Perkembangan dan Sejarah Dangdut Koplo di Indonesia

Perkembangan dan Sejarah Dangdut Koplo di Indonesia

Perkembangan dan Sejarah Dangdut Koplo

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Mengenai perkembangan dan sejarah dangdut koplo tak lepas dari perkembangan “ibu” nya sendiri yakni dangdut. Tak perlu diragukan lagi bahwa dandut, termasuk dangdut koplo adalah salah satu genre musik yang paling populer di Indonesia.

Dangdut sendiri berasal dari musik Melayu yang berkembang pada tahun 1950-an, dengan pengaruh dari musik India, Arab, dan Barat.

Musik ini memiliki ciri khas berupa irama gendang, lirik cinta, dan penyanyi berbakat. Beberapa penyanyi dangdut terkenal di Indonesia antara lain Rhoma Irama, Elvy Sukaesih, Inul Daratista, dan Rita Sugiarto.

Namun, dangdut tidak hanya terbatas pada genre musik tersebut. Dalam beberapa dekade terakhir, dangdut mengalami berbagai perubahan dan perkembangan sesuai dengan zaman dan selera masyarakat.

Salah satu subgenre dari dangdut yang muncul pada tahun 2000-an adalah dangdut koplo yang disebut di atas tadi.

Nah, dalam artikel ini kita akan membahas soal perkembangan dan sejarah dari dangdut koplo di Indonesia, kenapa dinamakan koplo dan bagaimana perjalanannya, untuk tahu lebih dalam baca ulasan ini sampai selesai.

Apa itu Dangdut Koplo?

Sebelum membahas lebih dalam mengenai perkembangan dan sejarah dangdut koplo, mari mengenal dulu genre yang satu ini.

Dangdut koplo adalah sebuah subgenre dari dangdut yang memiliki karakteristik tersendiri. Dangdut koplo dimainkan dengan menggunakan gendang sebagai instrumen utama, sementara instrumen lain seperti biola atau keyboard digunakan sebagai pengiring.

Tempo lagu dangdut koplo biasanya lebih cepat daripada lagu dangdut konvensional. Dangdut koplo juga memiliki lirik yang lebih santai dan humoris daripada lagu dangdut lainnya.

Lirik dangdut koplo sering kali mengandung sindiran atau lelucon tentang hal-hal sehari-hari, seperti pekerjaan, keluarga, atau kehidupan bermasyarakat.

Dengan demikian, dangdut koplo dapat memberikan hiburan bagi para pendengarnya, lebih relate dan mudah diterima oleh pendengarnya.

Perkembangan dan Sejarah Dangdut Koplo di Indonesia

Perkembangan dan Sejarah Dangdut Koplo di Indonesia - Nella Kharisma Ditinggal Rabi Dangdut Koplo
Image from Youtube/Memet

Dangdut koplo bisa dibilang lahir dari hasil kejenuhan akan musik dangdut asli yang sudah banyak dipopulerkan oleh generasi muda.

Mengutip dari Handep Jurnal Sejarah dan Budaya, dengan judul Tinjauan Karakteristik Dangdut Koplo Sebagai Perkembangan Genre Musik Dangdut, ditulis oleh Denis Setiaji, yang juga mengutip Simatupang, periode dangdut dibagi menjadi 3 yakni Dangdut Irama Melayu (1), Dangdut Roma Irama (2), dan Dangdut Koplo (3).

Periode Dangdut Irama Melayu dibagi lagi menjadi dua bagian yakni periode 1950-an hingga 1960-an yang ditandai dengan adanya pengaruh musik India, sedangkan periode 1970-an hingga 1990-an yang ditandai dengan munculnya variasi-variasi dalam dangdut.

Periode selanjutnya, yakni periode Dangdut Rhoma Irama yang juga dibagi kembali kedalam periode “Rhoma dan Cinta” di awal karirnya, lalu “si Raja Dangdut” sekitaran tahun 1975-an, dan terakhir “Rhoma dan Dakwah” yang dimulai melalui karya Rhoma setelah naik haji.

Nah, melanjutkan pembahasan perkembangan dan sejarah dangdut koplo ini, dari pembagian periode tadi, dangdut koplo lah menjadi periode paling baru.

Menurut Simatupang, Periode Dangdut Koplo ini muncul di era 1990-an dan pasca runtuhnya Soeharto hingga saat ini.

Puncak dari kemunculan dangdut koplo ini adalah saat era reformasi. Menurut Ukat S. seorang pencipta lagu dangdut, mengatakan bahwa musik dangdut di pasar musik di era saat itu lekat akan nuansa etnik Indonesia, sehingga disebut juga “dangdut etnik”.

Perubahan dari dangdut yang tadinya diasosiasikan dengan Melayu dan India, berubah wajah atau dimaknai ulang menjadi lebih melokal dan regional, karena pada masa itu dangdut mengendap ke lokus-lokus daerah dan bersinergi dengan lokalitas di dalamnya, baik secaa bahasa, teknik vocal, melodi, maupun kolaborasi instrument.

Sesudah Soeharto jatuh, dangdut etnik tadi menyebar ke seluruh daerah dan dinyanyikan dalam bahasa daerah masing-masing, lalu dipasarkan pada komunitas etnik tertentu.

Perkembangan dari dangdut etnik ini menghasilkan antara lain; Jawa barat disebut pong-dut Sunda, Sumatra Barat disebut Saluang dangdut Minang, Jawa Timur disebut Koplo Jawa, Cirebon (Tarling), lalu Banjarmasin (dangdut Banjar).

Seusai merebaknya ke daerah-daerah di Indonesia itu, pada awal tahun 2000-an, dangdut koplo yang muncul oleh basis seniman Jawa Timur menjadi lebih atau yang paling populer, utamanya pasca munculnya kontroversi “goyang ngebor” Inul Daratista di tahun 2003.

Ada beberapa versi dari penamaan “koplo” itu sendiri. Versi pertama, mengutip dari laman Naviri, dangdut koplo lahir di lokalisasi Jarak, Surabaya.

Saat itu sedang ngetren penggunaan pil koplo, yang membuat pemakainya merasa bersemangat. Irama dangdut koplo yang rancak seakan membuat para pendengarnya menenggak pil koplo, bersemangat dan penuh energi.

Di lokalisasi Jarak, tempat malam terasa panjang dan suasana riuh, music diputar harus bisa membuat pengunjung merasa bersemangat dan tentu saja bergairah, dangdut koplo ini lahir dari suasana rakyat seperti ini.

Versi yang kedua, mengutip dari laman Narasi Sejarah, mengapa disebut koplo, dalam bahasa Jawa sendiri, koplo memiliki arti bodoh atau gendeng (gila), akan tetapi maksudnya bukan untuk membuat bodoh masyarakat.

Maksudnya adalah dangdut koplo ini untuk meredam tingkat stress masyarakat yang terkena dampak sosial politik pasca Orde Baru.

Menurut Andrew Weintraub, seorang peneliti dangdut asal Amerika Serikat, menyebut bahwa dangdut koplo berakar pada tarian ronggeng di pedesaan Jawa. Koplo menjadi kaya karena tak sekedar hanya menyerap pengaruh Melayu atau India saja seperti periode dangdut sebelumnya.

Dangdut koplo juga menyerap aliran musik lainnya, seperti musik metal, house, hingga seni rakyat lainnya seperti jaranan, ludruk hingga jaipong.

Perkembangan dan sejarah dangdut koplo juga tak lekang dari citra erotis yang mengelilingnya. Menurut Weintraub, awal kemunculannya, Inul dianggap sebagai pendatang gelap di kalangan komunitas dangdut yang tertutup dan picik di Jakarta tidak seperti sosok kalem, santun, dan glamor yang ditampilkan oleh biduan era 1990-an seperti Cici Paramida, Ikke Nurjanah dan lainnya.

Inul disini digambarkan sebagai biduan yang menampilkan citra perempuan kuat, tegas dan seksual. Dari citra inilah Inul kemudian diserang da diboikot karena goyangannya yang dianggap dapat membangkitkan syahwat lelaki.

Era setelah Inul juga kurang lebih sama, dangdut koplo selalu beririsan dengan hiburan rakyat kecil, dengan tampilan para biduannya yang menarik mata lelaki, sawer-menyawer selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari dangdut koplo ini, bahkan hingga sekarang.

Kepopuleran dangdut koplo utamanya di Jawa Timur sendiri tak lepas dari pengaruh sejumlah Orkes Melayu (OM) seperti OM Monata, New Pallapa, Om Sera hingga Om Sagita yang sangat populer pada sekitaran tahun 2010-an.

Lagu-lagu seperti Wedi Karo Bojomu, Ditinggal Rabi, Oplosan, Bojo Galak, lagu seri Ngamen, hingga Jaran Goyang menjadi andalan yang digemari dan diputar hingga jutaan kali.

Seiring perkembangan internet dan penggunanya yang pesat, dangdut koplo juga merambah ke media-media daring, dari yang awalnya hanya mengandalkan penjualan VCD dan pertunjukan dari panggung ke panggung.

Artis-artis baru bermunculan, mulai dari Nella Kharisma dengan Jaran Goyang-nya, Via Vallen dengan lagu Sayang andalanya membuat genre yang satu ini kian meluas dan diterima bahkan bukan hanya dari masyarakat jawa saja.

Hingga kini dangdut koplo terus saja berkembang karena banyak artis, dan lagu baru terus saja bermunculan bahkan penyanyi laki-laki mulai mendapatkan tempatnya di genre ini seperti Denny Caknan, dan lainnya.

Cari Opini

Opini Terbaru
Artikel Pilihan

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel