Sungguh saya tidak berbohong, menurut hemat saya ada tiga hal yang paling membahagiakan bagi seorang mahasiswa tingkat akhir atau berpaspor senior. Tiga hal itu, suatu hal yang berkorelasi seperti keterkaitan antara kondisi tanaman, kualitas tanah, dan serangan hama.
Tiga hal tersebut tidaklah istimewa seperti permintaan terakhir yang senantiasa harus dipenuhi, meskipun memang benar ada ungkapan yang mengatakan, Tuhan lebih dekat dengan mahasiswa tingkat akhir.
Daripada terus mengira-ngira, ada baiknya saya harus mengungkapkan tentang hal membahagiakan itu. Namun, sebelum menyimak tentang bahagia ada baiknya pembaca yang budiman juga menyiapkan sepotong coklat dan secangkir teh hijau karena menurut beberapa penelitian keduanya dapat meningkatkan kadar hormon Endophrin, hormon yang mempengaruhi tingkat kebahagian seseorang. Karena pada hakikatnya sesuatu yang dimulai dengan bahagia juga akan berakhir dengan bahagia.
Itu hukum pasti, tidak perlu dibuktikan dalam teori, seperti halnya Teori Relativitas Einstein yang mengkoreksi Hukum Gravitasi pemikiran Newton.
Kebahagian Mahasiswa Tingkat Akhir
Hal membahagiakan yang pertama bagi seorang mahasiswa tingkat akhir, adalah saat melakukan tugas mulia “Konsultasi” bab tiga dan mendapati Dosen Pembimbingnya dalam keadaan berbahagia. Ada dua hipotesis yang dimungkinkan terjadi ketika bertemu dalam bahagia ini sukses terlaksana.
Rasa bahagia yang dirasakan dosen akan mempengaruhi pemikiran dan perasaan sehingga Sang Dosen ingin berbagi sedikit kebahagian kepada mahasiswanya. Atau Ia enggan berbagii kebahagiaan sehingga segera membagi tanda tangannya agar mahasiswa segera beranjak dan tidak merusak rasa bahagia yang ia rasakan.
Namun, apapun hipotesis yang terjadi, diyakini akan menyebabkan seorang mahasiswa tingkat akhir bisa iklhas tersenyum ceria. Hal ini dikarenakan karena pemindahan bubuhan tanda tangan dari pena ke lembar kertas akan berlangsung begitu cepat, sukarela tanpa adanya banyak sengkarut coretan revisi seperti biasanya.
Karena hal membahagiakan yang pertama kemungkinan kecil akan terjadi, kita akan lanjutkan pada hal membahagiakan yang kedua. Pada hal yang membahagiakan ke dua ini cukup jamak terjadi di tataran lingkup Perguruan Tinggi, dimana setiap hal yang ingin disampaikan haruslah bersifat terbuka dan diketahui banyak orang. Maka akan dilakukan sebuah hal yang dilabeli dengan bentuk “Seminar”.
Tak berlebihan menjadikan Undangan mengahadiri Seminar adalah hal membahagiakan yang ke dua bagi mahasiswa berlabel veteran. Apa yang istimewa dari Mengahadiri sebuah seminar? Bukankah itu hal yang biasa, dan justru mendatangkan rasa gado-gado dan nano-nano, jika seminar yang dihadiri adalah seminar proposal dan seminar hasil kawan dekat juga rival.
Ya setidaknya sebagaii mahasiswa yang telah ditemp masa (lah), mahasiswa tingkat akhir lebih mampu berpikir terbuka, seterbuka permainan Chelsea pada paruh pertama di Liga Inggris.
Menghadiri seminar adalah hal yang bermanfaat untuk memperluas khazanah ilmu. Banyak jenis seminar yang bisa diikuti oleh mahasiswa. Mulai dari Seminar dengan pembicara Tokoh terkenal, Seminar Hari peringatan dengan klasifikasi tema tertentu, Seminar keilmuan dengan pemaparan hasil penelitian, hingga seminar MLM dimana pembicaranya selalu memberi semangat dan harapan baru di kala semangat sudah meredup.
Melihat manfaat yang banyak tentu tidak merugi jika mahasiswa tingkat akhir menyempatkan hadir dalam seminar yang diadakan. Karena dengan mengikutinya kita akan mendapat beragam ilmu bermanfaat, perbandingan teori penelitian, Jaringan relasi baru, dan tentunya yang juga mendapat sertifikat, dan konsumsi gratis agar akhir bulan menjadi lebih bermakna.
Selain itu dengan menghadiri seminar, mahasiswa tingkat akhir akan terlihat lebih sibuk dan bermanfaat darii biasanya karena akan berpenampilan rapi di tengah banyaknya waktu luang yang dihabiskan.
Hal membahagiakan yang terakhir bagi mahasiswa tingkat akhir adalah hal istimewa yang sederhana. Sesederhana potongan Sajak Aku Ingin punya Sapardi Djoko Damono. Hal bahagia nan sederhana itu tidak lain adalah “Bangun Pagi”. Ya, mungkin banyak mahasiswa yang ingin mengatakan, “Aku ingin bangun pagi dengan sederhana”.
Memang sulit membiasakan bangun pagi bagi mereka makhluk nocturnal berkantung mata penghobi Insomnia bernama Mahasiswa (tua). Karena selama ini Definisi bangun pagi sering dimaknai salah. Mahasiswa yang sudah tidak menempuh kuliah pagi sering mendefinisikan bangun pagi dengan: terjaganya mata karena kopi dari waktu malam hingga fajar shodiq dan cahaya mentari mulai menyapa.
Ya definisi bangun pagi seperti ini memang tidak di dapati di KBBI dan hanya ditemukan di kamus aktivis warung kopi, namun kerap menjadi dasar yang kuat dan shahih untuk tidak melakukan aktifitas kampus yang terlalu pagi.
Wajib kita ketahui jika bangun pagi memiliki ragam manfaat, selain cocok untuk beraktifitas olahraga karena udara di waktu pagi masih sedikit tercemar polusi, khususnya bagi daerah kampus yang kebanyakan terdapat di lingkungan urban. Bangun pagi ternyata bermanfaat Mahasiswa akhir yang menasbihkan diri sebagai aktifis mahasiswa kerayaktan dan mahasiswa pujangga melankolis.
Betapa tidak, mahasiswa aktivis kerakyatan akan lebih peka terhadap kondisi masyarakat karena akan lebih sering turun ke ke pasar mengetahui realita sosial dan harga kebutuhan pokok terkini, yang kemudian menjadi data berharga saat aksi turun jalan.
Sementara bagi mahasiswa pujangga melankolis bangun pagi adalah anugrah. Karena seorang pujangga akan lebih mudah menggambarkan tentang teduh embun, dan merdu kicau burung. Selain itu bangun pagi juga akan menambah perbendaharaan kata yang sering digunakan. Karena setidaknya mahasiswa pujangga akan benar-benar tahu perbedaan tentang bias merah rona senja, dan kuning berpendar cahaya fajar. Beberapa hal tersebut adalah alasan sederhana kenapa kita harus mulai untuk bangun pagi.
Jika boleh jujur tak ada yang lebih menyakitkan daripada sebuah harapan yang tak berbanding kenyataan. Dari tiga realitas bahagia mahasiswa tingkat akhir bisa hilang begitu saja. Kebahagiaan yang didapat dengan hal sederhana berpotensi hilang karena hal sederhana yang lainnya, adalah “ruang parkir”.
Saat ini membicarakan ruang parkir di Kampus UB tak ubahnya membicarakan Demam “Star Wars The Force Awakenes”, dan mencari ruang kosong untuk parkir sama rumitnya dengan merunut jalan cerita enam seri Starwars sebelumnya.
Coba bayangkan seorang mahasiswa yang akan menunaikan tugas mulia menepati janji bertemu dosen harus tertunda bahkan gagal dikarenakan tidak menemukan ruang untuk parkir. Coba bayangkan jika Mahasiswa yang akan mendatangi seminar tentang keilmuan dan berniat mendapatkan pengetahuan juga tertunda atau malah batal karena tidak mendapatkan tempat parkir.
Dan Coba anda bayangkan seorang mahasiswa angkatan akhir yang mencoba sekuat tenaga untuk bangun pagi namun tetap kesiangan dan tidak mendapat tempat parkir.
Sungguh sebuah ironi dan kenyataan pahit yang harus diterima bagi seorang mahasiswa yang berniat (L)tulus akan pergi ke kampus. Jika diibaratkan mahasiswa tingkat akhir yang tidak mendapat ruang parkir adalah termasuk golongan orang-orang yang merugi.
Mengutip sebuah istilah pertanian, Tanaman akan tumbuh maksimal jika diatur pola tanamnya, begitu juga mahasiswa akan lulus dengan maksimal jika diatur pola parkirnya. Sayangilah mahasiswa tingkat akhir !!!! Voooilaa.