Sediksi.com – Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan dalam menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan (HUT) RI Ke-78 dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2023 pada Rabu (16/8) siang tadi.
Ada sejumlah poin yang disampaikan oleh Jokowi dalam pidatonya tersebut. Terlihat ia mengenakan pakaian adat Tanimbar, busana adat yang berasal dari Maluku.
5 poin Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi adalah sebagai berikut:
‘Pak Lurah’ dalam Pilpres 2024
Di awal pidatonya, Presiden Jokowi menyiggung soal sosok ‘Pak Lurah’ yang berkaitan dengan calon presiden dan wakil presiden di pilpres 2024.
Mulanya, dia bertanya-tanya tentang sosok tersebut. Namun, belakangan Jokowi tau sosok ‘Pak Lurah’ yang disampaikan oleh para plitus itu adalah dirinya.
“Setiap capres-cawapresnya, jawabannya, ‘belum ada arahan Pak Lurah.’ Saya sempat mikir siapa ini Pak Lurah? Sedikit-sedikit Pak Lurah. Belakangan, saya tahu yang dimaksud Pak Lurah itu saya,” ujar Jokowi yang membuat para hadirin tertawa di Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Lantas, Jokowi pun menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki wewenang untuk menentukan capres dan cawapres di pilpres 2024.
“Ya saya jawab saja, saya bukan lurah. Saya Presiden Republik Indonesia. Ternyata Pak Lurah itu, kode. Tapi perlu saya tegaskan, saya ini bukan Ketua umum parpol, bukan juga Ketua koalisi partai dan sesuai ketentuan Undang Undang yang menentukan Capres dan Cawapres itu Parpol dan koalisi parpol,” terangnya.
Soal Ejekan dan Sindiran
Dalam kesempatan itu, dirinya juga sempat membahas sejumlah ejekan dan sindiran yang belakangan ini menyerang dirinya.
Secara pribadi, Jokowi mengaku bahwa tidak masalah kerap disebut bodoh, tolol, plonga-plongo, hingga Fir’aun.
“Saya tahu ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Fir’aun, tolol. Ya ndak apa, sebagai pribadi saya menerima saja,” terangnya.
Akan tetapi, dirinya juga merasa sedih karena hal tersebut mulai melunturkan budaya santun budi luhur bangsa.
“Tapi yang membuat saya sedih budaya santun budi pekerti luhur bangsa ini, kok kelihatannya mulai hilang? Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia,” sambungnya.
Menuju Indonesia Emas 2045
Tak lupa dalam berbagai sesi, kali ini Jokowi juga membahas mengenai menuju Indonesia Emas 2045.
Baginya, kesempatan untuk meraih Indonesia Emas 2045 di posisi lima besar kekuatan ekonomi dunia ini bukan hanya soal peluag saja. Ada strategi yang perlu disiapkan untuk bisa sampai ke sana.
“Untuk meraihnya sudah ada, sudah dirumuskan. Tinggal apakah kita mau memfokuskan energi kita untuk bergerak maju atau justru membuang energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif, yang memecah belah. Bahkan yang membuat kita melangkah mundur,” jelas Jokowi.
Jokowi juga berpesan bahwa bangsa Indonesia juga harus memanfaatkan bonus demografi yang terjadi di tahun 2023 sebagai peluang besar meraih Indonesia Emas 2045, di mana akan ada 68 persen penduduk usia produktif.
Peluang besar lalinnya berupa internasional trust yang dimiliki Indonesia saat ini, yang dibangun bukan sekedar melalui gimik dan retorika semata. Melainkan melalui sebuah peran dan bukti nyata keberanian Indonesia dalam bersikap.
Hal tersebut berkaitan dengan keikutsertaan peran Indonesia seperti, dalam Momentum Presidensi Indonesia di G20, Keketuaan Indonesia di ASEAN dan konsistensi Indonesia dalam menjunjung HAM kemanusiaan dan kesetaraan, serta kesuksesan Indonesia menghadapi krisis dunia 3 tahun terakhir.
Baca Juga: Indonesia 2045: Kuning Belum Tentu Emas
Kebanggaan Presiden atas Program Kerja yang Berhasil
Di pidato tahunannya, tak luput Jokowi juga membanggakan sejumlah program kerjanya yang sudah berhasil selama dua periode jabatannya itu.
Di antaranya, Jokowi menyebut bahwa telah berhasil menurunkan angka stunting pada 2022 menjadi 21,6 persen , juga di tahun yang sama menaikkan Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9 persen, dan menaikkan Indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5.
Dari tahun 2015 – 2023, pemerintah juga sudah menyiapkan anggaran perlindungan sosial total sebesar Rp 3.212 T, di dalamnya termasuk KIS, KIP, KIP Kuliah, PKH, Kartu Sembako serta perlindungan kepada lansia, penyandang disabilitas juga kelompok rentan lainnya, serta re-skilling dan up-skilling tenaga kerja lewat Balai Latihan Kerja dan Program Kartu Pra-Kerja.
Program kerja hilirisasi yang sudah dilakukan juga memanfaatkan kekayaan alam Indonesia yang berbuah secara ekonomi ini disebut Jokowi dapat menaikkan pendapatan per kapita negara.
“Setelah kita setop ekspor nikel ore di 2020, investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat kini telah ada 43 pabrik pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar. Ini baru 1 komoditas. Dan jika kita konsisten dan mampu melakukan hilirisasi untuk nikel tembaga bauksit CPO & Rumput laut,” katanya.
Jokowi menyebut berdasar perkiraan dalam 10 tahun ke depan, pendapatan per kapita akan mencapai Rp153 juta, US$10.900. Dalam 15 tahun, pendapatan per kapita mencapai Rp217 juta, US$15.800. Dan dalam 22 tahun, pendapatan per kapita mencapai Rp331 juta, US$25.000.
“Sebagai perbandingan, tahun 2022 kemarin, kita berada di angka Rp71 juta. Artinya, dalam 10 tahun lompatannya bisa dua kali lipat lebih, di mana fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai, pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing kita,” lanjutnya.
Singgung Penerus Presiden
Di semua pembangunan dan kemajuan yang disebut-sebut sudah dilakukan selama masa ia menjabat itu, Jokowi turut membahas tentang kepemimpinan yang akan sangat menentukan masa depan Indonesia.
“Ini bukan tentang siapa yang jadi presidennya. Bukan, bukan itu. Tapi apakah sanggup atau tidak untuk bekerja sesuai dengan apa yang sudah dimulai saat ini? Apakah Berani atau tidak? Mampu konsisten atau tidak?,” ungkapnya.
“Karena yang dibutuhkan itu adalah napas yang panjang karena kita tidak sedang jalan-jalan sore. Kita juga tidak sedang lari sprint tapi yang kita lakukan harusnya adalah lari marathon untuk mencapai Indonesia Emas,” lanjutnya.
Jokowi menekankan bahwa pemimpin itu harus punya public trust karena faktor merupakan hal penentu.
“Bisa berjalan atau tidaknya suatu kebijakan, bisa diikuti atau tidaknya sebuah keputusan. Ini adalah modal politik dalam memimpin sebuah bangsa. Selain itu seorang pemimpin juga membutuhkan dukungan dan kerjasama dari seluruh komponen bangsa,” tegasnya.
Baca Juga: Apakah Indonesia Sudah Menjadi Anggota OECD?