Sediksi.com – Tahun 2024 akan menjadi pesta besar perhelatan demokrasi Indonesia. Tak hanya pileg dan pilpres, pilkada 2024 juga akan digelar di tahun yang sama.
Pilkada 2024 yang rencananya berlangsung pada 27 November, diwacanakan maju pada September 2024 mendatang.
Meskipun sejauh ini masih usulan atau wacana, sejumlah pihak pun sudah mulai buka suara, sekaligus menuai pro dan kontra.
Kata Mendagri soal Pilkada 2024 Dimajukan
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian turut menanggapi soal jadwal pilkada 2024 yang bakal dimajukan. Ia menyebut tidak ada masalah dengan usulan tersebut.
Ia pun mengungkapkan kekurangan jika pilkada tetap dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang.
Menurutnya, adanya sengketa dan proses di KPU dapat membuat jarak pelantikan presiden dan kepala daerah semakin jauh. Sementara, kepala daerah harus segera diisi.
“Pengalaman kita, ada sengketa, ada proses di KPU. Paling tidak sebagian selesai itu 3 bulan. Kalau mau 3 bulan, kalau dimundurkan maka akan makin jauh jarak pelantikan presiden dengan kepala daerah,” katanya di Kemendagri, Jakarta Pusat pada Selasa, (5/9).
Tito menjelaskan jika ingin menggelar pelantikan kepala daerah 1 Januari 2025, maka September merupakan bulan yang tepat untuk pilkada.
Ia juga mempertimbangkan terkait efisiensi pelantikan kepala daerah. Mantan Kapolri itu menyinggung Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada yang menyebutkan masa jabatan hasil Pilkada 2020 berakhir di tahun 2024.
Di mana akan berakhir pada 31 Desember 2024, hasil pilkada 2020 harus diisi oleh penjabat terlebih dahulu. Sementara akan ada 552 daerah yang menggelar pilkada.
Sementara, sengketa dan proses di KPU tidak sebagian selesai dalam waktu tiga bulan.
“Sampai Januari supaya tidak pj semua se-Indonesia. Pj itu punya kewenangan terbatas,” lanjutnya.
DPR Tolak Usulan Pilkada 2024 Dimajukan
Sejak munculnya wacana pilkada 2024 dimajukan, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin mengatakan ketidaksetujuannya.
Baginya, dengan dimajukannya pilkada 2024 ke September ini dapat berpotensi menimbulkan kegaduhan.
“Perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang,” terangnya pada keterangan yang dilansir dari dpr.go.id pada Jumat (25/8) lalu.
Apabila pilkada 2024 ini dimajukan, justru akan menambah turbulensi politik. Mengingat, belakangan ini sudah banyak sejumlah isu politik seperti usulan penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, hingga batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Politisi Fraksi PKB itu menyebut sebaiknya mentaati pemungutan suara pilkada 2024 mengingat katanya, penetapan jadwal pilkada serentak bulan November 2024 sudah sesuai amanat undang-undang.
Tak hanya itu, Yanuar juga menilai tanggal yang sudah ditetapkan dari awal terkait pelaksanaan pilkada 2024 ini juga sudah berjalan netral dan meminimalisir intervensi pemerintah.
Mengingat presiden dan wakil presiden pengganti Jokowi akan dilantik pada 20 Oktober 2024 mendatang.
Maka, pilkada 2024 akan berlangsung dengan presiden dan wakil presiden yang baru.
“Pelaksanaan pilkada serentak di bulan November 2024 akan lebih netral dari kemungkinan intervensi Pemerintah, sebab pemerintahan baru belum terkonsolidasi secara sempurna di bulan November 2024,” sambung Yanuar.
Tanggapan KPU dan Ma’ruf Amin
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menegaskan akan mengikuti aturan yang ada.
Komisioner KPU Muhammad Afifudin menyebut bahwa KPU pasti akan taat terhadap regulasi.
Di sisi lain, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut jikalau logikanya masuk maka jangan terlalu jauh jarak antara pilpres ke pilkada.
Ia pun menegaskan bahwa dimajukannya jadwal pilkada 2024 masih sebatas usulan. Lanjutnya, realisasi perubahan waktu tersebut akan sangat bergantung pada urgensi dan dampaknya.
“Kita akan lihat kalau alasannya masuk akal ya saya kira untuk kebaikan saja. Kalau tidak, itu tentu akan kembali ke waktu yang lama. Jadi kalau memang memajukan itu punya nilai tambah, nilai kebaikan ya kenapa tidak, bisa saja begitu,” jelasnya pada Senin, (4/9) kemarin.
Sampai saat ini, belum ada kepastian terkait wacana tersebut. Yang pasti, wacana itu muncul karena bulan November 2024 disebut tidak sesuai dengan desain awal keserentakan pilkada.
Serta, perubahan jadwal pilkada tersebut dimaksud agar kepemimpinan pemerintah daerah tidak terlalu lama ditempati oleh penjabat kepala daerah.