Publik begitu keras menuntut perempuan. Perempuan selalu dituntut untuk bisa menjadi sosok yang luar biasa dan selalu diharapkan untuk menjadi makhluk yang berdaya.
Mengadopsi “Malaka” dan merujuk “Madilog” tentu memiliki konsekuensi tersendiri. Khususnya bagi mereka yang mengidolakan gerakan dan pemikiran Tan Malaka.
Justru karena ingin bermadilog, program beasiswa atas nama pendidikan itu perlu dipersoalkan. Tidak sesuai dengan semangat Tan Malaka yang revolusionis.