Pro Militer Kalah Telak di Pemilu Thailand 2023

Pro Militer Kalah Telak di Pemilu Thailand 2023

partai oposisi menang pemilu thailand

DAFTAR ISI

Sediksi.comPartai oposisi atau anti-militer mendominasi kemenangan dalam pemilu Thailand yang telah dilaksanakan 14 Mei lalu. Suara terbanyak dipegang oleh partai Move Forward, partai oposisi terkuat di Thailand saat ini.

Meskipun penghitungan suara sudah selesai 99%, hasil penghitungan menunjukkan partai Move Forward memenangkan pemilihan suara

Partai Move Forward memenangkan suara sebanyak 24% dan mendapatkan 113 kursi di parlemen Thailand. Partai ini adalah partai yang membawa Pita Limjaroenrat sebagai kandidat PM Thailand. 

Kemenangan partai Move Forward ini dinilai luar biasa karena tidak diduga-duga. Sebab jika didasarkan pada hasil survei pra pemilu, partai Pheu Thai diprediksi memenangkan pemilihan suara. 

Di posisi kedua, partai Pheu Thai memenangkan suara dengan perbedaan yang sangat tipis. Partai Pheu Thai memenangkan 23% suara dan mendapatkan 112 kursi. Paetongtarn Shinawatra adalah kandidat PM yang diusung oleh partai ini.

Partai United Thai Nation, partai yang mengusung Prayut Chan-o-cha sebagai kandidat PM Thailand dalam pemilu kali ini berada di posisi kelima dan mendapatkan persentase total sebesar 9%. 

Namun partai tersebut berada di posisi ketiga dalam kategori penghitungan preferensi partai dengan persentase hampir 12%. Adapun jumlah kursi parlemen yang didapat oleh partai ini adalah 23.

Partai ini pro militer dan mengusung Prayut Chan-o-cha sebagai kandidat PM. Sayangnya, status sebagai pendukung junta militer itu justru tidak mendongkrak perolehan suara. Meski sudah menguasai Thailand sejak 2014, partai ini tidak berhasil memenangkan suara mayoritas.

Padahal Prayut sempat menyatakan alasannya bergabung dengan partai rival Palang Pracharath ini dalam kesempatan kampanye yang dilakukannya di Bangkok, 9 Januari 2023 lalu. Prayut percaya diri dengan partai United Thai Nation. Ia yakin partai tersebut dapat mengantarnya untuk melanjutkan kepemimpinannya sebagai PM Thailand.

“Saya berpikir tentang apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan di negara ini. Saya tidak bisa melakukannya sendirian. Saya butuh tim, saya perlu bekerja dengan partai politik yang tepat,” ucapnya di depan ribuan pendukungnya saat itu.

Meski begitu, rupanya segala motivasi tersebut tidak cukup meyakinkan pemilih suara untuk memilih Prayut dan partai politiknya.

Meredupnya popularitas Prayut

Rendahnya popularitas Prayut dalam pemilu kali ini dapat diprediksi dari awal tahun ini dan jauh sebelumnya. 

Semuanya berakar pada semakin banyaknya yang mempertanyakan kelayakan Prayut sebagai PM. Melihat dari rincian kepemimpinannya sebelumnya yang banyak melakukan kesalahan fatal, sampai ketidakpastian masa depan Thailand jika terus dikuasai oleh Prayut. 

Faktanya, jika Prayut terpilih lagi dalam pemilu kali ini, ia tidak bisa memimpin Thailand sebagai PM selama satu periode penuh. Konstitusi sudah membatasi masa jabatannya menjadi dua tahun apabila terpilih lagi sebagai PM.

Tidak hanya itu, upayanya dalam menghadapi pandemi dinilai tidak dilakukan dengan benar. Ia dianggap tidak dapat menangani perekonomian Thailand selama pandemi dengan semestinya dan berakibat pada memburuknya pandemi di Thailand. Alasan-alasan tersebut menjadi penyebab kuat dari meredupnya popularitas Prayut di mata pemilih.

Rencana pembentukan koalisi partai oposisi

Meskipun partai oposisi memenangkan pemilu, mereka tidak bisa langsung membentuk kepemimpinan baru atau bahkan bersantai. Bahkan, meskipun mayoritas warga Thailand sendiri juga antusias terhadap kemenangan partai oposisi ini. 

Ketidakpastian tetap menghantui mereka karena adanya perubahan peraturan tiba-tiba pada pemilu kali ini. Dalam pemilu kali ini, 250 anggota senat yang berlatar belakang militer diperbolehkan untuk memilih PM.  Artinya partai Move Forward dan Pheu Thai perlu dukungan partai-partai yang lebih kecil untuk membentuk administrasi baru. 

Oleh karenanya, Pita dari partai Move Forward sudah mengkonfirmasi pada hari Minggu lalu akan membentuk koalisi dengan partai Pheu Thai, serta partai-partai lainnya dari blok oposisi sebelumnya. Tidak hanya itu, ia juga memastikan tidak akan berhubungan dengan partai-partai pro militer. 

Adapun beberapa partai yang akan diajak berkoalisi oleh Pita adalah partai United Thai Nation dan Palang Pracharath. Sedangkan partai yang kemungkinan tidak diajak berkoalisi adalah partai Bhumjaithai. 

Meskipun sedang sibuk membentuk koalisi, administrasi baru, dan menyambut demokrasi yang sebenar-benarnya demokrasi, Thailand juga harus tetap waspada akan resiko protes dan kerusuhan yang bisa saja muncul lagi karena perbedaan pandangan politik dan ideologi.

Ketika ditanya tentang potensi kerusuhan pasca pemilu, wakil PM Thailand, Wissanu Krea-ngam sadar betul akan hal tersebut. Menurutnya, perubahan besar selalu terjadi setelah pemilu.

Ia juga menyebutkan kasus yang terjadi pada masa pemerintahan Yingluck Shinawatra. Yingluck dicopot sebagai PM Thailand pada tahun 2014.

“Jangan lupa apa yang terjadi pada pemerintahan Yingluck Shinawatra. Ia menang dan mendominasi kursi di parlemen, tapi kemudian menghadapi perlawanan dan demonstrasi,” jelasnya. 

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel