Metode Eksekusi Kuno Tiongkok Lingchi: Hukuman Mati Seribu Luka

Metode Eksekusi Kuno Tiongkok Lingchi: Hukuman Mati Seribu Luka

Metode Eksekusi Kuno Tiongkok Lingchi

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Jika berbicara tentang zaman kerajaan dulu, adalah zaman yang penuh dengan kekerasan, kekacauan, dan ketidakadilan tak terkecuali kerajaan Tiongkok kuno.

Salah satu bentuk hukuman yang paling mengerikan dan sadis adalah metode eksekusi kuno Tiongkok lingchi, yaitu eksekusi mati dengan cara memotong kulit dan daging dari tubuh terpidana secara bertahap hingga meninggal.

Lingchi merupakan warisan dari kaisar Qin Shi Huang, yang memperkenalkan metode ini sejak abad ke-3 SM. Namun, lingchi tidak hanya digunakan oleh kaisar, tetapi juga oleh pejabat, rakyat sipil, dan bahkan musuh politik. Lingchi menjadi simbol dari kekejaman dan ketidakberadilan dalam sejarah Tiongkok kuno.

Penasaran dengan metode eksekusi kuno Tiongkok lingchi ini? Selengkapnya akan dibahas dalam ulasan di bawah ini.

Sebagai PERINGATAN!! koten ini banyak MENGANDUNG KEKERASAN dan konten SENSITIF lainnya, jadi bijak dalam membaca.

Asal Usul Lingchi

Mengutip dari laman brewminate, dengan judul Lingchi: ‘Death by a Thousand Cuts’ from Ancient to Modern China, lingchi, yang diterjemahkan secara beragam adalah proses yang lambat, kematian yang lama, atau pengirisan yang lambat, yang juga dikenal sebagai kematian seribu luka.

Jadi, lingchi secara harfiah berarti “mengiris” atau “memotong terlalu banyak”. Lingchi adalah salah satu bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh kaisar Qin Shi Huang untuk menghukum para pejabat yang tidak setia atau melanggar aturan.

Metode eksekusi kuni Tiongkok lingchi ini diperuntukkan bagi kejahatan yang dianggap sangat keji, seperti pengkhianatan.

Kaisar ini juga dikenal sebagai pembunuh berantai yang membunuh banyak orang dengan cara membakar mereka hidup-hidup.

Istilah lingchi sendiri pertama kali muncul dalam sebuah kalimat dalam Bab 28 dari teks filosofis abad ke tiga sebelum masehi, Xunzi.

Awalnya kalimat tersebut menggambarkan tentang kesulitan dalam melakukan perjalanan dengan kereta kuda di daerah pegunungan. Kemudian istilah ini digunakan untuk menggambarkan penderitaan berkepanjangan yang diderita seseorang saat orang tersebut dibunuh atau dieksekusi.

Ada sebuah teori alternatif mengenai asal bahasa dari istilah ini, yakni menyatakan bahwa istilah ini dari bahasa Khitan, karena makna hukuman dari kata tersebut muncul selama dinasti Khitan Liao.

Lingchi juga digunakan oleh Liu Ziye, seorang pangeran dari dinasti Han yang menjadi penguasa tirani. Liu Ziye sering membunuh pejabat dengan cara lingchi karena dia merasa tidak puas dengan kinerja mereka.

Namun, Liu Ziye adalah pengecualian karena ia memang dikenal sebagai orang yang sangat kejam dan sadis. Dia bahkan membunuh beberapa orang dengan cara menyiksa mereka dengan cara lain selain lingchi.

Lingchi menjadi lebih populer pada masa Dinasti Liao dan Song Tiongkok. Pada masa ini, lingchi digunakan sebagai hukuman untuk kejahatan besar seperti pembunuhan berantai, pengkhianatan negara, penganiayaan massa, dan perlawanan terhadap pemerintah.

Lingchi juga digunakan sebagai cara untuk menghina atau menghancurkan identitas sosial atau budaya dari terpidana.

Mengutip dari laman National Geographic, sebagai indikasi betapa lazimnya praktik ini, pada abad ke-12, seorang aktivias anti-lingchi merasa terdorong untuk menulis kritik pedas terhadap praktik mengerikan ini, dengan alasan:

Ketika otot-otot daging sudah diambil, nafas kehidupan belum terputus, hati dan hati masih terhubung, pendengaran dan penglihatan masih ada. Hal ini berdampak pada keharmonisan alam, merugikan pemerintah yang baik hati, dan tidak pantas bagi generasi orang bijak.

Akan tetapi, kritikannya tersebut tidak diindahkan sebagai cara untuk mengakhiri lingchi, dan tetap ada selama delapan abad berikutnya.

Metode Eksekusi Kuno Tiongkok Lingchi

Metode Eksekusi Kuno Tiongkok Lingchi: Hukuman Mati Seribu Luka - Lingchi
Image from MutualArt

Lingchi adalah salah satu bentuk eksekusi mati paling menyakitkan dalam sejarah Tiongkok kuno. Prosesnya melibatkan pengikatan tahanan yang dihukum ke sebuah bingkai kayu, biasanya dilakukan di tempat umum.

Yang mengerikan dari metode eksekusi kuno Tiongkok lingchi ini adalah, daging mereka yang dieksekusi kemudian dipotong dari tubuh dalam beberapa irisan dalam proses yang tidak ditentukan secara rinci dalam hukum Tiongkok, oleh karena itu kemungkinan bervariasi.

Membayangkannya sunguh mengerikan, betapa rasa sakit yang dilalui secara perlahan dan lama. Hukuman ini bekerja dalam tiga tingkatan: sebagai bentuk penghinaan di depan umum, sebagai kematian yang lambat, dan sebagai hukuman setelah kematian.

Kenapa ini menjadi hukuman setelah kematian, apa maksudnya? Menurut ajaran Konghucu mengenai prinsip bakti kepada orang tua, mengubah tubuh seseorang atau memotong sebagian tubuh mereka, dianggap sebagai tindakan yang tidak berbakti.

Oleh karena itu, lingchi ini bertentangan dengan tuntutan bakti. Tak hanya itu, dipotong-potong berarti tubuh korban itu juga tidak akan utuh dalam kehidupan spiritual setelah kematian mereka.

Akhir dari Lingchi

Dari ajaran Konghucu mengenai prinsip berbakti tadi, muncul tokoh yang berupaya untuk menghapuskan metode eksekusi kuno Tiongkok lingchi ini.

Dalam laporan berjudul Ribuan Sayatan Lingchi Jadi Eksekusi Mati Terkejam dalam Sejarah dari National Geographic, proposal awal untuk menghapus lingchi diajukan oleh Lu You dalam sebuah memorandum ke istana kekaisaran Dinasti Song Selatan.

Argumen yang rumit dari Lu You melawan lingchi disalin dan ditransmisikan dengan saleh oleh generasi cendekiawan, di antaranya adalah ahli hukum berpengaruh dari semua dinasti, sampai reformis Dinasti Qing akhir, Shen Jiaben lah yang berhasil menghapuskannya.

Lingchi ini tetap dalam kode hukum Dinasti Qing untuk orang yang dihukum karena pengkhianatan tingkat tinggi dan kejahatan berat lainnya, akan tetapi hukuman itu akhirnya benar-benar dihapuskan sebagai revisi 1905 hukum pidana Tiongkok oleh Shen Jiaben tadi.

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel