Agustus ini akan menjadi memori yang tidak terlupakan bagi para mahasiswa baru (maba). Pasalnya, selain akan menyambut rangkaian HUT RI ke-79, maba juga akan mengawali kisah kampusnya melalui sederetan program ospek.
Acara ini umumnya akan diawali dengan program orientasi universitas atau PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru). Melalui PKKMB, maba akan memperoleh materi seputar perguruan tinggi. Mereka juga akan mengikuti acara orientasi lanjutan seperti ospek fakultas dan jurusan.
Sayangnya, meski program ospek bersih sudah digaungkan, ternyata masih ada beberapa kampus yang melestarikan program ospek tidak masuk akal dengan beragam alasan. Salah satunya adalah program Cinta Subuh.
Cinta Subuh Itu Apa, sih?
Program ospek Cinta Subuh, secara harfiah, bisa diartikan sebagai kegiatan mencintai waktu menjelang Subuh.
Makna ini tidaklah keliru, sebab memang benar melalui kegiatan ini mahasiswa diharapkan dapat memanfaatkan waktu subuh dengan baik. Cinta Subuh sendiri sudah dilakukan di dua kampus teknik di Surabaya.
Sekilas, program ini pun juga seolah berhubungan dengan agama. Penyisipan kata ‘subuh’ membuat kebanyakan orang memaknai program ini layaknya Pondok Ramadan, yakni kegiatan pendekatan diri kepada Allah SWT melalui ibadah bersama.
Namun, menurut pengakuan salah seorang teman saya, Cinta Subuh ini ternyata nggak hanya soal datang pagi-pagi. Ia mengakui bahwa sembari menunggu salat subuh, mahasiswa dicekoki materi pengenalan kampus.
Singkat kata, program Cinta Subuh ini tak ubahnya ospek biasa. Bedanya hanya waktu pelaksanannnya yang di luar nalar, yaitu jam 4 pagi (konon, maba non-muslim diberi keringanan untuk dapat hadir sekitar pukul 6 pagi).
Lebih sialnya lagi, adanya Cinta Subuh ini nyatanya nggak lantas membuat panitia menjadi baik hati dan mengizinkan para maba pulang lebih cepat. Pesertanya ternyata tetap pulang sore atau bahkan malam.
Baca Juga: Kuliah Jurusan Pendidikan: Semester Tua Masih Jauh Lebih Menyenangkan ketimbang Mencari Kerja
Cinta Subuh yang Bikin Meng-aduh
Sayangnya, program Cinta Subuh yang diharapkan sebagai kegiatan mulia ini ternyata hanya angan-angan belaka lantaran membawa banyak petaka.
Pertama-tama, kegiatan ini membuat mahasiswa pejuang PP (pulang-pergi) merasa kerepotan. Mungkin nggak akan menjadi masalah kalau mahasiswa tersebut jarak rumahnya hanya 5 km dari kampus.
Tapi, bagaimana dengan mereka yang jarak rumahnya lebih dari 10 km? Pasalnya, tidak jarang ada mahasiswa yang berasal dari kota sebelah, seperti Gresik dan Sidoarjo.
Kakak saya, yang juga korban Cinta Subuh ini, mengatakan bahwa dulu dia sangat kerepotan karena harus bangun jam 2 pagi. Tidak hanya itu, orang tua pun juga harus standby lebih pagi untuk menyiapkan keperluannya, seperti kendaraan dan sarapan.
Kalau ada yang bilang kenapa nggak nge-kos aja, lha, dikira semua orang tua pasti akan mengizinkan anaknya nge-kos?
“Kalau numpang di kos teman dulu gimana?” Oke, mungkin ini dapat menjadi solusi paling ampuh. Tapi, bagaimana dengan mereka yang sama sekali belum mendapatkan teman akrab? Masa, iya, baru kenal langsung numpang nginep?
Di sisi lain, program Cinta Subuh ini juga menjadi masalah besar, utamanya bagi kampus teknik. Pasalnya, banyak mahasiswa yang sangat kelelahan karena waktu istirahat mereka terpangkas.
Ospek teknik memang sangat khas dengan pulang malamnya. Sehingga, adanya Cinta Subuh yang mewajibkan mereka berangkat dini hari jelas membuat mahasiswa kelelahan.
Teman saya sendiri mengatakan bahwa banyak mahasiswa yang ngantuk dan tidak fit ketika pemaparan materi. Nah, kalau sudah begini programnya jadi kurang efektif, kan.
Bahkan, kelelahan ini juga dapat berujung pada kasus kecelakaan. Kakak saya melaporkan bahwa pernah ada temannya yang meninggal, sementara teman saya mengatakan pernah ada yang mengalami kecelakaan saat hendak berangkat ke Cinta Subuh.
Baca Juga: Mahasiswa, Bukan Mahabisa!
Kartu Merah Program Cinta Subuh
Selain secara esensi lebih banyak membawa kerugian, program Cinta Subuh ini pada dasarnya bertentangan dengan peraturan Kemdikbud mengenai pelaksanaan PKKMB.
Mengacu pada peraturan dari Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi tahun 2019, kegiatan PKKMB hanya dilaksanakan selama 4-7 hari dan dimulai dari pukul 07.00 hingga 17.00 waktu setempat.
Adapun peraturan terbaru dari Kemdikbudristek tahun 2023 mengajukan sedikit perubahan, yaitu PKKMB dilaksanakan sekitar 2-6 hari dan dimulai dari pukul 07.00 hingga 16.30 waktu setempat.
Intinya, PKKMB itu idealnya dilakukan selama hari kerja dan sesuai jam kerja pula. Nah, Cinta Subuh ini jelas keluar jalur karena dimulai dari jam 4 pagi,
Ya memang, banyak penelitian yang bilang kalau waktu belajar yang ideal itu saat dini hari. Namun, masih ada penjelasan lebih lanjut soal belajar saat dini hari, yaitu seseorang harus sudah dalam kondisi prima setelah tidur yang cukup, sehingga metode ini bisa dilakukan secara efektif.
Lha, Cinta Subuh? Boro-boro tidur nyenyak. Nyentuh kasur aja belum tentu.
Gini, nih, kalau terlalu berpegang pada prinsip ‘teknik bukan untuk orang lemah.’ Tapi, mas, mbak, ini bukan soal lemah. Ini soal kesehatan dan efektivitasnya terhadap pembelajaran.
Selain melanggar aturan terkait waktu pelaksanaan, Cinta Subuh ini saya rasa juga telah melanggar salah satu poin dalam Peraturan Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 yang mengatur soal Pengenalan Lingkungan Sekolah.
Program ini masuk ke dalam kategori pelanggaran aktivitas, yaitu “Aktivitas lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.”
Lho, kok, bisa? Ini, kan, juga termasuk pembelajaran soal agama dan lingkungan kampus?
Gini ges. Kalau program ini memang merupakan kombinasi pembelajaran agama dan kampus, yang jadi pertanyaan kenapa harus dilakukan saat subuh? Kenapa nggak hari Jumat saja biar lebih berkah?
Toh, kalau tidak dilaksanakan saat subuh ataupun Jumat, jam dan hari lain pun juga masih berkah selagi diniatkan untuk ibadah.
Makanya, kemunculan Cinta Subuh ini saya rasa membuktikan bahwa woro-woro soal ospek bersih cuman omong kosong belaka.
Semenjak munculnya berbagai kasus yang mengitari ospek di sekolah maupun kampus, kini aksi ospek bersih gencar disebarluaskan. Bahkan, terdapat peraturan resmi yang mengatur tentang ospek bersih. Tapi, ya, gitu, aksi ini sekali lagi hanya gencar disebarkan, tapi nggak dilakukan.
Buktinya, dari tahun ke tahun penyelenggaraan ospek selalu saja setidaknya muncul satu program atau aktivitas problematik. Entah itu marah-marah gak jelas, cek kedisiplinan, sampai Cinta Subuh ini.
Iya, saya paham, program-program unik atau baru mungkin akan memunculkan memori yang membekas nantinya ketika nostalgia.
Tapi ayolah, mentang-mentang manusia cenderung mengingat memori buruk, masa harus diteruskan? Gimana kalau ternyata ada trauma karena ospek itu? Situ mau tanggung jawab?
Mending Dihapus Aja, deh!
Mengingat karena dampak negatifnya lebih banyak, tentu saya sangat tidak setuju apabila program Cinta Subuh ini dilanjutkan. Nggak hanya soal melanggar aturan, tapi juga soal efektivitas dan tujuan program ini yang bagi saya nggak banget.
Siapa, sih, yang mau disuruh berangkat pagi-pagi buta dalam keadaan lelah, ngantuk, dan harus bertarung dengan truk-truk kencang di jalanan cuman demi mendengar materi pengenalan kampus?
Ya, jelas, materi nggak bakal masuk ke otak lah, mas, mbak. Selain itu, apakah panitia juga nggak mikir kalau program ini sangat berisiko, utamanya buat perempuan? Belum lagi apabila ada mahasiswa yang kecelakaan dan bahkan meninggal. Yang kena, kan, pasti pihak panitia dan kampus.
Kemudian kalau tujuannya untuk menyatukan pembelajaran agama dan lingkungan kampus, sekali lagi, nggak perlu dilaksanakan di waktu subuh. Semua waktu itu baik selagi diniatkan untuk ibadah.
Okelah. Misal, program-program baru atau unik sejenis Cinta Subuh ini memang diperlukan untuk meningkatkan popularitas kampus, kan, sebenarnya tetap bisa toh bikin program sejenis yang lebih ramah.
Kalau boleh ngasih saran, program Cinta Subuh-nya bisa banget, lho, diganti menjadi “Dzuhur Berkah” atau “Sabtu Beriman”, misalnya. Malah lebih bagus, kan?