Sediksi – Danau Afar, juga dikenal sebagai Danau Karum atau Danau Asale, adalah danau garam yang terletak di Wilayah Afar, Ethiopia, di ujung utara Depresi Danakil. Danau ini terletak 120 meter di bawah permukaan laut, menjadikannya salah satu titik terendah di Bumi.
Danau ini sangat asin dan dikelilingi oleh ladang garam, yang ditambang oleh orang-orang Afar, sebuah kelompok etnis nomaden yang mendiami Tanduk Afrika.
Dalam artikel ini akan membahas mengenai garam Danau Afar, sebuah garam yang muncul dari bekas danau yang kering di daerah paling panas, gurun Danakil.
Kita akan melihat lika-liku dari pencarian garam Danau Afar ini, suku yang bergantung pada perdagangan garam dan konflik yang terjadi.
Garam Danau Afar di Gurun Danakil
Perdagangan garam Danau Afar memiliki sejarah yang panjang dan kaya, sejak berabad-abad yang lalu. Garam Danau Afar dikenal sebagai arho, yang berarti “emas putih” dalam bahasa Afar.
Garam diekstraksi dengan cara memecah lempengan-lempengan garam dari kerak bumi dan kemudian dipotong menjadi lempengan-lempengan besar dengan menggunakan kapak.
Lempengan-lempengan tersebut kemudian dipotong menjadi ubin-ubin yang lebih kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk, tergantung pada permintaan pasar.
Ubin-ubin garam tersebut kemudian diangkut dengan kafilah unta ke berbagai tujuan di Ethiopia dan sekitarnya. Kafilah-kafilah terdiri dari ratusan atau bahkan ribuan unta, yang masing-masing membawa hingga 200 kilogram garam.
Perjalanan dapat memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung pada jarak dan medan. Kafilah-kafilah tersebut harus bertahan dalam kondisi yang keras, seperti panas yang ekstrem, badai debu, bandit, dan binatang buas.
Tujuan utama karavan garam adalah Mekele, ibu kota Wilayah Tigray, di mana garam dijual di pasar grosir. Dari sana, garam didistribusikan ke wilayah lain di Ethiopia dan negara-negara tetangga, seperti Eritrea, Djibouti, Somalia, dan Sudan.
Garam digunakan untuk berbagai keperluan, seperti memasak, mengawetkan makanan, memberi makan ternak, dan bahkan sebagai obat.
Mata Pencaharian Masyarakat Afar
Perdagangan garam Danau Afar tidak hanya menjadi sumber pendapatan, tetapi juga cara hidup bagi masyarakat Afar. Orang Afar sebagian besar adalah peternak, memelihara unta, kambing, domba, dan sapi.
Mereka bergantung pada hewan ternak mereka untuk mendapatkan susu, daging, kulit, dan transportasi. Mereka juga mempraktikkan pertanian di sepanjang tepi sungai dan oasis, menanam tanaman seperti sorgum, jawawut, jagung, dan kurma.
Suku Afar terorganisir dalam klan dan sub-klan, masing-masing dengan wilayah dan pemimpinnya sendiri. Mereka memiliki rasa identitas dan budaya yang kuat, yang diekspresikan melalui bahasa, agama, musik, tarian, pakaian, dan adat istiadat.
Mereka sebagian besar beragama Islam dan mengikuti aliran Sunni. Mereka juga memiliki beberapa kepercayaan dan praktik tradisional yang berkaitan dengan roh leluhur dan kekuatan alam.
Suku Afar memiliki reputasi sebagai pejuang yang tangguh dan pengembara. Mereka telah melawan kolonialisme dan dominasi oleh kelompok etnis lain selama berabad-abad.
Mereka juga terlibat dalam konflik dengan tetangga mereka atas tanah, air, dan sumber daya. Beberapa konflik ini masih berlangsung hingga sekarang.
Konflik dan Terancamnya Garam Danau Afar
Perdagangan garam Danau Afar telah dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam beberapa tahun terakhir, seperti perubahan iklim, pembangunan ekonomi, ketidakstabilan politik, dan konflik bersenjata.
Perubahan iklim telah menyebabkan kekeringan dan banjir yang mengurangi ketersediaan air dan padang rumput untuk hewan dan tanaman masyarakat Afar.
Hal ini memaksa mereka untuk lebih sering bermigrasi dan bersaing dengan kelompok lain untuk memperebutkan sumber daya yang semakin langka.
Pembangunan ekonomi telah membawa peluang dan tantangan baru bagi perdagangan garam Danau Afar. Di satu sisi, permintaan garam telah meningkat karena pertumbuhan populasi dan urbanisasi.
Di sisi lain, pasokan garam telah menurun karena degradasi lingkungan dan industrialisasi. Selain itu, penggunaan truk telah mengurangi peran unta dalam mengangkut garam, sehingga mengancam mata pencaharian banyak pemilik dan pengemudi unta.
Ketidakstabilan politik telah menciptakan ketidakamanan dan ketidakpastian bagi perdagangan garam Danau Afar. Wilayah Afar telah dipengaruhi oleh ketegangan etnis, protes, dan kekerasan antara berbagai kelompok dan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Wilayah ini juga telah terlibat dalam sengketa perbatasan dan perang dengan negara-negara tetangga, seperti Eritrea dan Djibouti.
Konflik bersenjata telah menjadi faktor yang paling menghancurkan bagi perdagangan garam Danau Afar. Sejak November 2020, Ethiopia dilanda perang saudara antara pemerintah federal dan Tigray People’s Liberation Front (TPLF), kelompok pemberontak yang pernah menguasai Wilayah Tigray dan negara itu selama beberapa dekade.
Perang telah meluas ke Wilayah Afar, di mana pasukan TPLF telah menduduki beberapa distrik dan menyerang kafilah-kafilah garam dan desa-desa. Konflik ini telah mengakibatkan ratusan orang meninggal, ribuan orang mengungsi, dan jutaan orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Perdagangan garam Danau Afar adalah contoh luar biasa dari adaptasi dan ketahanan manusia di lingkungan yang keras dan tidak bersahabat. Ini adalah bagian penting dari ekonomi, budaya, dan sejarah masyarakat Afar dan Ethiopia.
Namun, perdagangan ini juga menghadapi ancaman dan tantangan serius dari berbagai sumber, seperti perubahan iklim, pembangunan ekonomi, ketidakstabilan politik, dan konflik bersenjata.
Perdagangan garam Danau Afar bukan hanya masalah kelangsungan hidup, tetapi juga masalah martabat, identitas dan budaya masyarakat Afar dan Ethiopia.