Sediksi.com – Di medan perang yang penuh dengan kekacauan dan ketidakpastian, ada sosok yang menonjol dengan ketenangan dan ketepatan yang mematikan dia Lyudmila Pavlichenko, seorang sniper perempuan.
Dan ini adalah kisah sniper perempuan paling mematikan pada Perang Dunia II, saking mematikannya ia dijuluki sebagai Lady Death. Dengan 309 nyawa pasukan Nazi yang terhenti oleh pelurunya, ia bukan hanya sniper wanita paling mematikan, tetapi juga simbol dari kekuatan dan ketahanan yang luar biasa.
Dalam artikel ini, Sediksi akan membahas lebih lanjut tentang kisah sniper perempuan paling mematikan pada Perang Dunia II, penasaran seperti apa? Maka simak ulasan berikut ini sampai selesai.
Lady Death: Lyudmila Pavlichenko
Lahir di Bila Tserkva, sebuah desa dekat Kiev, Ukraina yang saat itu masih bagian dari Kekaisaran Rusia pada tahun 1916, Pavlichenko tumbuh dalam dunia yang penuh dengan tantangan.
Sebagai seorang gadis, dia cukup aktif dan kompetitif. Di awal masa remajanya, ia pindah bersama orang tuanya yang sebagai pegawai pemerintah dan guru ke Kiev.
Lalu saat pindah tersebut, ada seorang anak tetangganya yang membual tentang keterampilan menembak, jadi ia ikut bergabung dengan klub menembak lokal, dan mungkin kisah sniper perempuan paling mematikan pada Perang Dunia II dimulai dari bualan seorang anak tetangganya ini.
Mengutip dari laman Mental Floss, dari tulisan berjudul Lady Death: Lyudmila Pavlichenko, the Greatest Female Sniper of All Time, Pavlichenko bergabung karena bertekad untuk menunjukkan bahwa seorang gadis juga bisa melakukan hal yang sama dengan lelaki, jadi ia banyak berlatih.
Kedekatannya dengan senjata bukan hanya dari ikut klub menembak lokal, saat remaja ia juga sudah bekerja, tepatnya bekerja di pabrik senjata. Mungkin karena inilah ia mengenal senjata dengan baik seperti Simonov AVS-36, dan Tokarev SVT-38 dengan teleskop PE 4x.
Terbilang masih di usia sangat muda ia sudah menikah dengan seorang dokter dan memiliki anak bernama Rostilav saat usia 16 tahun, akan tetapi usia pernikahannya tidak berumur panjang.
Lalu pada tahun 1937, ia melanjutkan studi di Universitas Kiev dan mengambil jurusan sejarah, sembari mendaftar di sekolah menembak jitu.
Tak berselang lama, Perang Dunia II pecah, pasukan Jerman mulai menginvasi Uni Soviet pada tahun 1941, dan Pvlinchenko merasa terpanggil untuk bertindak. Ia meninggalkan sekolahnya dan berharap bisa menjadi sukarelawan.
Berbekal menunjukkan surat-surat dan sertifikat sekolah menembaknya, Lyudmila akhirnya diizinkan masuk unit infantri di Resimen Senapan ke-54 “Stenka Razin”, Divisi Senapan ke-25 Tentara Merah seperti apa yang diinginkannya.
Kisah Sniper Perempuan Paling Mematikan pada Perang Dunia II
Walaupun ia mempunyai semangat ingin ikut bertempur tapi masalahnya adalah ia seorang perempuan. Waktu itu seorang perempuan di tubuh militer Soviet sebagian besar hanya diturunkan ke peran pendukung bukan sebagai peran tempur.
Pada awalnya Lyudmila akan ditempatkan oleh para pemimpin militer untuk menjadi perewat, tetapi setelah memohon kepada seorang petugas pendaftaran ia dapat bergabung sebagai penembak jitu karena pelatihnya.
Masalah kedua, meski ia sudah ditempatkan di unit tempur sebagai penembak jitu seperti keinginannya, tapi harus terhalang karena kurangnya senjata saat awal-awal dan membuatnya ditugaskan untuk membantu menggali parit.
Keadaan berubah sat salah satu rekannya terluka akibat serpihan granat dan memberikan senapannya kepada Pavlichenko. Hanya berselang beberapa mingu ia berhasil menembak dua tentara Rumania yang berjarak 400 -an meter, dan hasil itu membuatnya diterima oleh rekan-rekannya sebagai penembak jitu.
Kisah sniper perempuan paling mematikan pada Perang Dunia II berlanjut, ia selanjutnya ditugaskan di daerah Odessa, Moldavia dan Sevastopol. Ia dan lebih dari 2000 penembak jitu perempuan Soviet memberikan peran yang cukup penting dalam perang ini.
Ia menghabiskan waktu selama berbulan-bulan di medan perang untuk menembak para pengintai, perwira dan penembak jitu musuh. Selama waktu ini ia telah menewaskan ratusan kombatan musuh, kira-kira angka pastinya adalah 309 nyawa, dan 36 diantaranya adalah penembak runduk pasukan Axis.
Oleh karena angka yang cukup fantastis dan keahliannya dalam menembak di medan perang yang juga cukup ditakuti, ia dijuluki sebagai Lady Death, atau Dewi Kematian.
Itulah dia ulasan tentang kisah sniper perempuan paling mematikan pada Perang Dunia II. Lyudmila Pavlichenko bukan hanya seorang sniper; ia adalah simbol dari keberanian yang tak kenal takut dan kegigihan yang tak pernah padam.
Kisahnya akan terus hidup, mengingatkan kita bahwa dalam setiap perempuan, ada potensi untuk menjadi pahlawan dalam cerita mereka sendiri.