Sediksi.com – Sudah lebih dari seminggu, junta militer Niger tidak mengindahkan ultimatum Economic Community of West African (ECOWAS). Mereka justru terang-terangan menolak patuh pada ECOWAS.
ECOWAS meyakinkan mereka bahwa masih ada harapan agar Niger bisa kembali seperti semula jika mereka membebaskan Mohamed Bazoum, Presiden sah Niger.
Hingga hari ini, Bazoum yang ditahan bersama istri dan anaknya di Istana Kepresidenan masih belum dibebaskan.
Mereka ditahan oleh tentara junta militer pada 26 Juli, hari ketika Tchiani mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin baru Niger di stasiun TV nasional.
Presiden dan keluarganya dikhawatirkan mulai kekurangan makanan
Bazoum, istri, dan anak laki-lakinya ditahan oleh pasukan junta militer di Istana Kepresidenan di Kota Niamey, Ibu Kota Niger sejak 26 Juli.
Rupanya, ultimatum yang disampaikan oleh ECOWAS tidak hanya diabaikan, tapi juga ditolak dengan tegas.
Bazoum juga merupakan presiden terpilih secara demokratis pertama yang prosesnya berlangsung secara damai. Mengingat Niger dan kawasannya juga merupakan salah satu yang paling rawan terjadi kudeta militer.
Penahanan terhadap Bazoum ini seketika menghentikan masa jabatannya sebagai presiden. Sedangkan masa kepresidenan Bazoum masih ada tiga tahun lagi.
Meski begitu, sejak ia ditahan, ia sama sekali menolak untuk mengundurkan diri sebagai Presiden Niger.
Pernyantaan tersebut disampaikan oleh penasihat terdekat.
Kemudian, ia juga mengatakan bahwa selama penahanan, Bazoum dan keluarganya hanya makan nasi dan makanan kaleng, serta tanpa ada air.
Walaupun dinyatakan masih dalam kondisi yang sehat saat ini, tapi kondisi lingkungannya kini semakin memburuk.
Masih menunggu tindakan ECOWAS
Sejak penahanan Bazoum, ECOWAS telah melemparkan ultimatum kepada junta militer bahwa jika mereka tidak membebaskan Presiden Niger yang sah dalam waktu kurang dari seminggu, ECOWAS akan bertindak.
Tindakan pertama yang dilakukan oleh ECOWAS yaitu mengadakan pertemuan yang dilakukan pada hari Kamis di Abuja, Ibu Kota Nigeria selaku ketua organisasi pada tahun ini (10/8).
Baik junta militer Niger maupun ECOWAS sama-sama mengkhawatirkan adanya intervensi militer.Â
Di sisi lain, Omar atau junta militer Niger juga selalu enggan setiap diajak menegosiasikan hal ini dengan ECOWAS.
Akhirnya, kekhawatiran terjadinya intervensi militer pun kembali naik.
Berdasarkan pernyataan pers ECOWAS pada 8 Agustus, ECOWAS mengakui sempat memutuskan untuk melakukan intervensi militer dengan mengirim ECOWAS-AU-UN Mission atau pasukan perdamaian ke Niger pada hari Selasa.
Pernyataan tersebut juga menyatakan bahwa ECOWAS membatalkan perintah itu setelah akhirnya junta militer bersedia untuk bernegosiasi dengan pihak ECOWAS.
Sampai saat ini, belum ada kejelasan apa yang didiskusikan mereka selama proses negosiasi tersebut.
Adapun dampak dari negosiasi tersebut, ECOWAS tidak sampai jadi meluncurkan pasukan perdamaian untuk melakukan intervensi militer kepada Niger.
Sedangkan terkait pertemuan yang akan dilaksanakan pada hari Kamis, para ahli percaya bahwa langkah berdiplomasi masih sangat bisa dilakukan dengan Niger.
Demo penolakan ECOWAS kembali terjadi
Setelah pada demo pertama, warga dan militer pro junta menyorakkan menolak ECOWAS dan Prancis. Mereka kembali melakukannya di demo kedua pada hari Minggu (6/8).
Dalam demo kedua, mereka juga meneriakkan penolakannya terhadap ancaman intervensi militer yang akan dilakukan oleh ECOWAS.
Mereka berpikir bahwa intervensi militer ini hanyalah upaya untuk membalikkan upaya kudeta militer di Niger.
Ribuan warga pro kudeta di Stadion Niamey mengikuti demonstrasi setelah melewati batas waktu terakhir pasukan militer Niger menyerahkan Bazoum.
Sehari sebelum demo, Senat Niger sempat mendesak Bola Tinubu, Ketua ECOWAS saat ini untuk menggunakan solusi lain, selain kekerasan.
Penolakan terhadap intervensi militer ini tidak hanya berasal dari warga Niger, tapi juga pihak lainnya.
Mali dan Burkina Faso, kedua negara tersebut merupakan anggota ECOWAS dan saat ini sama-sama dipimpin oleh junta militer yang juga dikarenakan oleh kudeta.
Meski kedua negara juga sama-sama dipimpin oleh pemimpin sekarang dari hasil kudeta, keduanya dengan tegas menolak adanya intervensi militer demi menjaga keamanan.
Intervensi militer dianggap hanya akan memperparah situasi.
Suara yang sama juga disampaikan oleh Chad dan Algeria yang menolak adanya intervensi militer, sekalipun dua-duanya juga bukan anggota ECOWAS.
Baca Juga: Pemberontakan Wagner, Ancaman Terbesar Putin