Pahlawan tanpa tanda jasa katanya. Pekerjaan mulia tersebut, kini perlahan-lahan mulai ditinggalkan. Alasannya terdengar sederhana tapi nyatanya cukup kompleks. Gajinya yang kecil tak sebanding dengan perjuangannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun perjuangan menjadi guru tidaklah mudah. Menjadi guru harus memiliki gelar sarjana pendidikan terlebih dahulu. Terlebih memperoleh gelar sarjana juga tidaklah mudah. Penuh pengorbanan dan juga air mata. Setelah lulus menjadi sarjana pendidikan, nanti sekolah lagi satu tahun untuk mengejar profesi guru. Dihitung-hitung membutuhkan waktu 5 tahun untuk memperoleh modal sebagai guru.
Guru sering disebut dengan pahlawan tanpa tanda jasa. Namun sangat miris apabila maksud dari pahlawan tanpa tanda jasa adalah gaji yang rendah. Apabila gajinya kecil lantas kenapa masih banyak yang mau menjadi guru? Sungguh pertanyaan yang sering kudengar. Kalau semua orang berpikiran demikian lantas siapa yang akan menjadi guru? Untung saja masih banyak orang-orang berhati mulia yang mengabdikan diri sebagai guru.
Baca Juga: Bomba Penyelamat yang Belum Sejahtera
Sialnya Jadi Guru Honorer di Indonesia
Guru honorer diartikan sebagai seorang guru bukan Aparatur Sipil Negara (ASN). ASN direkrut oleh negara secara umum, sedangkan guru honorer direkrut oleh pejabat pemangku kebijakan yang memiliki otoritas.
Jadi guru honorer dibayar oleh sekolah tersebut, sehingga tidak ada kaitannya dengan negara. Di Indonesia masih banyak guru-guru yang berstatus honorer dan banyak juga guru yang belum terdaftar pada sistem Dapodik sekolah.
Kebijakan terdaftar ke sistem dapodik sekolah tergantung dari kepala sekolahnya. Namun biasanya apabila sudah berjuang lama mungkin bisa dimasukkan dalam dapodik sekolah tersebut.
Berbicara soal gaji sebagai guru honorer. Agak miris untuk diceritakan sebenarnya. Sepengalamanku dulu gaji untuk satu bulan sekitar 200-300 ribu saja (daripada buat sebulan, gajinya lebih cukup buat seminggu sepertinya). Mungkin kalian sudah tidak terkejut dengan angka segitu. Yah, karena rata-rata guru honorer di sekolah masih segitu bukan?
Sewaktu aku kuliah dulu. Aku berekspektasi bahwa menjadi guru itu mudah dan langsung memperoleh gaji layak seperti gaji-gaji guru yang aku lihat. Ternyata setelah mengalami sendiri, aku terkejut.
Baca Juga: Uneg-uneg Guru Bahasa Jawa
Sudah Jadi Guru, Harus Kerja Serabutan Pula
Apakah gaji segitu cukup untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri? Tentu saja gaji segitu tidak akan cukup bahkan hanya untuk ongkos bensin saja kurang. Lantas sebagai guru honorer apa yang harus dilakukan untuk memenuhi semua kebutuhan diri?
Yah, sebagai guru honorer harus membuka diri dan menambah skill untuk menambah pemasukan. Hal yang aku lakukan dulu membuka les privat untuk kategori sekolah dasar dan taman kanak-kanak.
Menjadi guru honorer tidak jarang dipandang sebelah mata oleh masyarakat sekitar. Masyarakat banyak yang bilang, “buat apa sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya kalah dengan pegawai pabrik yang hanya lulusan SMA.” Nah, itu kata yang sering aku dengar ketika aku masih menjadi guru honorer.
Menyakitkan memang tapi itulah kenyataanya. Yah, yang bisa aku lakukan cukup tidak menghiraukan kata-kata mereka dan fokus dengan apa yang sedang aku kerjakan sekarang.
Baca Juga: Kultur Rekrutmen Kerja yang Makin Jancuk
Gaji sulit, kerjaan menumpuk
Bukan sebuah rahasia lagi, ketika menjadi guru honorer, pasti pekerjaan itu menjadi berkali-kali lipat. Seperti dimintai bantuan oleh guru-guru yang lebih senior. Belum lagi kalau harus merangkap sebagai tenaga administrasi TU, bahkan ada yang merangkap sebagai tukang bersih-bersih.
Ketika pekerjaan yang dilimpahkan begitu banyak, apakah gajinya naik? Tentu saja tidak. Tidak ada kenaikan gaji untuk guru honorer. Begitu miris bukan? (Ya Allah Gusti, ngapunten abot nemen iki!)
Selain pekerjaan yang berkali-kali lipat, menjadi guru honorer juga sering diikutkan dalam banyak kegiatan. Karena mungkin masih muda dan masih baru ya, jadi semua kegiatan dipasrahkan pada guru honorer.
Sebenarnya sah-sah saja jika mau seperti itu, tapi jangan lupa juga dinaikkan juga honornya dong!
Tidak Ada kepastian
Sebagai tenaga honorer tidak ada jaminan untuk dipertahankan dalam sekolah. Bisa sewaktu-waktu di rumah begitu saja. Apa lagi kebijakan baru, pemerintah akan menghapuskan tenaga honorer bukan? Lalu bagaimana nasib guru-guru honorer tersebut?
Mungkin kita juga bisa bernafas lega. Karena kebijakan penghapusan tenaga honorer diimbangi dengan dibukanya pendaftaran PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Banyak guru honorer yang telah tertolong dengan kebijakan tersebut. Tetapi apakah menjadi PPPK itu mudah? Tentu saja tidak semudah itu.
Persyaratan dan ketentuan untuk mengikuti PPPK sangat banyak. Salah satunya harus terdaftar di dapodik minimal 2 tahun. Lalu bagaimana dengan nasib guru-guru yang sudah mengabdi lama namun tidak masuk dalam sistem dapodik sekolah? Dengan kata lain mereka tetap tidak bisa mendaftar PPPK bukan?
Seperti halnya cerita teman saya yang sudah berjuang berpuluh-puluh tahun menjadi tenaga honorer namun sampai saat ini juga tidak ada kepastian untuk bisa diterima pada sistem PPPK. Lantas harus sampai kapan berjuang dan bertahan menjadi guru honorer?
Mas Menteri tolong pencerahannya, nggih!
Baca Juga: Pemburu Lowongan Kerja Menolak Harapan Palsu