Sediksi.com – Aktivitas transfer yang dilakukan oleh klub-klub liga Arab Saudi musim panas ini menghiasi berbagai headline media. Aktivitas yang dimotori oleh pengelola dana investasi negara (Public Investment Fund/PIF) ini punya ambisi besar untuk mendatangkan nama-nama pesepakbola top Eropa.
Setelah Al-Nassr membuat kejutan dengan mendatangkan mega bintang asal Portugal, Cristiano Ronaldo, pada Januari lalu, klub-klub besar Saudi Pro League (SPL) lainnya juga turut mengikuti. Al-Ittihad berhasil mendatangkan Karim Benzema dan N’Golo Kante serta Al-Hilal berhasil memboyong Ruben Neves dan Kalidou Koulibaly.
Tidak sampai di situ, klub-klub Arab Saudi sampai sekarang masih aktif berburu para talenta terbaik benua biru. Nama-nama seperti Lionel Messi, Bernardo Silva, Riyad Mahrez, Neymar, Luka Modric, Roberto Firmino, Romelu Lukaku, Steven Gerrard, Jose Mourinho, Thomas Partey, Marcelo Brozovic, Saul, Ilkay Gundogan, Son Heung-min, Wilfried Zaha, dan lain-lain juga dikabarkan sempat masuk ke dalam daftar buruan.
Meskipun tidak semua target tercapai, klub-klub ‘big 4’ Saudi sendiri telah menunjukkan progres yang cukup baik dalam jendela transfer ini, di mana 2 pemain Chelsea Hakim Ziyech dan Edouard Mendy sudah hampir pasti akan bergabung ke Saudi Pro League. Sementara proses negosiasi untuk mendatangkan Brozovic berlanjut ke arah positif.
Liga Arab Saudi Bukan yang Pertama
Perburuan pemain-pemain yang berkarir di Eropa oleh klub-klub yang berkompetisi di luar benua biru ini sendiri sudah pernah terjadi sebelumnya. Liga profesional China (Chinese Super League/CSL) sempat mengejutkan jagat persepakbolaan pada 2016, ketika rekor tranfer termahal CSL dipecahkan sebanyak 3 kali hanya dalam rentang waktu 10 hari.
Guangzhou Evergrande mendatangkan Ramires dari Chelsea seharga 24 juta Pound dan Jackson Martinez dari Atletico Madrid dengan harga 25 juta Pound. Pembeliaan itu diikuti dengan kedatangan Alex Teixeira, yang pindah dari Shakhtar Donetsk ke Jiangsu Suning dengan mahar 38,5 juta Pound.
Setelahnya, nama-nama lain seperti Ezequiel Lavezzi, Papiss Cisse, dan Graziano Pelle ikut berdatangan, hingga akhirnya rekor transfer kembali terpecahkan setelah Shanghai SIPG mendatangkan 2 pemain asal Brasil, Hulk (45 juta Pound) dan Oscar (52 juta Pound).
Shanghai Shenhua yang tidak ingin ketinggalan dari klub sekotanya itu kemudian mendatangkan Carlos Tevez, yang diberikan kontrak fantastis di angka 600 ribu Pound per pekan.
Cristiano Ronaldo yang mengejutkan dunia dengan memilih melanjutkan karir di SPL, hampir melakukan hal serupa beberapa tahun lalu. Agen sang pemain, Jorge Mendes, mengklaim bahwa salah satu klub CSL sempat menawarkan gaji di atas 100 juta Euro per tahun untuk kliennya tersebut.
Dikutip dari The Athletic, transaksi gila-gilaan 7 tahun lalu ini sendiri tidak dapat dilepaskan dari ambisi pemerintah Tiongkok yang berupaya mengubah negaranya menjadi kekuatan sepak bola dunia. Perusahaan-perusahaan raksasa Tiongkok didorong untuk berinvestasi di CSL.
Rencananya ialah meningkatkan kualitas kompetisi sepak bola Tiongkok berkat gelontoran dana besar, dan sebagai balasan perusahaan yang berinvestasi dapat meningkatkan eksposur terhadap brand mereka serta memperkuat hubungan dengan pemerintah.
Akan tetapi, yang terjadi selanjutnya adalah malapetaka. Mega proyek yang diidam-idamkan tersebut mengalami kemunduran luar biasa tidak sampai 10 tahun pasca perumusan kebijakan pembangunan industri olahraga Tiongkok pada 2014.
Hal ini dimulai ketika kebijakan klub-klub CSL yang mendatangkan pemain dengan harga serta gaji tinggi dilihat sebagai investasi irasional oleh pemerintah Tiongkok. Asosiasi sepak bola Tiongkok (CFA) kemudian mulai mengeluarkan aturan-aturan baru secara bertahap untuk mengontrol model kebijakan ini.
Beberapa di antaranya seperti membatasi jumlah pemain asing di lapangan, mengeluarkan regulasi keuangan baru yang terkait dengan belanja dan kontrak pemain (termasuk membayar denda kepada CFA jika klub menghabiskan di atas 5 juta Pound untuk belanja pemain asing), hingga pada pembatasan gaji pemain asing yang tidak boleh melebihi angka 3 juta Euro per musim.
Hal ini pun akhirnya cukup berdampak pada klub-klub CSL. Kedatangan para pemain top mulai berkurang dan jumlah penonton mulai menurun. Dukungan dari para investor kaya raya pun juga perlahan-lahan mulai berhenti.
Puncaknya pandemi COVID-19 yang menghantam negara berpengaruh sangat besar pada kestabilan keuangan klub dan kompetisi secara menyeluruh. Banyak klub yang mengalami defisit keuangan dan berimbas salah satunya pada penunggakan gaji pemain.
Jiangsu Suning terpaksa harus gulung tikar pada 2021 meskipun masih berstatus sebagai juara bertahan CSL akibat kesulitan finansial.
Meskipun rancangan pengembangan sepak bola di Tiongkok belum sepenuhnya ditinggalkan, kebijakan mendatangkan pemain-pemain top Eropa ternyata tidak membawa dampak signifikan pada kualitas sepak bola di sana.
Lalu bagaimana dengan Arab Saudi? Apakah model kebijakan transfer pemain seperti ini juga akan bernasib sama dengan Tiongkok?
Untuk dapat memprediksi hal ini memang diperlukan analisis mendalam terkait kebijakan, model kompetisi, serta dukungan yang diperoleh dari dua proyek yang tidak sepenuhnya sama persis itu. Dan tentu saja kita belum dapat menarik kesimpulan saat ini, sebab Arab Saudi baru saja memulai proyek jangka panjangnya.
Baca Juga: Ramai-ramai Julidin Transfer Liga Inggris