Bukan Nyoblos, Pemungutan Suara di Negara-Negara Ini Pakai Internet hingga Kelereng

Bukan Nyoblos, Pemungutan Suara di Negara-Negara Ini Pakai Internet hingga Kelereng

beragam model pemungutan suara pemilu

DAFTAR ISI

Sediksi – Ternyata nyoblos bukan satu-satunya cara pemungutan suara dalam pemilihan umum (pemilu).

Beberapa negara tidak menggunakan kertas atau surat suara sebagai sarana pemungutan suara di pemilunya.

Sebagai gantinya, mereka menggunakan teknologi dan mesin khusus untuk menghimpun suara pemilih saat pemilu berlangsung.

Bahkan, ada negara yang menggunakan kelereng untuk melakukan pemungutan suara.

Mayoritas negara menggunakan kertas untuk surat suara

Saat pemungutan suara berlangsung, warga yang sudah memiliki hak pilih biasanya akan memberikan suranya dengan mencontreng atau mencoblos surat suara.

Cara manual mencoblos atau memberikan centang pada surat suara, lazim dilakukan mayoritas negara di dunia saat ini.

Di Indonesia, warga juga menggunakan hak pilihnya di pemilu dengan cara mencoblos salah satu calon atau partai politik.

Sesuai Undang-Undang Pemilu No. 7/2017 yang tercantum dalam pasal 353 ayat 2, pemungutan suara dengan metode mencoblos di Indonesia dipilih karena secara prinsip memudahkan pemilih untuk memberikan suara.

Metode mencoblos dipilih dengan pertimbangan akurasi dalam perhitungan suara dan efisiensi penyelenggaraan pemilu.

Bukan Nyoblos, Pemungutan Suara di Negara-Negara Ini Pakai Internet hingga Kelereng - pemungutan suara di indonesia dengan coblos kertas surat suara
Pemungutan suara di Indonesia dilakukan dengan cara mencoblos surat suara/ Foto: BBC

Sejalan itu, menurut beberapa negara penggunaan kertas sebagai surat suara dinilai paling aman dan minim risiko pembajakan suara dibandingkan metode e-voting atau electronic voting.

Bahkan negara seperti Amerika Serikat dan Singapura yang sempat melakukan uji coba dan studi lanjutan mengenai pemungutan suara dengan e-voting, menganggap surat suara dari kertas masih lebih terpercaya untuk digunakan di pemilu.

Walaupun sama-sama menggunakan surat suara dari kertas, ada perbedaan cara pemilihan antara Indonesia dengan Amerika Serikat dan Singapura.

Jika warga Indonesia mencoblos, warga Amerika Serikat memberikan checkmark atau tanda centang pada surat suara.

Sedangkan warga Singapura, menggunakan tanda X atau tanda silang untuk menandai kandidat pilihan pada surat suara.

Penyelenggara pemilu di Indonesia yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menentukan kriteria pemberian suara yang sah sesuai UU Pemilu pasal 353 ayat 1.

Suara pemilih dikatakan sah jika pemilih mencoblos satu kali pada nomor, nama, foto kandidat, atau gambar partai politik dalam satu kotak di surat suara.

Selain itu, pemilih juga dilarang membubuhkan tulisan atau catatan lain pada surat suara.

Di Indonesia justru surat suara yang dicoret-coret atau ditambahkan catatan lain di dalamnya dinyatakan tidak sah.

Memberikan suara di pemilu secara online   

Sementara itu, ada juga negara yang memilih untuk meninggalkan penggunaan surat suara di pemilu.

Estonia sejak tahun 2005 memilih menerapkan pemungutan suara secara online.

Negara yang berbatasan darat dengan Rusia ini, menggunakan kartu identitas warganya untuk meregistrasi pemilih.

Kartu identitas warga Estonia memiliki kode PIN unik terintegrasi dan dipakai saat pemilu.

Ketika pemilu, warga Estonia harus memperisapkan komputer dengan aplikasi I-Votes yang sudah dipasang, software dan perangkat untuk tanda tangan digital, serta yang terpenting koneksi internet.   

Hingga saat ini Estonia masih menggunakan metode pemungutan suara yang disebut I-Votes tersebut.

Bukan Nyoblos, Pemungutan Suara di Negara-Negara Ini Pakai Internet hingga Kelereng - pemilu di estonia pakai I Votes sergey zolkin unsplash
Ilustrasi: Sergey Zolkin/ unsplash

Namun, setelah amandemen pada peraturan pemilunya di tahun 2021, Pemerintah Estonia memfasilitasi warganya dengan dua opsi pemungutan suara.

Warga Estonia bisa memberikan suara melalui I-Votes atau memberikan suara langsung ke tempat pemungutan suara dengan menggunakan kertas suara yang disediakan pemerintah.

Dua opsi tersebut diberikan untuk mengakomodasi pemilih berusia lanjut yang kerap kesulitan menggunakan teknologi.   

Pemerintah Estonia juga mengatur, apabila ada warga terdata memilih dua kali melalui I-Votes dan secara langsung, maka suara yang sah dihitung adalah satu suara yang diberikan di tempat pemungutan suara.

Memberikan suara di pemilu menggunakan kelereng

Sementara itu, pemilu di Gambia tidak menggunakan surat suara dari kertas ataupun memanfaatkan teknologi internet.

Pemerintah Gambia memilih menggunakan kelereng sebagai sarana pemungutan suara di pemilu nasionalnya.

Metode pemungutan suara dengan kelereng ini pertama kali digunakan Gambia pada tahun 1965.

Saat itu, kelereng dipakai karena tingkat literasi warga Gambia masih rendah.  

Namun, sampai pemilihan presiden di tahun 2021 yang lalu, Gambia tetap memakai metode pemungutan suara menggunakan kelereng.

Warga Gambia cukup bangga dengan keunikan pelaksanaan pemilu mereka yang beda dari kebanyakan negara di dunia.

Tampaknya dalam waktu dekat, warga Gambia akan tetap mempertahankan penggunaan kelereng di pemilunya.

Bukan Nyoblos, Pemungutan Suara di Negara-Negara Ini Pakai Internet hingga Kelereng - pemungutan suara di pemilu gambia memakai kelereng
Pemungutan suara pemilu di Gambia menggunakan kelereng sebagai ganti kertas suara/ Foto: Liputan6

Secara teknis, warga Gambia yang memberikan suaranya di pemilu dengan memasukkan kelereng ke dalam tong di tempat pemungutan suara.

Setiap tong mewakili kotak suara untuk masing-masing kandidat.

Jika ada tiga kandidat, maka di setiap tempat pemungutan suara akan ada tiga tong atau drum yang masing-masing disertai dengan gambar kandidat yang bertarung di pemilu.

Warga yang memilih kandidat tersebut, bisa memasukkan kelereng ke dalam drum untuk memberikan suaranya.

Itulah beberapa medium pemungutan suara yang sampai saat ini masih digunakan beberapa negara.

Masing-masing negara punya cara dan sarana yang beragam dalam melaksanakan pemilu.

Kira-kira negara mana lagi yang punya model pemungutan suara unik dan non-konvensional?

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel