Faktanya, kita hidup di tengah masyarakat yang masih percaya perihal gaib jauh lebih menarik, asik dan solutif.
Pergi ke dukun dianggap lebih solutif ketimbang pergi ke kepolisian.
Batu ajaib dirasa lebih manjur ketimbang periksa ke dokter.
Berita guna-guna masih marak, media dan pembacanya pun setia mengonsumsinya.
Film bertema gaib tetap diproduksi. Bahkan di youtube, konten yang mengulik kisah makhluk astral kian menjamur.
Pelaku bisnis makanan lebih rela mengorbankan materi demi penglaris, daripada mengikuti seminar-seminar motivasi bisnis.
Di tempat saya, tiap ada acara atau gawe seperti mantenan, tahlilan, atau pengajian rutin, selalu ada dupa yang dibakar. Menurut bocoran sih, katanya bisa menolak bala: hujan, santet, guna-guna, dan mungkin kenangan mantan.
Banyak kan?
Alih-alih masalah, saya justru melihat ini sebagai potensi yang bisa dimanfaatkan lebih kreatif guna meningkatkan kesejahteraan. Kehadiran negara sebetulnya sangat diperlukan.
Memang sih ini hal remeh-temeh. Mengharapkan pemerintah mengurusi ini kayaknya bakal susah. Toh ya, di perihal lain berhukum fardhu saja, pemerintah sering bolos tanpa titip absen. Apalagi yang tak kasat mata macam begini?
Namun, bukan tidak mungkin, suatu saat pemerintah lagi sumpek ngurusin negara, mengurung diri di kamar masing-masing, sambil mikir proyek apalagi yang bisa dikorupsi, kemudian mulai melirik potensi tenaga gaib di negara ini.
Sambil menunggu momen-momen itu, saya hadir, menawarkan beberapa ide alternatif yang benar-benar baik: pemberdayaan tenaga gaib di berbagai bidang.
Baca Juga: 4 Alasan Mengapa Kita Harus Terbiasa Makan di Tempat Penglaris
1. Pemerataan Pembangunan dan Transportasi
Santet kiriman. Ofensif, ditakuti, sekaligus digemari. Namun, alternatif solutif agar distribusi barang berlangsung secepat kilat.
Bayangkan suatu pagi tiba-tiba kamu merasa mual dan memuntahkan kotak bubble wrap berisi kado valentine. Terus pacar kamu nelpon, “surprise mbeb!” romantis kan? Apalagi kalau pacar kamu anak indigo yang agak posesif dan kamunya masokis.
Pengiriman paket yang bisa mengalahkan kurir ekspres ini, selain mampu mencapai daerah-daerah terpencil yang sukar diakses, juga mengurangi biaya operasional.
Anggaran pembangunan jalan tol, bisa dialokasikan ke pendidikan dan penanganan kesehatan. Jika diterapkan dalam skala besar saya pikir bakal efektif juga mengurangi resiko erosi anggaran yang sering banget terjadi kalau ada proyek-proyek pengadaan.
Baca Juga: Surat Terbuka untuk Tim Kisah Tanah Jawa
2. Percepatan Proyek Pembangunan
Bayangkan, jika kepala proyek-proyek pembangunan BUMN yang selama ini mangkrak, dijabat oleh ‘orang pintar’ yang selevel dengan Bandung Bondowoso. Pasti Indonesia sudah jadi negara maju dari dulu. Bagaimana tidak? Mbak Bandung bisa membangun ribuan candi dalam semalam.
Investasi bakal mengalir deras. Wakil rakyat jadi bisa fokus bahas RUU Penanganan Kekerasan Seksual dan gak perlu capek-capek kebut-kebutan bahas UU Cipta Kerja. Dan yang jelas, kita tidak perlu khawatir lagi ada banyak dana yang raib entah kemana.
Maka, jikalau memang berencana melakukan pemberdayaan tenaga gaib, ada baiknya pemerintah menganggarkan pelatihan kepeminatan dan skill ritual pemanggilan makhluk halus ala Bandung Bondowoso.
Ketimbang cuma sebatas bikin video gimmick penampakan setan di youtube, kan lumayan bisa menyerap tenaga kerja.
Baca Juga: Museum Koruptor, Proyek Menjanjikan Paska Korupsi di Malang
3. Menciptakan Cabang Olahraga Baru
Setelah mobile gaming dan ketapel diresmikan sebagai cabang olahraga, sudah saatnya hobi kesurupan dan ngoleksi khadam menjadi cabang olimpiade terbaru. Jika selama ini yang kita kenal tiap agustusan lombanya cuma itu-itu aja, maka santet bisa menjadi alternatif.
Misalnya kita sudah bosan memasukkan paku ke dalam botol, maka nanti, adakan lomba memasukkan paku ke dalam perut. Acara macam Kuda Lumping, Reog, dan Bantengan yang rawan kesurupan dan agak berbahaya itu saja bisa jadi warisan budaya, kenapa santet ngga?
Justru di masa pandemi begini santet menjadi tontonan alternatif yang bisa diakses secara daring dan jelas aman. Ngga seperti Pilkada, resiko terbentuknya klaster Covid-19 jauh lebih rendah.
Ambillah contoh, lomba santet indah yang dinilai dari segi estetikanya. Misal tiba-tiba muntah buket bunga. Targetnya? Tentu saja perut mereka yang gendut oleh duit rakyat.
Tambah lagi, tren nyantet orang itu bisa menjadi the new edgy. Bisa-bisa tren anak indie ala-ala kopi dan senja digeser oleh anak indigo dengan tren minum air kembang kala tengah wengi.
Lagian secara penampilan, dukun dan cenayang ngga jauh beda kok dengan anak emo.
Baca Juga: Tikus dan Proyek Percepatan Kiamat
4. Pasukan Khusus Tenaga Gaib Indonesia
Sebagaimana saya meyakini bahwa menyantet sesama rakyat jelata adalah tindakan pengecut, seyakin itu pula saya bahwa santet bisa menjadi simbol perlawanan. Misalnya, jika dukun se-Indonesia bergabung membentuk perkumpulan, pastinya akan menjadi poros baru yang patut diperhitungkan. Baik secara politis maupun Hankam.
Selama ini, santet acapkali diasosiasikan dengan pembalasan dendam. Padahal, kalau jajaran dukun-dukun kelas kakap membentuk pasukan, Indonesia bakal punya The Avenger-nya sendiri dong. Kok bisa? Lah kamu pikir Wanda Romanof dan Doctor Strange itu bukan dukun?
Tenaga gaib mampu menyaingi Navy Seals-nya Amerika. Sebab bukan hanya ahli di dua alam: darat dan laut, mereka juga unggul di alam gaib dengan nyantet musuh jarak jauh, mengalahkan senapan legendaris M16 dan AK. Tanpa recoil, bre.
Sekelompok dukun ini tidak hanya bisa jadi kekuatan militer baru, namun juga komisi independen yang membantu penyidik dan hakim menangani hal-hal gaib dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan negara.
Misal, tes CPNS, yang sebagaimana kita ketahui, dalam setiap periode pelaksanaannya, ada saja ‘nama gaib’ yang nongol pas pengumuman, padahal nihil di pendaftaran. Solutif kan?
Jika di dalam dunia Harry Potter ada the other minister yang membawahi kementerian sihir, maka membuat kementrian gaib butuh dipertimbangkan. Dibawah binaan dan koordinasi dari Pak Luhut tentunya, agar bisa berjalan dengan optimal dan se-visi dengan pemerintah.
Namun tentu saja ide ini setengahnya hanyalah utopis dan setengahnya lagi guyon semata.
Utopis karena tidak akan tercapai sampai kita semua berhenti memurtad-murtadkan orang lain.
Guyon karena saya yakin, guyon merupakan salah satu bentuk apresiasi kepada pemerintah. Lagipula bagi pemerintah kita, apa sih yang tidak bisa menjadi bahan guyonan?