Pro dan Kontra Cukai Minuman Berpemanis, Diterapkan Tahun 2024

Pro dan Kontra Cukai Minuman Berpemanis, Diterapkan Tahun 2024

cukai minuman berpemanis

DAFTAR ISI

Sediksi – Minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) akan dikenai tarif cukai mulai tahun 2024. Rencana pemerintah untuk memasang tarif cukai pada minuman bergula sebenarnya telah ada sejak tahun 2022.

Pemerintah bahkan sudah menargetkan pendapatan dari cukai MBDK dan plastik pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 sebesar Rp 4,06 triliun. Namun, kebijakan cukai MBDK urung dilakukan dengan pertimbangan masih perlu kajian dan industri dalam masa pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berupaya agar cukai minuman manis bisa menyumbang pendapatan negara. Ide cukai MBDK dan plastik tersebut sempat dibawa ke DPR pada tahun 2022 dan mendapat tanggapan positif dari parlemen.

Selain menambah pemasukan untuk APBN, diterapkannya tarif cukai MBDK dianggap sebagai langkah memproteksi kesehatan masyarakat. DPR beranggapan cukai pada MBDK jadi salah satu cara untuk mengurangi tingkat konsumsi minuman bergula di masyarakat yang setiap tahun terus mengalami peningkatan.

Kegemaran masyarakat mengonsumsi minuman manis secara berlebihan beresiko menyebabkan masalah kesehatan seperti diabetes, obesitas, bahkan kerusakan ginjal. Untuk anak-anak yang terbiasa mengonsumsi minuman manis seperti soft drink atau minuman beraneka rasa lainnya bisa menyebabkan masalah gigi hingga kecanduan gula.

Pemerintah menilai, kebijakan cukai MBDK nantinya bisa mengurangi tingkat konsumsi minuman manis sehingga masalah kesehatan akibat penyakit tidak menular bisa ditekan. Lebih lanjut, kebijakan tersebut diharapkan akan mengubah pola diet masyarakat serta menumbuhkan kesadaran pentingnya memilih minuman yang sehat dan lebih rendah kadar gulanya.

Direktur Jendaral Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani menyampaikan penetapan cukai MBDK akan berpedoman pada ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Saat ini pemerintah sedang mengkaji penarikan cukai MBDK untuk tiga jenis minuman, yakni:

  • Minuman kemasan dengan kadar gula maksimal 6 gram per 100 mililiter,
  • MBDK dengan pemanis alami tanpa batasan minimal atau maksimal kadar gula,
  • dan MBDK yang mengandung pemanis buatan tanpa batasan kadar gula.

Mendapat penolakan dari Gapmmi

Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) sempat menyatakan keberatan atas rencana pemerintah menetapkan cukai MBDK. Berdasarkan simulasi yang dilakukan Gapmmi, harga minuman akan naik sampai 30% dari harga jual saat ini.

Jika kebijakan cukai MBDK dijalankan, Gapmmi menilai hal itu akan sangat memberatkan untuk produsen maupun konsumen.

Menurut Ketua Umum Gapmmi Adhi Lukman, imbas dari pandemi Covid-19, harga bahan baku masih tinggi hingga sekarang, sedangkan harga jual produk belum bisa naik terlalu tinggi.

Lukman juga meragukan penetapan cukai MBDK oleh pemerintah akan lebih melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya minuman manis berlebihan. Menurutnya, produk pangan olahan dalam hal ini makanan dan minuman manis hanya berkontribusi sebesar 30%, selebihnya konsumsi masyarakat dipengaruhi panganan segar dan panganan rumah tangga.

Lukman berpendapat, jika tujuan utama pemerintah ingin meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, maka edukasi akan lebih tepat dibandingkan menarik cukai MBDK. Masyarakat harus diberi pengetahuan yang benar tentang pola diet dan mengatur makan.

Dengan mengedukasi tentang pola diet dan makanan bergizi, masyarakat dapat menentukan sendiri panganan yang baik untuk kesehatannya. Termasuk porsi panganan yang sesuai untuk kebutuhan masyarakat yang bisa berbeda-beda tiap orang.

Ia juga menambahkan, negara justru berpotensi kehilangan pendapatan jika menerapkan kebijakan cukai MBDK. Hal itu disebabkan oleh daya beli masyarakat terhadap produk minuman kemasan yang menurun.

Kebiasaan masyarakat konsumsi minuman manis

Menurut riset Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara tertinggi ketiga di Asia Tenggara yang mengonsumsi minuman berpemanis. Diperkirakan, konsumsi minuman manis masyarakat mencapai 20,23 liter/orang dalam satu tahun.

Ada tiga faktor yang menyebabkan konsumsi minuman manis di Indonesia tinggi. Ketiga faktor tersebut antara lain, lemahnya regulasi pemerintah tentang minuman manis, harga minuman manis yang terjangkau, dan promosi produk minuman manis yang gencar di media massa.

Sejalan dengan riset UGM, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI) mengungkapkan pentingnya regulasi cukai MBDK oleh pemerintah untuk menekan konsumsi minuman manis di masyarakat.

CISDI berpendapat bahwa pemerintah perlu mengatur MBDK ke dalam barang kena cukai karena memenuhi syarat yaitu adanya dampak negatif akibat konsumsi berlebihan.

CISDI juga mengungkapkan kasus diabetes di Indonesia tertinggi keempat di dunia dengan 19,5 juta warga terkena diabetes per tahun 2022. Jumlah warga yang terkena diabetes diperkirakan akan terus bertambah, jika tidak ada intervensi dari pemerintah terkait aturan pangan, utamanya untuk minuman olahan berpemanis.

Read more: Pro dan Kontra Cukai Minuman Berpemanis, Diterapkan Tahun 2024
Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel