Pro-Kontra Pembatasan Barang Impor, Perlukah Dibatasi?

Pro-Kontra Pembatasan Barang Impor, Perlukah Dibatasi?

pembatasan impor

DAFTAR ISI

Sediksi – Dua bulan terakhir, pemerintah mengatur pembatasan barang impor yang dijual melalui pasar online maupun perdagangan langsung.

Melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag), pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31 tahun 2023 untuk mengatur ketentuan impor barang di e-commerce dan marketplace.

Sesuai pasal 19 Permendag No. 31/2023, e-commerce yang ingin melakukan impor harus memenuhi ketentuan harga barang minimum yaitu sebesar 100 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 1.500.000.

Barang-barang lain yang memiliki harga di bawah harga barang minimum tidak diperbolehkan untuk diimpor, kecuali telah mendapat izin yang diatur pada peraturan menteri.

Pertimbangan barang boleh diimpor yaitu jika tidak ada produsen dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang membuat barang tersebut.

Selain Permendag No. 31/2023, Kementerian Keuangan juga melakukan penyelarasan dengan mengatur ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak impor dan ekspor barang-barang kiriman melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 9/2023.

Pada PMK No. 9/2023 diatur tentang syarat-syarat bagi e-commerce yang ingin melakukan impor, barang-barang yang dikenai pajak dan bea masuk, hingga penetapan jenis komoditas yang dikenakan tarif pembebanan umum (most favoured nation).

Regulasi-regulasi tersebut dibuat oleh pemerintah untuk mendukung langkah pengetatan dan pengawasan peredaran impor barang konsumsi yang dilakukan Satuan Tugas Nasional Pengendalian Impor.

Namun, muncul pendapat pro-kontra pembatasan barang impor yang dilakukan pemerintah.

Mengapa barang impor harus dibatasi?

Pemerintah menyatakan bahwa pembatasan impor dilakukan untuk mendukung industri lokal dan UMKM.

Seperti diketahui sebelumnya, pelaku industri lokal mengeluhkan banyaknya produk impor murah yang membanjiri pasar dengan memanfaatkan e-commerce.

Barang-barang tersebut diduga lolos dari pengawasan dan pengenaan tarif maupun pajak masuk, melihat harganya yang terlampau murah dibandingkan harga normal di pasaran.

Pendapat-pendapat yang mendukung alias pro terhadap kebijakan pembatasan impor didasari beberapa alasan.

1. Melindungi industri lokal

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kertasasmita mengatakan bahwa pembatasan impor saat ini bukan berarti pemerintah anti impor.

Pembatasan impor ini bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi industri domestik sehingga tercipta persaingan usaha yang lebih adil (fair trade).

“Serta harus dipastikan, kegiatan importasi tidak boleh mematikan atau merugikan industri dalam negeri,” kata Agus usai rapat terbatas kabinet pada awal bulan Oktober di Istana Merdeka.

2. Pengendalian kualitas dan keamanan barang

Beberapa barang impor yang dibatasi distribusinya yaitu kosmetik, obat tradisional, dan suplemen kesehatan.

Pemerintah menetapkan agar barang-barang impor yang masuk ke Indonesia harus sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI).

Khusus untuk produk obat dan pangan harus lulus uji dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan memiliki sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pemerintah melihat hal ini bukan sebagai hambatan impor.

Sertifikasi tersebut merupakan upaya perlindungan konsumen agar masyarakat mendapat barang yang kualitasnya terjamin dan aman dikonsumsi.      

Mengapa barang impor tidak perlu dibatasi?

Sementara itu, pembatasan barang impor tidak selalu dipandang positif dan menguntungkan bagi masyarakat sehingga timbul beberapa pendapat kontra.

1. Menimbulkan lonjakan harga barang di dalam negeri

Menurut pengamat ekonomi, keputusan pengetatan impor barang dapat menimbulkan lonjakan harga pada komoditas terkait.

Bahkan ada kemungkinan harga barang-barang lain juga akan ikut naik, jika barang-barang impor yang dibatasi pemerintah merupakan bahan baku atau setengah jadi yang dibutuhkan oleh produsen industri lokal.

Hal itu diungkapkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang meminta agar pemerintah berhati-hati dalam melakukan pembatasan impor produk barang.

“Struktur impor saat ini masih didominasi oleh barang modal dan barang penolong. Bahkan 70 persen bahan baku kita masih impor,” ujar Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani.

Shinta khawatir pembatasan impor barang akan berdampak pada kelangkaan barang kebutuhan masyarakat.

2. Dapat menimbulkan konflik perdagangan internasional

Bagi negara-negara yang mendukung penuh perdagangan bebas (free trade), pembatasan barang impor bisa memicu konflik dagang lintas negara.

Negara lain yang merasa kegiatan dagangnya terganggu bisa mengajukan gugatan lewat World Trade Organization (WTO) untuk menuntut ganti rugi materil dan meminta pencabutan regulasi tertentu.

Indonesia beberapa kali sempat digugat melalui WTO akibat menerapkan pembatasan impor komoditas konsumsi.

Amerika Serikat dan New Zealand sempat mengajukan gugatan ke WTO karena regulasi impor produk holtikultura dan hewani yang dibuat pemerintah Indonesia pada tahun 2012.

Indonesia juga pernah digugat oleh Brazil terkait peraturan impor Indonesia yang dianggap menghambat masuknya produk ekspor ayam dari Brazil.  

Oleh sebab itulah, beberapa pihak cenderung kontra dengan keputusan pembatasan impor yang dilakukan pemerintah.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel