Selama menggarap kerjaan berupa desain grafis, ilustrasi, atau bahkan UI/UX design, tidak sekali dua kali saya dituding sebagai pendosa. Alasannya sederhana. Karena saya menggambar makhluk hidup.
Menjadi tukang gambar, seakan di jidat saya menempel kartu member eksklusif untuk booking pre-order tiket neraka.
Selama ini, saya fine-fine aja dengan kenalan dan teman-teman yang mengampanyekan gerakan “hijrah”. Toh ini adalah negara demokratis.
Bagi saya, soal keyakinan adalah urusan masing-masing. Boleh disimpan di dalam hati, boleh juga diselipkan dalam dompet di saku celana.
Tapi biasanya mereka yang tidak fine dengan saya, terutama soal profesi sebagai ‘tukang gambar’ yang dilanjutkan dengan perdebatan kecil soal semurtad apa profesi desainer grafis.
Biasanya kemudian diakhiri dengan saya yang dikirimi postingan dakwah soal dosa tukang gambar lengkap dengan desain yang nggak seberapa itu.
Sekali lagi, saya tak masalah dengan gerakan-gerakan semacam itu. Toh setiap orang berhak menyuarakan apapun yang mereka anggap ideal.
Begitu pun dengan saya, yang punya hak sama dalam menyuarakan kegelisahan saya. Keyakinan toh urusan masing-masing dan sebaiknya disimpan di dalam hati.
Soal keyakinan, saya berani bersumpah. Tidak ada satupun desainer yang saya kenal terang-terangan menyatakan ingin menandingi Tuhan untuk menciptakan makhluk.
Neraka Jadi Lebih Mirip Industri Kreatif
Saat dicap sebagai penghuni neraka, alih-alih sebal, saya jadi berimajinasi membayangkan bagaimana seandainya saya masuk neraka. Bersama para desainer lain pastinya. Dan tentu saja, neraka dalam imajinasi saya adalah neraka versi orang-orang yang sudah menisbatkan saya sebagai penghuni neraka.
Karena semua orang yang berprofesi sebagai tukang gambar makhluk hidup sudah pasti masuk neraka fix no debat, maka saya yakin gerbang neraka yang saya masuki adalah kloter jalur pekerja industri kreatif dengan label divisi visual.
Di antaranya: ilustrator, komikus, pelukis, dan bahkan UI/UX yang merangkap bikin ilustrasi berformat webp gara-gara startup-nya males buat hiring ilustrator tambahan.
Saya membayangkan suasana masuk gerbangnya tidak akan jauh beda dengan antrean wawancara kerja untuk posisi desain grafis. Ada desainer introvert yang gelisah melihat banyak orang. Ada yang mematut-matut diri karena penampilan yang canggung. Ada yang buka laptop sembari garap proyek desain yang belum kelar. Apakah proyek molor yang telat juga akan dianggap hutang di akhirat? Entah.
Baca Juga: Fenomena Startup di Indonesia: Berlomba-Lomba Jadi Pemimpin, Lah Terus Pengikutnya Siapa?
Neraka Isinya Orang-Orang yang Suka Guyon
Selain berisi orang-orang canggung yang suka gupuh, para penggambar makhluk hidup ini rata-rata punya hobi guyon. Biarpun kebanyakan adalah introvert, kami ini suka berbagi meme dan stiker Whatsapp lucu. Namanya juga pekerja kreatif, bukan ormas pendakwah.
Saya yakin humornya akan sangat kaya, mengingat banyaknya genre karya visual yang pernah ada di dunia. Mulai dari obrolan absurd semacam tahilalats atau komik sodik, obrolan saru dari komikus 17+, hingga obrolan serius dan penuh referensi ala Larry Gonick atau Kharisma Jati.
Bahkan guyonan aneh dari kloter ruang penyiksaan genre komik BDSM, doujin hentai, genre gore ala Komik Siksa Neraka, bahkan sampai guyon primitif dari perupa manusia purba yang hobi mencorat-coret dinding gua dengan ukiran hewan buruan.
Kalau para komikus dan ilustrator pada ngumpul di neraka, saya jadi nggumun. Malahan saya membayangkan betapa membosankannya dan tidak estetiknya surga versi mereka. Lah bayangkan, semua seniman di sana cuma bisa ngegambar pohon, kayu, dan batu. Bahkan juru lukis wajah kyai dan wali songo saja ada di neraka.
Baca Juga: Silahkan Guyon, Jangan Takut Anu!
Meet and Greet di Neraka
Yang bakalan masuk neraka selain orang-orang di atas, ada juga dari kalangan pelukis kelas dunia. Misalnya Leonardo Da Vinci, Michelangelo, Van Gogh, Monet, atau Picasso. Alasannya selain karena menggambar makhluk hidup, mereka juga kafir.
Sebagai orang yang selama hidup hanya bisa melihat karya mereka di wikipedia saja, tentu saya tidak akan melewatkan kesempatan untuk bertemu langsung dengan nama-nama besar di atas. Meskipun saya tidak yakin bisa satu ruang penyiksaan dengan mereka.
Ya semoga saja perizinan berkunjung di neraka tidak serumit di Indonesia.
Kalau tidak bisa pun, saya tetep senang kok. Saya akan mengunjungi Raden Saleh yang terkenal sebagai pelukis sublim dan masyur akan nilai Jawa dan keislamannya.
Belum lagi, siapa yang bisa menolak kesempatan bisa sowan dengan pembuat wayang di era Sunan Kalijaga?
Baca Juga: Agama Netizen Adalah Agama Mie Instan
Masuk Neraka dengan Penuh Petanyaan
Oh iya, saya punya pertanyaan. Kalo misal ada orang selain pekerja seni yang nggak menggambar, gimana?
Misal menggunakan alat berupa kamera seperti fotografer atau cuma memasukkan perintah prompt ke image generator dan yang bikin gambar adalah AI, apakah bakal masuk neraka juga?
Terus kalo menggambar amoeba atau bakteri, yang udah jelas adalah makhluk bernyawa, bisa masuk neraka, nggak? Terus bagaimana dengan penggambar ilustrasi anatomi virus, yang belom jelas statusnya itu makhluk hidup atau nggak?
Ah, udahlah. Kalo diterusin bisa panjang. Bisa-bisa selain dicap sebagai tukang gambar pendosa, saya juga dicap menyerupai kaum Yahudi yang sering mempertanyakan teks-teks suci.
Akhir kata, bagaimana kamu merayakan Tahun Baru Hijriyah?
Kalau saya, ketimbang memperingati Tahun Baru Hijriyah dengan menyangkal tudingan bahwa saya masuk neraka, saya lebih suka mengiya-kan saja dan bermain dengan imajinasi.
Sebab bagi saya, peristiwa hijrah yang ditandai oleh tahun baru hijriyah itu tidak untuk mengkotakkan. Tapi untuk memerdekakan diri dan pikiran dari kaum sumbu pendek di Mekkah.
Selamat Tahun Baru Hijriyah, selamat merdeka!