Sediksi.com – Belakangan, pembahasan dan topik seputar gratifikasi tengah menjadi buah bibir masyarakat di media sosial. Hal tersebut, menyusul adanya laporan dari IPW terkait dugaan Ganjar Pranowo, mantan Gubernur Jateng yang menerima gratifikasi dari Bank Jateng.
Lantas, apa arti gratifikasi dan contohnya? Gratifikasi sendiri bukanlah fenomena yang baru saja terjadi. Namun, topik dan isu tersebut sudah dari lama ada, dan bahkan sering dijumpai terjadi pada pejabat publik.
Apa arti gratifikasi dan contohnya? Simak ulasannya berikut beserta dengan dasar hukum dan sanksi bagi pemberi dan penerima gratifikasi.
Arti Gratifikasi
Gratifikasi berasal dari kata “gratify” yang berarti memberikan kepuasan atau hadiah. Dalam konteks profesional, gratifikasi adalah pemberian dalam bentuk uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, dan lain-lain yang diberikan kepada seseorang yang berhubungan dengan jabatan dan bukan merupakan haknya.
Gratifikasi ini biasanya dilakukan supaya seseorang dapat dengan mudah mencapai tujuannya. Biasanya juga, gratifikasi ini berhubungan dengan jabatan. Tindakakn gratifikasi bisa jadi bermasalah, apabila si penerima tidak melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu tertentu.
Contoh Gratifikasi
Arti gratifikasi dan contohnya ini bisa sangat beragam. Berikut, beberapa contoh gratifikasi yang seringnya terjadi atau dijumpai.
- Seorang pegawai negeri yang menerima hadiah liburan dari kontraktor yang telah memenangkan tender.
- Dokter yang mendapatkan fasilitas mewah dari perusahaan farmasi setelah merekomendasikan produk mereka.
- Pemberian bonus atau komisi yang tidak wajar kepada karyawan oleh perusahaan.
Gratifikasi yang Dilarang
Gratifikasi yang dilarang umumnya adalah yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan atau tindakan seseorang dalam kapasitas profesionalnya, seperti:
- Pemberian uang tunai kepada pejabat pemerintah untuk memperlancar proses perizinan.
- Hadiah atau perjalanan yang diberikan dengan tujuan agar seseorang mengambil keputusan yang menguntungkan pemberi gratifikasi.
Gratifikasi yang Boleh Diterima
Sebenarnya, tidak semua gratifikasi bersifat negatif. Ada beberapa bentuk gratifikasi yang diperbolehkan, asalkan:
- Tidak terkait dengan jabatan atau tugas yang diemban.
- Nilainya kecil dan tidak akan mempengaruhi keputusan profesional.
- Diberikan secara terbuka dan bisa dipertanggungjawabkan.
- Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dasar Hukum dan Sanksi tentang Gratifikasi
Di Indonesia, dasar hukum gratifikasi sendiri telah diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 12B UU tersebut menyatakan bahwa penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berkaitan dengan jabatannya dan diduga sebagai suap adalah tindak pidana.
Sanksi bagi penerima dan pemberi gratifikasi bisa berupa pidana penjara dan denda. Penerima gratifikasi bisa dijerat dengan pasal korupsi, sedangkan pemberi gratifikasi bisa dijerat dengan pasal memberi suap.
Sanksi tersebut sudah diatur dalam Pasal 2 mengenai pidana untuk pelaku gratifikasi yang bunyinya “Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),”.
Gratifikasi merupakan isu kompleks yang memerlukan pemahaman yang mendalam. Tindakan tersebut memang seharusnya tidak dilakukan oleh pejabat publik siapapun dan dimanapun, karena hanya akan menguntung si penerima dan pemberi.
Sementara, masyarakat dan banyak pihak lain yang akan dirugikan dari tindakan gratifikasi. Itulah arti gratifikasi dan contohnya. Semoga bisa dipahami!