Contoh Meritokrasi, Sistem Ideal tapi Bagai Pedang Bermata Dua

Contoh Meritokrasi, Sistem Ideal tapi Bagai Pedang Bermata Dua

Contoh Meritokrasi

DAFTAR ISI

Sediksi – Meritokrasi adalah kata yang sering digunakan untuk menggambarkan sistem di mana orang dihargai atau dimajukan berdasarkan kemampuan, bakat, atau prestasi mereka, bukan berdasarkan status sosial atau latar belakang.

Contoh meritokrasi ini sebenarnya cukup banyak di masyarakat kita, gagasan ini memang menarik bagi banyak orang yang menghargai kerja keras, kompetensi, dan keadilan.

Namun, apakah meritokrasi benar-benar merupakan sistem yang adil atau tanpa cela? Apa saja contoh meritokrasi yang sudah berjalan, dan apa saja tantangan dan kritik yang dihadapi?

Semua itu akan diulas dalam artikel ini, terutama pada contoh meritokrasi dan kritik dari gagasan sistem sosial yang kelihatanya sempurna ini.

Baca Juga: Apa Itu Gastrodiplomasi: Pengertian, Manfaat, dan Contoh

Mengenal Konsep Meritokrasi

Contoh Meritokrasi, Sistem Ideal tapi Bagai Pedang Bermata Dua - Mengenal Meritokrasi
Image from nabler

Konsep meritokrasi memiliki sejarah yang panjang, sejak zaman Yunani kuno, di mana Plato membayangkan sebuah masyarakat di mana setiap orang akan menjadi bagian dari salah satu dari tiga kelas berdasarkan kemampuan alamiahnya: penguasa, penjaga, atau produsen.

Contoh meritokrasi yang lebih modern adalah klaim Napoleon I, yang mengatakan bahwa pepatahnya sebagai pemimpin Prancis adalah “karier terbuka untuk bakat”, tanpa memandang tempat kelahiran atau asal-usul seseorang.

Meritokrasi sebagai konsep sosial-ilmiah secara resmi diperkenalkan pada pertengahan 1950-an oleh sosiolog industri Inggris, Alan Fox, yang berpendapat bahwa meritokrasi adalah bentuk organisasi sosial yang merusak yang akan memperburuk ketidaksetaraan dan stratifikasi sosial berdasarkan “status pekerjaan”.

Analisis Fox telah mengantisipasi perlakuan terhadap meritokrasi dalam The Rise of the Meritocracy, 1870-2033: An Essay on Education and Equality (1958), karya sosiolog Inggris Michael Young.

Itu adalah sebuah novel distopia satiris yang mengkritik sistem pendidikan tripartit di Inggris, di mana “prestasi” ditentukan oleh kinerja siswa dalam ujian sekolah di usia muda, yang secara efektif menentukan kelas sosial dan prospek masa depan mereka.

Contoh Meritokrasi Zaman Sekarang

Meritokrasi sering dikaitkan dengan kapitalisme, demokrasi, dan pendidikan, karena ketiga hal tersebut merupakan ranah di mana orang seharusnya bersaing dan berhasil berdasarkan prestasi mereka.

Beberapa contoh meritokrasi dalam domain-domain ini adalah:

Mendapatkan pekerjaan karena kualifikasi atau keterampilan yang lebih tinggi

Contoh meritokrasi yang umum di pasar tenaga kerja adalah mendapat pekerjaan sesuai dengan kualifikasi dan keterampilan.

Di mana pemberi kerja diharapkan mempekerjakan kandidat terbaik untuk pekerjaan tersebut, terlepas dari koneksi pribadi mereka atau faktor lain yang tidak relevan. Hal ini diharapkan dapat memastikan efisiensi, produktivitas, dan inovasi dalam perekonomian.

Perusahaan rintisan dapat bersaing perusahaan yang sudah mapan.

Ini adalah contoh meritokrasi dalam dunia bisnis, di mana pendatang baru dapat menantang dan mengganggu pasar yang sudah ada dengan menawarkan produk atau layanan yang lebih baik dan lebih murah, berdasarkan kreativitas dan kecerdikan mereka.

Energi bersih lebih murah daripada bahan bakar fosil.

Ini adalah contoh meritokrasi di bidang lingkungan, di mana transisi ke energi bersih terjadi bukan karena posisi kebijakan ideologis, tetapi karena lebih terjangkau dan efektif daripada alternatifnya. Hal ini seharusnya menguntungkan bagi planet dan manusia.

Mendapatkan nilai tertinggi di kelas

Dalam sistem pendidikan, contoh meritokrasi seperti di mana siswa diberi penghargaan atas prestasi akademik mereka, berdasarkan kecerdasan dan usaha mereka. Hal ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk belajar dan berprestasi dalam studi mereka.

Memenangkan pertandingan olahraga

Lalu contoh meritokrasi di bidang atletik, di mana tim atau individu menang berdasarkan keterampilan, strategi, dan kerja sama tim mereka. Hal ini seharusnya mendorong sportivitas dan keunggulan dalam bidang fisik.

Beberapa Kritik Konsep Meritokrasi

Contoh Meritokrasi, Sistem Ideal tapi Bagai Pedang Bermata Dua - meritocracy difference between men women 1
Image from onemanadreaming

Namun, meritokrasi bukannya tanpa masalah dan keterbatasan. Beberapa tantangan dan kritik yang dihadapi meritokrasi adalah:

Kesulitan dalam mendefinisikan dan mengukur prestasi

Merit adalah konsep yang subyektif dan diperdebatkan, yang dapat bervariasi tergantung pada konteks, kriteria, dan perspektif. Sebagai contoh, apa yang dianggap sebagai prestasi dalam suatu budaya atau profesi mungkin tidak sama dengan budaya atau profesi lainnya.

Selain itu, bagaimana prestasi dapat diukur secara objektif dan akurat, tanpa bias atau kesalahan? Sebagai contoh, bagaimana tes standar dapat menangkap berbagai kemampuan dan potensi siswa, atau bagaimana wawancara dapat menilai kompetensi dan kecocokan pelamar kerja yang sebenarnya?

Ketidaksetaraan kesempatan dan akses terhadap prestasi

Perlu diperhatikan juga soal Pendidikan, meritokrasi mengasumsikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan dan menunjukkan prestasi mereka, namun kenyataannya tidak demikian.

Banyak orang menghadapi hambatan dan kerugian yang mencegah mereka mencapai potensi penuh mereka, seperti kemiskinan, diskriminasi, kurangnya sumber daya, kualitas pendidikan yang buruk, masalah kesehatan, atau pengucilan sosial.

Faktor-faktor ini dapat menciptakan kesenjangan antara mereka yang memiliki hak istimewa dan mereka yang terpinggirkan, serta mereproduksi pola ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang ada di masyarakat.

Konsekuensi negatif dari meritokrasi bagi individu dan masyarakat

Meritokrasi juga dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesejahteraan dan kohesi sosial masyarakat, seperti stres, kecemasan, depresi, kelelahan, kecurangan, korupsi, elitisme, kesombongan, kebencian, keterasingan, atau isolasi.

Meritokrasi dapat menciptakan budaya persaingan, individualisme, dan kepentingan pribadi, di mana orang terus berusaha untuk mengungguli orang lain, dan di mana kesuksesan dikaitkan dengan kemampuan diri sendiri, dan kegagalan disebabkan oleh kesalahan sendiri.

Hal ini dapat mengikis rasa kebersamaan, solidaritas, dan empati di antara orang-orang, serta meningkatkan jarak sosial dan konflik antara pemenang dan ‘pecundang’ dalam sistem.

Cari Opini

Opini Terbaru
Artikel Pilihan

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel