Sediksi.com – Air limbah nuklir Fukushima yang akan dibuang ke laut sudah mendapat izin dari International Atomic Energy Agency (IAEA), organisasi yang mengawasi pengelolaan nuklir pada hari Selasa (4/7).
Banyak ilmuwan yang sudah mengonfirmasi keamanan rencana Jepang tersebut dan memastikan tingkat radioaktif yang tersisa dalam air tersebut sangat rendah, bahkan diklaim aman untuk diminum.
Warga Korea Selatan panic buying garam laut
Korea Selatan yang merupakan negara tetangga Jepang sudah lebih dari dua tahun ini memprotes rencana tersebut, mengkhawatirkan air limbah nuklir Jepang yang dibuang ke laut bisa mencemari kehidupan laut.
Sebab, apabila air yang masih mengandung zat radioaktif dibuang ke laut tersebut sampai mencemari kehidupan laut, warga Korea Selatan adalah salah satu yang terdampak duluan.
Dengan keluarnya putusan IAEA yang mengizinkan air limbah nuklir Fukushima dibuang ke laut pada hari Selasa lalu, artinya pelaksanaan tindakan tersebut mungkin saja dilakukan tidak lama lagi. Paling cepat, proses pembuangan air limbah nuklir Fukushima akan dilakukan Agustus nanti.
Warga Korea Selatan pun tidak punya pilihan lain selain panic buying garam laut dan makanan laut. Itu dilakukan sebagai bentuk respon akan kekhawatiran potensi kelangkaan garam laut yang bebas dari zat radioaktif.
Sebenarnya mereka sudah mulai memborong garam laut dan sumber makanan laut sejak 30 Juni lalu, ketika melihat ada potensi rencana ini akan direalisasikan dalam waktu dekat.
Panic buying ini akhirnya terus berlangsung sampai seminggu lebih dan menyebabkan harga garam laut naik hingga 27%.
Pemerintah Korea Selatan: kami menghormati keputusan IAEA dan Jepang
Selain panic buying yang sudah berlangsung lebih dari seminggu, demo penolakan rencana pembuangan air limbah nuklir Fukushima juga dilakukan selama beberapa hari sejak awal Juli di Seoul, Korea Selatan.
Demo yang dihadiri ribuan partisipan tersebut diramaikan oleh para nelayan, pedagang ikan, dan aktivis lingkungan.
Melihat banyaknya yang kontra terhadap putusan IAEA, akhirnya, pihak pemerintah Korea Selatan bersuara pada hari Rabu (4/7).
“Kami menghormati keputusan IAEA sebagai badan bergengsi yang diakui secara internasional ini,” ucap Park Ku-yeon, Wakil Pertama Kantor Koordinasi Kebijakan Pemerintah.
Dari pernyataannya tersebut, pihak administrasi Yoon juga mengonfirmasi bahwa pemerintah Korea Selatan merasa bisa mempercayai keputusan pemerintah Jepang. Terlepas dari segala protes yang diekspresikan oleh warga Korea Selatan selama bertahun-tahun.
Pada hari Kamis, Lee Jae-myung, Pemimpin Partai Demokrat atau oposisi administrasi Yoon menyuarakan keresahan ini dalam demo yang diselenggarakan di Gedung Majelis Nasional Korea Selatan (6/7).
Dalam tersebut ia mengatakan bahwa pihak pemerintah Yoon Suk Yeol, Presiden Korea Selatan “memaksa warga untuk mempercayai laporan Jepang dan IAEA.”
Tiongkok larang impor makanan Jepang
Tiongkok adalah negara terbesar pengimpor makanan laut dari Jepang tahun lalu, meskipun waktu itu sudah diberlakukan pembatasan impor dari beberapa daerah di Jepang akibat kecelakaan nuklir
Dengan IAEA mengizinkan rencana Jepang ini, Tiongkok semakin memperketat pelarangan impor makanan Jepang.
“Bagi Tiongkok, impor produk kelautan Jepang adalah hal yang kecil di pasar mereka, tapi sebaliknya bagi Jepang,” kata salah satu pejabat pemerintah Jepang yang enggan menunjukkan identitasnya.
Rupanya, rencana Jepang ini tidak hanya ditentang oleh dua negara tetangganya. Tetapi juga dari beberapa kalangan warga Jepang sendiri.
Dari Jepang sendiri, penolakan rencana tersebut datang dari nelayan dan pedagang hasil laut yang menggantungkan mata pencahariannya dari laut Jepang.
Sama dengan kekhawatiran Tiongkok dan Korea Selatan, mereka juga akan menjadi pihak pertama yang terdampak jika rencana tersebut tidak berhasil dan menyebabkan air laut tercemar oleh zat radioaktif.
Mereka mengkhawatirkan pembuangan air limbah nuklir Fukushima yang masih mengandung zat radioaktif walau sedikit, bisa mengontaminasi air laut dengan unsur-unsur yang berbahaya seperti hidrogen dan karbon.
Keduanya merupakan unsur yang sulit disaring dari air dan tidak bisa dilarutkan. Sedangkan keduanya juga masih memiliki tingkat radiasi yang meskipun rendah, tapi tetap bisa beresiko jika dikonsumsi dalam jumlah banyak.
Jika akhirnya air limbah dibuang ke laut, mereka akan menyatu di laut dan menyebabkan ikan-ikan dan garam laut yang diambil dari area tersebut berpotensi sudah terkontaminasi zat radioaktif.