Calon Problematik Berpotensi Lolos Pemilu, Terkait Tindak Korupsi

Calon Problematik Berpotensi Lolos Pemilu, Terkait Tindak Korupsi

Calon Problematik Berpotensi Lolos Pemilu Jaksa Agung Burhanudin

DAFTAR ISI

Sediksi – Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin mengeluarkan memorandum untuk menunda pemeriksaan kasus dugaan pidana korupsi peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Instruksi tersebut ditujukan khususnya kepada Jaksa Agung Muda Intelijen dan Tindak Pidana Khusus se-Indonesia.

Instruksi Burhanudin tersebut dikritik berbagai pihak karena berpotensi meloloskan calon anggota legislatif (caleg), calon kepala daerah, serta calon presiden dan wakil presiden yang problematik di Pemilu 2024. Kritikan keras disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Menurut Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, pernyataan Jaksa Agung Burhanudin untuk meminta penundaan pemeriksaan indikasi tindak pidana korupsi calon peserta Pemilu 2024 tidak berdasar hukum dan sangat menyesatkan. Kurnia menegaskan hal itu tidak sesuai dengan konstitusi Indonesia.

Kurnia menyampaikan jika tindakan Burhanudin bisa menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Semestinya sesuai peraturan dan prosedur penyidikan yang ada apabila penyidik telah memiliki bukti permulaan yang cukup atau minimal dua alat bukti, tidak ada alasan jaksa menunda pemeriksaan calon peserta pemilu yang terindikasi kasus korupsi.

Menurut Kurnia penyelidikan para calon anggota legislaif maupun capres-cawapres yang terindikasi terlibat kasus pidana umum maupun pidana korupsi seharusnya justru disegerakan.

Ia juga menekankan penundaan pemeriksaan bukan bentuk netralitas kejaksaan, justru jaksa harus meningkatkan profesionalitasnya dalam menangani kasus selama Pemilu 2024.

Masyarakat seharusnya mendapatkan calon-calon berkualitas di Pemilu 2024. Adanya aduan dan laporan kasus yang melibatkan peserta pemilu semestinya ditindaklajuti dan secara tidak langsung menjadi salah satu bentuk seleksi.

Ditunda dengan dalih menghindari black campaign

Burhanudin meminta jaksa Tindak Pidana Khusus dan bidang Intelijen menunda penyelidikan dan penyidikan para calon sampai proses dan tahapan pemilihan selesai.

Burhanudin beralasan hal itu dilakukan untuk mengantisipasi proses hukum dijadikan alat politik praktis oleh pihak-pihak yang mempunyai maksud tertentu pada pemilu serentak 2024.

Melalui memorandum tersebut, Burhanudin mengarahkan agar bidang intelijen kejaksaan agung segera memetakan potensi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) yang mungkin muncul pada Pemilu 2024.

Pemetaan tersebut dilakukan sebagai langkah awal dan deteksi mencegah pelaporan terselubungyang mengarah ke black campaign dengan memanfaatkan kasus-kasus yang sedang ditangani kejaksaan.

Burhanudin mengatakan bahwa banyak pihak yang resah karena polarisasi pendukung maupun simpatisan peserta Pemilu menjelang tahun 2024. Ia mengingatkan agar jajaran kejaksaan bersikap tegas dan netral menghadapi Pemilu serentak 2024.

Menko Polhukam setujui langkah Jaksa Agung Burhanudin

Perintah Jaksa Agung Burhanudin tersebut mendapat dukungan dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Mengutip Kompas, Mahfud menilai para calon sering dikriminalisasi dengan laporan-laporan yang kemudian tidak terbukti.

Menurut Mahfud, penundaan yang dilakukan kejaksaan hanya sementara. Setelah pemilu selesai proses penyelidikan dan penyidikan akan dilanjutkan.

Ia juga menyampaikan Kejaksaan Agung perlu mencari jalan keluar untuk kasus-kasus yang sedang berlangsung dan melibatkan calon peserta Pemilu 2024. Mahfud mengatakan jika tidak semua kasus bisa ditunda penyidikannya.

Penundaan pemeriksaan kasus ditentang ICW

Berdasarkan pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020, Polri menerima 420 laporan perkara tindak pidana pemilu. Mengutip Sindonews, selama pilkada 2020, ada 9 perkara yang terkait kampanye dengan menghina, menghasut, dan SARA.

Sementara itu, sebanyak 33 perkara di pilkada tahun 2020 terkait dengan tindakan menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon yang berkompetisi di pilkada. Beberapa diantaranya merupakan kasus kriminalisasi peserta pemilu.

Namun, anggota ICW Kurnia Ramadana menyampaikan jika sepanjang tahun 2004-2022 terdapat 1.519 tersangka korupsi. Sekitar 521 orang merupakan anggota legislatif dan kepala daerah.

Kurnia melanjutkan, keputusan Jaksa Agung Burhanudin menunda pemeriksaan akan menyebabkan calon-calon yang terindikasi melakukan korupsi lolos dan terpilih di Pemilu 2024.  Hal itu akan menambah rumit penyelesaian kasus korupsi.

Proses pemilu juga menjadi sia-sia jika calon bermasalah terpilih sebagai pemenang pemilu. Nantinya pemerintah harus menunjuk lagi pelaksana tugas untuk menggantikan sementara calon terpilih.

Hal itu tentu membuat proses transisi kepemimpinan terhambat. Lebih jauh, keputusan untuk menunda pemeriksaan kasus tindak pidana korupsi kepada calon anggota legislatif, kepala daerah, bahkan capres-cawapres yang disampaikan Jaksa Agung Burhanudin justru bisa mengancam demokrasi.

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel