Siap-siap TikTok Jadi Alat Kampanye Pemilu 2024

Siap-siap TikTok Jadi Alat Kampanye Pemilu 2024

TikTok Jadi Alat Kampanye Pemilu 2024
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

Kebayang nggak? Aplikasi TikTok yang dulunya dianggap alay dan remeh, di tahun 2024 nanti bisa menentukan arah politik di negeri ini. Ngeri-ngeri sedap kan?

Kampanye pemilihan umum (pemilu) presiden 2024 tinggal beberapa bulan lagi. Tiap-tiap capres pastilah sudah mengatur strategi kampanye untuk menggaet suara. Terutama dari kelompok muda.

Kampanye konvensional seperti baliho, spanduk, umbul-umbul, dan semacamnya tidak akan menarik lagi. Untuk tembus sasaran kelompok muda, media sosial bisa jadi solusi untuk panggung kampanye anyar yang nggak anyar-anyar banget. Misalnya TikTok.

Kebayang nggak? Aplikasi TikTok yang dulunya dianggap alay dan remeh, di tahun 2024 nanti bisa menentukan arah politik di negeri ini. Ngeri-ngeri sedap kan?

Ini juga pernah dikatakan oleh Pangeran Siahaan, pemilik kanal Asumsi pada perbincangannya bersama komedian Pandji Pragiwaksono dalam sebuah konten Youtube. Bahwa Tiktok bisa menjadi alat kampanye politik yang ampuh pada tahun 2024 mendatang.

Awalnya saya tidak memahami mengapa dia melontarkan pernyataan tersebut. Kenapa harus Tiktok? Setelah overthinking semalaman, omongan dari Pangeran Siahaan itu  besar kemungkinan bisa terbukti. Karena ada beberapa alasan kuat, mengapa TikTok bisa menjadi senjata ampuh politisi untuk memenangkan kontestasi mereka.

Komunikasi lewat Visual

Media sosial memang tidak hanya TikTok, ada Twitter juga. Media berlogo burung biru ini  sering digunakan khalayak untuk meluapkan sambat dan unek-unek, yang kebanyakan dalam bentuk teks.

Setiap hari di Twitter bisa dipastikan muncul trending tentang politik. Dan hashtag SANGEEAHH tiap pagi hehe. Pun banyak buzzer politik yang kadang debat-debat nggak jelas. Sering ngeluarin “opini jelek” kalo kata warga Twitter.

Udahlah komunikasi pake teks yang perkara tulisan “iya” dan “iyaaaa” aja bisa jadi ribut, ditambah hadirnya buzzer yang kurang kualiti. Memang sepertinya Twitter kurang relevan lagi jika untuk kampanye 2024 mendatang.

TikTok bisa jadi penawar karena medianya berbentuk video. Bisa mendengar suara dan visual sekaligus. Capres bisa mengkampanyekan visi dan misinya dengan penggambaran yang jelas.

Pengguna TikTok yang Buaanyaakk

Pasar pengguna TikTok di Indonesia sangat besar. Berdasarkan laporan We Are Social, Indonesia menjadi negara kedua tertinggi dalam penggunaan aplikasi TikTok. Setiap bulan ada 99,1 juta orang yang menggunakan aplikasi tersebut. Hanya kalah dari Amerika Serikat, yang berada di angka 136,4 juta.

Hal ini didukung dengan fakta bahwa pada pemilu dua tahun mendatang, diprediksi 60 persen merupakan pemilih muda. Atau berada di rentang usia 17-39 tahun. Jika berdasarkan usia, pengguna TikTok paling banyak berada di rentang usia 18-29.

Dengan kondisi ini, membuat Tik Tok menjadi lahan basah bagi para politisi untuk menggaet pemilih muda. Karena anak muda nampaknya tidak suka dengan kampanye konvensional. Generasi saat ini akan lebih tertarik dengan kampanye yang dibalut konten menarik.

Berkaca Keberhasilan Bongbong di Filipina

Dan, ini adalah salah satu alasan terkuat mengapa TikTok bisa menjadi alat kampanye pemilu, yakni kemenangan Presiden Filipina saat ini, Ferdinan Marcos Junior atau lebih dikenal Bongbong, yang menggunakan media sosial sebagai senjata utama menggaet kaum milenial.

Fenomena ini menghebohkan dunia internasional. Bongbong yang merupakan putra kandung dari mantan presiden diktator-koruptor Ferdinan Marcos bisa terpilih, karena pengaruh media sosial TikTok.

Mengutip dari Tempo, keberhasilan Bongbong menang pemilu ini dikarenakan dirinya secara masif membuat konten-konten disinformasi atau hoaks. Dalam akun media sosialnya, baik YouTube maupun TikTok. Bongbong membuat video mengenai kebesaran pembangunan di era ayahnya Marcos Sr.

Faktanya, pada era itu ada  tumpukan hutang yang membengkak. Dari US$ 843 juta ketika Marcos Sr menjabat pada tahun 1965, menjadi lebih dari US$ 39 miliar pada saat dia digulingkan.

Karena video yang dibuat Bongbong, pemilih muda yang tak mengalami masa itu percaya bahwa ayah Bongbong merupakan sosok yang baik dan akhirnya menjatuhkan pilihan kepada anaknya.

Kebohongan yang dilakukan Bongbong tak berhenti sampai di situ. Dia tidak mengakui bahwa ayahnya pernah menangkap warga sipil pada kondisi darurat militer. Padahal ayahnya sendiri mengakui kepada Amnesty International pada tahun 1975 bahwa 50.000 orang telah ditangkap.

Saat kampanye, Bongbong juga kerap kali menghindari debat lawan rival utamanya dan enggan diwawancara dengan awak media. Bongbong mengaku tidak ingin terjebak pada disinformasi dan hanya ingin menyampaikan kampanye positif dengan memuji sang ayah di media sosial. Ia juga menolak menjawab pertanyaan soal era darurat militer.

Strategi tersebut membuahkan hasil. Ferdinan Marcos Jr dilantik menjadi presiden selama enam tahun ke depan, pada 30 Juni 2022 lalu.

Kemenangan Bongbong bisa menjadi alarm bagi Indonesia. Mengingat kondisi politik Indonesia dan Filipina banyak kesamaan. Mengutip dari laman Kompas, peneliti dan pendiri Institut Riset Indonesia, Dian Permata mengatakan bahwa orang Indonesia cenderung punya ingatan pendek, gampang lupa, termasuk atas kesalahan besar pada masa lalu dari sosok pilihannya pada hari ini.

Kemiripan ekologi dan situasi politik Filipina dan Indonesia bisa disimak dari disertasi Dante C. Simbulan yang mengulik sosiopolitik Filipina. Salah satu yang kental kemiripannya adalah praktik oligarki di Filipina dan Indonesia. Oligarki adaptif dengan perubahan-perubahan sistem, termasuk reformasi.

Tak hanya itu, kerawanan masyarakat Indonesia menerima informasi hoaks masih sangat tinggi. Bisa dilihat dari yang terbaru, ketika gelaran Piala Dunia 2022 di Qatar beberapa waktu lalu. Berseliweran kata-kata atau quotes dari pelatih maupun pemain yang tak jelas dari mana sumbernya. Namun kebanyakan warganet percaya dengan quotes tersebut. Jangankan itu, kita saja masih percaya kan ada temen yang bilang otw tapi masih goleran.

Kondisi ini membuat tak mengherankan, jika di kemudian hari ada politisi atau calon presiden yang akan mengikuti cara Bongbong untuk memenangkan pemilu. Menggaet pemilih muda dengan cara menebar disinformasi kepada masyarakat.

Jadi, siap-siap deh fyp-mu dipenuhi kampanye capres.

Editor: Mita Berliana
Penulis

Andika Satria Perdana

Suka bermain game dan nulis
Opini Terkait
Ramai ‘Kamisan Date’, Emang Apa Salahnya?
Mengkritisi Bimbel SKD CPNS
(Nyaris) Tiada Harapan Dari Merah Putih
Janji Basi & Dangkal Atasi Pengangguran Gen Z Ibu Kota

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel