RUU Kesehatan Sah Ditetapkan Jadi Undang-Undang, Kenapa Menuai Polemik?

RUU Kesehatan Sah Ditetapkan Jadi Undang-Undang, Kenapa Menuai Polemik?

RUU Kesehatan

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Pada sidang paripurna DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang yang digelar Selasa (11/7). Dalam rapat pengesahan Undang-Undang Kesehatan yang baru itu juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Disahkannya RUU Kesehatan menjadi UU ini sebenarnya penuh polemik, baik disuarakan oleh beberapa fraksi DPR sendiri, tenaga kesehatan, hingga organisasi profesi.

Apa saja polemik RUU Kesehatan saat pembahasan dan pengesahan menjadi UU?

Fraksi DPR yang Tidak Setuju

Ada 2 fraksi parpol yang tidak setuju dengan disahkannya Omnibus Law RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan, yaitu fraksi Demokrat dan PKS.

Total fraksi yang tidak menyetujui jumlah memang lebih kecil bila dibandingkan 7 fraksi lainnya yang setuju. Namun, fraksi Demokrat dan PKS bukannya tanpa alasan tidak menyetujui disahkannya menjadi UU Kesehatan tersebut.

Kedua fraksi ini bersikeras tidak menyetujui UU Kesehatan yang baru lantaran adanya penghapusan mandatory spending alias anggaran belanja wajib pada draft tersebut.

Pada Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 mengatur mandatory spending, tentang Kesehatan sebelum direvisi, seharusnya tidak dihilangkan tetapi justru ditambah dalam UU baru tersebut.

Anggota Komisi IX dari Fraksi Demokrat, Dede Yusuf berpendapat bahwa penting untuk memperjuangkan anggaran kesehatan yang telah ditetapkan oleh APBN. Ia menilai anggaran kesehatan mesti berpihak untuk urusan kesehatan rakyat.

“Fraksi Partai Demokrat berkomitmen memperjuangkan anggaran kesehatan sebagai bentuk konkret keberpihakan terhadap kesehatan rakyat melalui kebijakan fiskal, kebijakan kesehatan yang telah ditetapkan minimal 5 persen dari APBN,” katanya.

Senada dengan pendapat Dede, Anggota Komisi IX DPR dari fraksi PKS Netty Prasetyani juga menilai bahwa mandatory spending sangat penting agar pelayanan kesehatan berkesinambungan dengan anggaran yang cukup.

“Kebutuhan dana kesehatan Indonesia sebagai negara berkembang justru meningkat dari waktu ke waktu karena semakin kompleksnya masalah kesehatan di masa mendatang” ujarnya.

Protes Mulai Dilayangkan

Adapun protes juga dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesahatan yang tergabung dalam lima organisasi profesi terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Beberapa protes yang dilayangkan para tenaga medis dan tenaga kesehatan ini di antaranya, adanya kemudahan perizinan impor dokter asing, dihapuskannya anggaran wajib negara, hingga dihapuskan Undang-Undang terkait organisasi keprofesian dan kesehatan.

Tenaga medis dan tenaga kesehatan rupanya juga menyoroti dihapusnya anggaran wajib dari negara untuk sektor kesehatan yang terdiri, 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD.

Diperbolehkannya dokter asing bekerja di Indonesia juga menjadi polemik. Pasalnya dokter asing akan diberikan kemudahan dalam perizinan bekerja. Sementara, sejauh ini mahalnya biaya pengurusan izin praktik bagi dokter spesialis juga menjadi indikator sulitnya perizinan bagi dokter-dokter.

Aspek Penyempurnaan dalam UU Kesehatan

Terlepas dari polemik yang dilayangkan dan ketidaksetujuan dari beberapa pihak di atas, tidak bisa dipungkiri bahwa langkah adanya UU Kesehatan yang baru ini juga berpotensi memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Dilansir dari Kemkes, menyebutkan bahwa ada sejumlah aspek yang disempurnakan dalam Undang-Undang Kesehatan yang baru tersebut. UU Kesehatan mengatur akses layanan kesehatan yang lebih mudah.

Ini diwujudkan dalam bentuk penguatan pelayanan kesehatan rujukan melalui pemenuhan infrastruktur SDM, sarana prasarana, pemanfaatan telemedisin, dan pengembangan jejaring pengampuan layanan prioritas, juga layanan unggulan nasional berstandar internasional.

Melalui UU Kesehatan, pemerintah dan tenaga kesehatan akan berfokus menekankan pentingnya tindakan preventif dan promosi gaya hidup sehat. Pemerintah pun menekankan pentingnya standardisasi jejaring layanan primer dan laboratorium kesehatan masyarakat diseluruh pelosok indonesia.

Selain itu, juga mengenai perlindungan tenaga kesehatan dari diskriminasi. UU Kesehatan mengatur bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan memerlukan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya, baik dari tindak kekerasan, pelecehan, maupun perundungan.

Juga bagi tenaga medis yang diduga melakukan tindakan pidana dan perdata dalam pelaksanaan tugasnya harus melalui pemeriksaan majelis terlebih dahulu.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel