Sediksi – Sekolah sebagai ruang aman untuk anak-anak tengah mendapat perhatian publik, utamanya terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.
Dalam sepekan terakhir kasus kekerasan dan perundungan atau bullying di sekolah medominasi pemberitaan media sosial dan media massa.
Pertengahan bulan September, seorang anak sekolah dasar (SD) di Gresik dikabarkan mendapat perundungan dari kakak kelasnya hingga matanya dicolok dan menjadi buta sebelah.
Lalu pada Selasa, 26 September 2023, seorang siswi SD di Jakarta dikabarkan meninggal setelah jatuh dari lantai empat gedung sekolahnya.
Kasus tersebut diduga ada kaitannya dengan bullying dan saat ini masih diselidiki kepolisian.
Dalam waktu yang berdekatan viral di media sosial video murid-murid sekolah menengah pertama (SMP) di Cilacap yang menganiaya seorang siswa.
Dengan bukti video kekerasan yang ada, pelaku perundungan yang masih di bawah umur ditangkap dan menjalani pemeriksaan di Polresta Cilacap pada Rabu, 27 September 2023.
Sederet peristiwa yang terjadi belakangan membuat publik bertanya sejauh mana pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.
Peraturan Menteri tentang pencegahan dan penanganan kekerasan
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud ristek) pada Agustus 2023 mengeluarkan Peraturan Menteri No. 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan bahwa Peraturan Menteri PPKSP 2023 memberi definisi mengenai bentuk kekerasan yang harus dicegah agar tidak terjadi di lingkungan pendidikan.
Bentuk-bentuk kekerasan yang dicantumkan dalam peraturan menteri meliputi kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, dan intoleransi.
“Peraturan baru ini tegas menyebutkan tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan dalam bentuk surat keputusan, surat dearan, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain,” jelas Nadiem dalam perilisan Merdeka Belajar ke-25, dikutip dari Antara.
Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK)
Dengan adanya Peraturan PPKSP 2023, Nadiem meminta seluruh pemerintah daerah di provinsi maupun kabupaten/kota membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan.
Ia juga menghimbau agar masing-masing satuan pendidikan membuat Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).
Sesuai ketentuan dalam pasal 76 Peraturan Menteri No. 46/2023, TPPK dan satgas dibentuk maksimal enam bulan setelah peraturan tersebut disahkan.
Pada pasal 25 Peraturan PPKSP 2023 disebutkan TPPK bertugas menjalankan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan seperti menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan.
Tugas TPPK juga meliputi sosialisasi kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah, menghubungi wali dari peserta didik yang terlibat kekerasan, serta melakukan mediasi.
TPPK memberikan rekomendasi sanksi bagi pelaku kekerasan atau perundungan di lingkungan pendidikan kepada kepala satuan pendidikan.
TPPK bertugas mendampingi korban jika terjadi kasus kekerasan dan memfasilitasi korban ke layanan yang diperlukan oleh korban untuk pemulihan maupun perlindungan.
Anggota TPPK di sekolah
TPPK dibentuk di masing-masing sekolah dengan anggota yang berjumlah ganjil, minimal tiga orang anggota.
Di dalam tim tersebut terdiri dari pendidik yang tidak menjabat sebagai kepala sekolah, pengurus di komite sekolah, atau perwakilan wali siswa.
Perwakilan tenaga kependidikan seperti pegawai administrasi di sekolah juga diperbolehkan terlibat dalam TPPK.
Mengikuti pasal 27 Peraturan PPKSP 2023, syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota TPPK antara lain tidak pernah melakukan kekerasan dan tidak pernah dipidana dengan hukuman 5 tahun atau lebih.
Syarat lainnya, anggota TPPK juga tidak pernah atau tidak sedang menjalankan hukuman disiplin sedang maupun berat.
TPPK bekerja di pimpin koordinator yang berasal dari unsur pendidik.
Selama dua tahun TPPK bertugas mencegah dan menangani kekerasan yang mungkin terjadi di lingkungan sekolah.
Anggota TPPK dapat dipilih kembali setelah masa tugasnya berakhir.
Baca Juga: Salah Kaprah Nasionalisme dalam Pendidikan
Satgas pencegahan dan penanganan kekerasan di daerah
Sementara itu, di daerah pemerintah membentuk satgas yang ditetapkan kepala daerah berdasarkan usulan dari kepala dinas pendidikan di daerah tersebut.
Satgas pencegahan dan penanganan kekerasan terdiri dari anggota yang berjumlah ganjil, minimal terdiri dari lima orang.
Keanggotaan satgas disusun dengan melibatkan perwakilan dari dinas pendidikan setempat, perwakilan dinas yang bertugas di bidang perlindungan anak, perwakilan dinas sosial, dan organisasi yang terkait dengan anak.
Satgas melakukan pembinaan, pendampingan, dan pengawasan kepada TPPK di sekolah-sekolah.
Selain itu, dalam hal penanganan kasus kekerasan satgas berwenang memastikan anak yang berhadapan dengan hukum tetap mendapatkan hak pendidikannya.
Sanksi dalam PPKSP 2023
Peraturan Menteri PKSP tahun 2023 mengatur tentang sanksi yang diberikan kepada terlapor atau pelaku kekerasan di dalam lingkungan sekolah.
Sanksi tersebut berlaku untuk pelaku dari unsur pendidik seperti guru dan pelaku kekerasan dari peserta didik atau siswa.
Untuk terlapor pelaku kekerasan atau perundungan yang merupakan siswa sekolah terdapat tiga jenis sanksi yaitu sanksi administratif ringan, sedang, dan berat.
Sanksi administratif ringan merupakan teguran tertulis untuk peserta didik.
Sedangkan sanksi administratif sedang berupa tindakan atau hukuman bersifat edukatif yang diberikan dalam selama 5-10 hari sekolah.
Sementara untuk sanksi berat diberikan atas rekomendasi satgas apabila korban kekerasan maupun perundungan mengalami luka fisik berat, kerusakan fisik permanen, kematian, atau trauma psikologis berat.
Sanksi administrasi berat yaitu berupa pemindahan peserta didik ke satuan pendidikan lain seperti Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) atau yang dulu dikenal sebagai Lembaga Pemasyarakatan Anak (Lapas Anak).