Sediksi – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan uji materil atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 pasal 8 ayat 2 tentang teknis perhitungan keterwakilan calon legislatif perempuan di Pemilu 2024.
PKPU tersebut diputuskan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, Undang-Undang Pemilu, dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
MA memutuskan mengabulkan permohonan keberatan hak uji materi dari penggugat. Keputusan MA terkait PKPU tersebut diputusakan pada Selasa, 29 Agustus 2023 melalui putusan perkara 24 P/HUM/2024.
Sebelumnya, pasal 8 ayat 2 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 digugat pada bulan Juni lalu oleh lima pihak yakni Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia, mantan Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, pakar hukum kepemiluan UI Titi Anggraini, mantan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Wahidah Suaib.
Kelima penggugat mengatasnamakan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan memohon agar MA meninjau dan menghapus ketentuan pembulatan ke bawah yang digunakan KPU ketika menghitung jumlah bakal calon legislatif perempuan di suatu daerah pilihan (dapil). Untuk mengganti aturan tersebut, perhitungan keterwakilan perempuan 30% yang menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima diberlakukan pembulatan ke atas.
KPU sebelumnya menyampaikan akan menghormati langkah hukum yang diambil masyarakat untuk melakukan uji materil PKPU ke MA. KPU menilai peraturan yang digugat ke MA tersebut tidak bermaslah dan sejauh ini Komisioner KPU Hasyim Asy’ari menyatakan telah berupaya mengakomodasi keterwakilan perempuan sebagai peserta dalam pemilu legislatif.
Pembahasan tentang keterwakilan perempuan pada PKPU ini sempat dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 17 Mei 2023. Namun, DPR menolak melakukan revisi terhadap peraturan tersebut karena menganggap tahapan pemilu 2024 telah berjalan dan menghargai peraturan yang telah disahkan KPU.
Komisi II DPR RI yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri, sekretariat negara, dan pemilu sempat menggelar rapat dengar pendapat dengan KPU. Dari hasil rapat tersebut DPR menilai tidak ada yang dilanggar dari penetapan PKPU setelah mendengar pernyataan dari KPU karena tingkat keterwakilan perempuan dari masing-masing partai politik peserta pemilu sudah lebih dari 30%.
Klaim KPU yang mengatakan keterwakilan perempuan di pemilu sudah melebihi ketentuan 30% diragukan beberapa pihak. Menurut Titi Anggraeni sebagai salah satu pihak penggugat PKPU pasal 8 ayat 2 ke MA, tingkat keterwakilan 30% perempuan itu mungkin terpenuhi di tingkat DPR pusat, tapi belum bisa dibuktikan terpenuhi pada caleg DPRD tingkat provinsi serta kebupaten dan kota.
PKPU pasal 8 ayat 2 jadi celah untuk menjegal caleg perempuan
Mengutip BBC Indonesia, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati menyampaikan PKPU pasal 8 ayat 2 yang mengatur tentang penghitungan keterwakilan caleg perempuan justru melanggengkan politik bagi-bagi kekuasaan oleh partai politik. Situasi tersebut seringkali merugikan caleg perempuan.
Menurut Mike, hal tersebut terjadi karena partai politik masih memegang keputusan terbesar untuk menunjuk kadernya duduk di legislatif. Caleg perempuan yang mendulang perolehan suara untuk partai dan seharusnya terpilih justru diganti oleh parpol dengan menunjuk sosok caleg lain yang punya posisi kuat dan khusus di dalam partai.
Selain membatalkan pemberlakuan PKPU pada Pemilu 2024, gugatan ke MA kali ini diharapkan dapat mencegah peraturan-peraturan sejenis kembali dibuat. Menurut Mike, peraturan tersebut akan mengurangi keterwakilan perempuan berkompetisi di pemilu.
KPU mengubah ketentuan PKPU yang dikritik
Menindaklanjuti banyaknya kritik terhadap PKPU Nomor 10 tahun 2023 pasal 8 ayat 2, KPU mengubah teknis perhitungan keterwakilan perempuan sebagai caleg di Pemilu 2024. Ketentuan pembulatan untuk menghitung dua angka di belakang koma diubah menjadi seluruhnya berlaku pembulatan keatas.
Hal itu diungkapkan Komisioner KPU Hasyim Asy’ari pada 10 Mei 2023. Perubahan PKPU itu dilakukan setelah KPU berdiskusi dengan Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) merespon kritik dari masyarakat.
Hasyim juga menyampaikan akan menambah beberapa pasal pada revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 untuk menyesuaikan adanya perubahan ketentuan perhitungan untuk caleg perempuan. Pertama pasal yaitu pasal 94a ayat 1 yang berisi tentang kesempatan bagi parpol peserta pemilu melakukan perbaikan daftar bakal caleg sampai masa waktu pengajuan berakhir pada 14 Mei 2023.
Pasal lainnya yaitu pasal 94a ayat 2 yang memberikan kesempatan tambahan jika parpol melewati batas akhir pada pasal 94a ayat 1, perbaikan daftar bakal calon dilakukan saat tahap pengajuan dokumen persyaratan bakal calon.