Baru-baru ini skena musik lagi ramai dibahas nih. Banyak kalangan yang mempertanyakan arti skena musik untuk mendapatkan arti skena musik secara utuh. Hal itu tidak lepas dari polemik skena, serta banyak parodi yang secara ngehe menyinggung anak-anak skena yang songong.
Istilah skena, yang erat kaitannya dengan musik itu, juga ditemukan di ranah-ranah lain, seperti fesyen, skateboarding, dan lain-lain. Agak membingungkan ya?
Nah, itulah kenapa kita harus tahu arti skena musik dan asal-usul kemunculan istilah ini.
Arti skena musik
Dilansir dari Narasi, asal kata “skena” ialah scene (dalam bahasa Inggris) merujuk pada komunitas yang suka terhadap suatu jenis seni. Artinya, seni menjadi landasan bagi orang-orang ini, juga kesamaan rasa, yang membentuk ikatan kelompok.
Selain skena atau scene, sinonim lain dari kata tersebut ialah “kancah” (mengacu kepada seni tertentu).
Istilah skena juga berkembang menjadi suatu akronim. “SKENA: Sua, cengKrama, kelaNA“, dan jika dibulatkan dalam satu artian adalah satu perkumpulan yang memunculkan suasana nyaman untuk bercengkrama dan berkelana saat sedang berkumpul.
Apabila dilihat dari arti skena yang sebenarnya, maka tidak lah mengherankan jika skena juga dipakai dalam komunitas penyuka sneakers, bahkan pencinta ikan cana, ikan cupang, dan lainnya pun boleeehhh.
Di dalam musik, skena menjelma menjadi tonggak utama berkembangnya ekosistem musik itu sendiri. Skena mempresentasikan semangat komunitas yang disatukan oleh nilai dan selera musik.
Bahkan, kesamaan domisili (kota asal) juga berpengaruh terhadap skena beserta representasinya. Kita dapat menemuinya di skena London timur yang terkenal dengan skinhead dan OI!, ataupun skena Pantura yang melahirkan musik dangdut dan bikin pinggul bergoyang.
Idhar Resmani dalam Jurnalisme Musik dan Selingkar wilayahnya (2018) menyebut istilah skena dapat digunakan untuk membedakan perubahan dan perkembangan aliran musik satu dengan aliran musik lainnya. Tentu saja, contoh yang mencolok ialah skena musik metal dan skena indie anak senja.
David Tarrigan, pengamat musik, mengatakan bahwa kecenderungan seseorang terhadap suatu jenis seni, selalu diaplikasikan ke dalam gaya hidup sehari-hari. Hal itu selalu terjadi entah di masa lalu maupun masa mendatang, dan tentunya makin seru.
Baca Juga: Bikin Media Musik Itu Nggak Gampang!
Saling kritik sampai muncul istilah ‘Polisi Skena’
Baru-baru ini, istilah skena semakin nyaring terdengar. Hal ini tidak lepas dari kebangkitan festival musik pada awal tahun 2023. Setiap kota menyelenggarakan konser maupun gigs kecil-kecilan. Lantas kerinduan orang-orang kepada hal itu akhirnya terbayarkan.
FOMO tentang segala yang berkaitan dengan musik, akhirnya memunculkan sesuatu yang negatif. Banyak anak-anak skena yang justru mengejek anak lain yang tidak sesuai dengan selera musiknya, bahkan standar anak skena.
Skena kerap dianggap sebagai perkumpulan penggemar musik yang malah memiliki budaya saling kritik di kalangan penikmat musik lainnya. Ini bisa dipahami sebagai penggerak ekosistem, tetapi juga bisa menimbulkan pertikaian.
Seperti yang terjadi pada skena indie, mula-mula skena itu sangat bersemangat dalam menggaungkan perlawanan kepada agen label besar, karena musik-musik indie diproduksi secara mandiri. Tapi lama kelamaan, beberapa oknum menjadi ganas dalam mengejek musik lain.
Tindakan kritik-mengkritik, tanpa dibarengi pemahaman yang mendalam tentang musik itu sendiri, dinilai cukup mengkhawatirkan. Bisa-bisa kulturnya skena rusak dong. Nah, tindakan saling mengejek itu melahirkan istilah baru yaitu polisi skena.
Polisi skena adalah sindiran bagi seseorang yang sok tahu, atau merasa paling mengerti tentang musik. Dan, pengetahuannya itu digunakan untuk mengejek, mengkritik, dan mendaulat diri sebagai paling keren. Padahal, orang yang paham musik beneran, tidak akan melakukan hal itu.
Contoh lain misalnya; siapapun yang mengenakan kaos band, harus hafal atau minimal tahu lagunya. Nah, hal ini kerapkali dilakukan oleh polisi skena, untuk sweeping anak-anak musik lainnya.
Rivalitas antar musisi
Kritik-mengkritik di kalangan penikmat musik memang bukan lah hal baru. Hal tersebut bisa saja dikompori oleh musisi idolanya sendiri. kita tahu, rivalitas antar musisi secara tidak langsung akan berpengaruh kepada pengggemar, bahkan skena yang membentuknya.
Sebut saja rivalitas antara Nirvana dengan Gun N Roses. Saat Curt Cobain memberikan komentar buruk terhadap Gun N Roses, maka skena di kota Seattle banyak yang terpengaruh untuk melakukan olokan terhadap band rivalnya.
Kolaborasi skena
Seiring dengan budaya olok-olokan antar penikmat musik, budaya kolaborasi antar skena juga masih dilakukan oleh pegiat-pegiat seni. Memang harusnya begitu sih.
Di antara ruang yang berupaya menggabungkan skena-skena ialah Substitute Makerspace di Surabaya dan Semeru Gallery Art di Malang.
Mengembalikan musik kepada selera masing-masing
Rocky Gerung dalam podcast Musik ialah Doa Persatuan, menjelaskan bahwa manusia menikmati musik berdasarkan situasi psikologisnya.
Jadi, musik apapun yang didengarkan oleh seseorang, itu berkaitan erat dengan pengalaman-pengalaman pribadinya, dan juga situasi batin yang pernah dialaminya. Oleh karena itu, rasanya tidak etis jika kita mengkritik seseorang hanya karena pemilihan musik yang tidak sealiran.
Itulah pembahasan tentang arti skena musik, beserta polemik-polemiknya. Semoga bermanfaat!