisi lalu menuduh pemerintahan Modi berniat “memutarbalikkan sejarah dan memecah belah India”.