Standar Kecantikan Mauritania: Problematika Praktik Pemberian Makan Paksa

Standar Kecantikan Mauritania: Problematika Praktik Pemberian Makan Paksa

Standar Kecantikan Mauritania

DAFTAR ISI

Sediksi.comKecantikan ada di mata yang melihatnya, tapi bagaimana jika yang melihatnya adalah masyarakat yang lebih menghargai obesitas daripada kesehatan?

Inilah kenyataan dari standar kecantikan Mauritania, yakni sebuah negara di Afrika Barat di mana wanita diharapkan untuk bertubuh gemuk dan berlekuk untuk menarik perhatian pria dan menunjukkan status sosial mereka.

Dalam artikel ini, akan mengeksplorasi asal-usul dan konsekuensi dari standar kecantikan Mauritania, serta praktik lebhouh, atau pemberian makanan secara paksa, yang dilakukan ke banyak anak perempuan dan wanita untuk mencapainya.

Standar Kecantikan Mauritania

Standar Kecantikan Mauritania: Problematika Praktik Pemberian Makan Paksa - Standar Kecantikan Mauritania
Image from Pinterest

Mauritania adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam yang memiliki warisan budaya yang kaya dan beragam.

Standar kecantikan Mauritania dipengaruhi oleh tradisi Arab dan Afrika, serta faktor sejarah dan ekonomi. Menurut beberapa ahli, preferensi terhadap wanita gemuk sudah ada sejak era pra-kolonial, ketika Mauritania merupakan masyarakat nomaden yang sering mengalami kelaparan dan kekeringan.

Dalam konteks ini, menjadi gemuk adalah tanda kekayaan, kesuburan, dan ketahanan. Selain itu, wanita gemuk dianggap lebih menarik oleh pria Moor, yang merupakan kelompok etnis dominan di Mauritania dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap budaya dan politik.

Praktik Lebhouh yang Problematik

Melansir dari laporan HIR Harvard dengan judul Force-Feeding and Drug Abuse: The Steep Price of Beauty in Mauritania yang meliput Elhacen, seorang yang bekerja dengan cara memaksa memberi makan gadis-gadis muda di sana, ia berkata:

“Saya akan sangat ketat… saya memukuli gadis-gadis itu, atau menyiksa mereka dengan meremas tongkat di antara jari-jari kaku mereka. Saya mengisolasi mereka dan memberi tahu mereka bahwa wanita kurus itu rendah”

Kekerasan terhadap anak, khususnya perempuan ini adalah produk mengerikan dari standar kecantikan Mauritania, yang mengidiealkan tubuh gemuk seorang wanita.

Lebih lanjut Elhacen beranggapan tentang pekerjaan seorang wanita adalah untuk “membuat bayi dan menjadi tempat tidur yang lembut dan berdaging bagi suaminya untuk berbaring”

Praktik pemberian makan paksa terhadap gadis-gadis muda di sana ini disebut dengan “Leblouh” atau “Gavage”, istilah Prancis yang berarti “sebuah proses penggemukan angsa untuk menghasilkan foise gras.”

Dalam praktik ini, para gadis usia lima tahun akan dikirim ke “peternakan penggemukan” untuk melahap makanan padat kalori seperti millet (sekelompok kecil biji-bijian yang tumbuh di daerah India, Nigeria dan negara-negara Asia-Afrika lainnya) dan susu unta.

Tak hanya di tempat khusus tadi, pemaksaan makan ini juga tak jarang terjadi di rumah sendiri, dan diawasi sendiri oleh sang ibu sang gadis.

Mengutip dari laman CNN, dengan judul berita Women fight Mauritania’s fattening tradition, seorang Aktivis, lemrabott Brahim meggambarkan bagaimana dinamika ibu-anak ini yang melanggengkan praktik leblouh menjelaskan:

“Praktik ini berakar dalam di benak dan hati para ibu Mauritania, terutama di daerah-daerah terpencil.” Didisiplinkan oleh ibu mereka, dipaksa makan hingga 16.000 kalori setiap hari, yang mencakup hingga lima galon susu.

Sebuah studi tahun 2013 berjudul A Description of Female Genital Mutilation and Force-Feeding Practices in Mauritania: Implications for the Protection of Child Rights and Health yang menggunakan data survey dari tahun 2000 menemukan bahwa lebih dari 61% dari mereka yang pernah mengalami leblouh melaporkan dipukuli selama proses dan hapir sepertiga (29%) melaporkan jari-jari mereka patah untuk mendorong partisipasi praktik ini.

Dari praktik ini, yang lebih mencengangkan adalah dari data United Nation Population Fund 2019, soal World Population Dashboard Mauritania, 37 persen anak perempuan Mauritania menikah sebelum usia 18 tahun.

Seringkali-gadis-gadis mud aini menikah dengan pria yang lebih tua. Dari laporan HIR Harvard tadi, ada seorang korban pernikahan yang sudah berusia 29 tahun mengaku memulai leblouh pada usia 4 tahun, menikah pada usia 12 tahun dan punya anak pada usia 13 yakni tepat setelah menstruasi pertamanya.

Permasalahan yang Mengakar

Praktik perkawinan anak dibawah umur dan kehamilan di usia mud aini sangat membahayakan kesehatan fisik dan mental para perempuan Mauritania yang dipaksa/terpaksa menjalaninya.

Tak hanya sebelum menikah, wanita terus menderita bahkan setelah menikah dari dampak standar kecantikan Mauritania yang ekstem ini.

Mengutip dari Marie Claire dengan judul artikel Forced to Be Fat, Dr. Mohammed Ould Madene mengenak akan pasiennya “Dia baru berusia 14 tahun, tetapi sangat besar sehingga jantungnya hampir runtuh karena ketegangan.”

Dokter tersebut khawatir tentang risiko wanita dari masalah kesehatan terkait berat badan seperti diabetes dan penyakit jantung yang sangat mungkin untuk terjadi.

Efek jangka panjang lainnya dari obesitas yang mungkin terjadi adalah seperti hipertensi, kolesterol, stroke, osteoarthritis, kesehatan mental buruk, penurunan mobilitas, sleep apnea hingga kanker.

Itulah ulasan mengenai standar kecantikan Mauritania yang syarat akan permasalahan dan kontroversi yang meliputinya.

Semoga artikel ini membantumu dalam memahami khazanah budaya yang sangat luas, dari perspektif atau pandangan lain yang jauh berbeda dari apa yang normal kita pahami khususnya soal standar kecantikan ini.

Sekian, terimakasih telah membaca.

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel