Sediksi.com – Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi mengungkapkan berencana akan membentuk tim pengawas media sosial.
Sebelumnya, hal itu ia sampaikan usai dirinya dilantik menjadi Menkominfo yang baru pada Senin, (17/7) menggantikan Johnny G. Plate yang tersandung kasus tindak pidana korupsi BTS.
Wacana Kominfo bentuk tim pengawas medsos
Budi menyebut pembentukan tim pengawas medsos ini bertujuan untuk mengawasi penggunaan medsos oleh masyarakat, terkait konten-konten di platform Twitter, TikTok hingga Instagram.
“Perlu ada pengawasan social media. Jadi usul juga namanya dewan media sosial atau komisi pengawas internet atau apalah ini belum selesai. Tapi, yang pasti, kita ingin ini harus tetap berbasis masyarakat, berbasis partisipasi masyarakat ya, kontrol juga harus dari masyarakat, bukan cuma dari pemerintah,” katanya yang dikutip dari detikX pada Rabu, (26/7).
Dirinya menyebutkan bahwa banyak konten-konten meresahkan saat ini. Baginya, pengawas sosmed ini akan menjadi hal penting.
“Termasuk TikTok, sekarang kan konten-konten yang meresahkan bentuknya banyak, sekarang teknologi itu berkembang. Mungkin pada waktunya kita perlu pengawas sosmed, gitu lho. Cyber untuk mengawasi konten-konten sosmed,” ujarnya.
Lebih lanjut, Budi menyebut bahwa sebenarnya wacana membentuk tim pengawas medsos ini datang dari Mahfud MD.
Prinsipnya ia ingin menjaga ruang demokrasi dan masyarakat bisa lebih bijak menggunakan media sosial.
“Kita ini ingin menjaga ruang demokrasi, caranya ya nanti kan kita masih wacanakan bagaimana masukan dari teman-teman,” tegasnya.
“Tapi prinsipnya mau menjaga demokrasi dan menghimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan sosial media,” imbuhnya.
Jelang Pemilu 2024?
Ketua Presidium MAFINDO, Septiaji Eko Nugroho berpendapat bahwa pembentukan satgas ini penting, terlebih jika dibentuk jelang pemilu 2024.
“Saya berpendapat bahwa satgas ini penting, apalagi satgas ini dibentuk menjelang pemilu 2024, sangat mungkin nanti pasti akan ada yang bicara ini adalah upaya untuk membungkam kelompok tertentu,” katanya yang dilansir dari YouTube KompasTV pada Rabu, (26/7).
Namun, baginya pembentukan satgas atau tim pengawas medsos tersebut haruslah berdasarkan punya beberapa nilai dasar, yakni imparsial dan independen.
“Artinya imparsial indepen ini adalah harga mati bagi satgas, tidak boleh berat sebelah,” tambahnya.
Ia pun mencontohkan, jika seandainya ada laporan di ruang digital dalam suatu kelompok, kemudian ditangani dan kelompok lain didiamkan itu tidak boleh terjadi, jadi harus benar-benar impersial dan independen.
Senada dengan itu, Anggota Komisi I DPR, Bobby Adityo Rizaldi menyebut langkah pembentukan tim pengawas medsos ini penting mengingat jelang pemilu yang sangat rentan adanya hoaks.
“Memang kita menjelang pemilu ini sangat rentan, apalagi jangan sampai ada polarisasi dan polemik diantara masyarakat yang dipicu oleh propaganda hoaks dari sosial media seperti The Arab Spring itu betul pada dasarnya kita perlu waspada,” tegasnya.
Ia pun memberikan saran, bahwa adanya tim pengawas medsos atau satgas nantinya, tupoksinya juga harus jelas.
“Satgas ini harus jelas kewanangannya apakah bisa merekomendasikan, bisa pemidanaan atau sekedar hanya mentake down konten-konten saja yang sebenarnya sudah merupakan tugas dari Kominfo,” imbuhnya.
Belajar dari Pemilu 2019
Sebenarnya, Kominfo juga sudah pernah membentuk atau memiliki satgas jelang pemilu 2019 lalu. Satgas tersebut bernama Drone 9, di mana tugas untuk memantau konten di internet, termasuk hoaks.
Staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto pernah menyebut setidaknya satgas sudah mengumpulkan 700 lebih konten yang teridentifikasi sebagai hoaks.
Konten-konten tersebut d iantaranya, tulisan maupun foto, diberi penanda khusus oleh Kominfo dan diumumkan sebagai hoaks agar tak lagi disebarkan masyarakat. Namun, nampaknya tetap ada kecenderungan pengguna internet untuk tetap mengumbar hoaks, dan trennya terus meningkat menjelang Pemilu 2019 lalu.
“Ada perkembangan yang menarik setelah mendekati Pilpres, kira-kira hampir sebulan ini, meningkat jumlah hoaksnya itu. Ini hampir sama trennya dengan waktu tahun 2014 maupun 2017, ketika Pilkada DKI. Baik itu hoaks yang dilaporkan masyarakat maupun yang terpantau,” terangnya pada laman Kominfo.
Belum ada rincian pelaksanaan
Meski begitu, sejauh ini belum ada penjelasan lebih lanjut dari Kominfo terkait detail wacana pembentukan tim pengawas medsos.
“Nanti kalau soal caranya apa bisa lah, ya suasana kan belum parah. Sekarang tenang saja, tapi kita persiapkan lah, supaya narasi pemilu damai ini bisa terwujud,” pungkas Budi.
Indonesia sendiri berdasarkan data We Are Social dan Meltwater, pada Januari 2023 tercatat sebagai negara dengan pengguna media sosial terbanyak keempat didunia. Jumlah pengguna media sosial mencapai 167 juta orang.
Dari data keminfo pada 2018 sampai 2023 terdapat 11.357 hoaks yang tersebar melalui medsos, sementara kominfo berdasarkan data 2017-2022 menerima 486.000 laporan penipuan melalui medsos yang terindikasi tindak pidana.
Terlebih Indonesia memang punya pengalaman pahit soal penyebaran berita hoaks terutama di tahun-tahun politik.
Baca Juga: Keluarga Cemara dan Keluarga Korban Media